17 16. TERKENA JEBAKAN

Vero mendesis geram, dia sangat menyesal telah mendengarkan kata hatinya untuk mencari suara jeritan di lorong. Lidia menjebaknya karena cewek itu tahu kalau Vero sudah menguping pembicaraannya di ruangan kosong. Kini Vero di ikat kuat oleh tali yang melingkari perut serta kedua lengan yang bersamaan di ikat ke belakang.

"Lepasin gue!" erang Vero menggerakan tubuhnya berharap tali itu lepas. Sungguh Vero sangat bodoh sekali telah lalai dengan apa yang akan terjadi nantinya. Nyatanya memang Vero tidak pernah berpikir buruk dalam keadaannya yang merasa akan baik-baik saja.

Lidia sengaja menyuruh siswi lain untuk menjadi alat agar Vero terperangah sehingga gagal mencari keberadaan Claire. Padahal seharusnya sekarang ini Vero dapat menemukannya, namun bahkan dirinya yang menjadi tahanan Lidia sampai tidak bisa menyelamatkan diri sendiri.

Bagas dan Doni jelas tidak tahu kalau temannya saat ini berada dalam kepungan Lidia. Mereka berdua pasti sedang mencari temannya juga di luaran sana. Vero tidak bisa sekali saja menjadi orang yang kuat. Kenapa selalu saja di bodohi oleh perempuan picik itu? Seakan Vero ini memang memiliki kesialan tersendiri jika berurusan dengan satu cewek paling berkuasa di sekolahannya.

"Gue bodoh banget bisa terkecoh sama satu cewek." dengus Vero yang terus menyalahkan dirinya. Sudah setengah jam dia berdiri di belakang pohon yang menjadikan bahan untuk menahan tubuhnya.

Lidia benar-benar perempuan yang sangat Vero benci. Kenapa selalu saja Vero yang di tahan? Padahal dia sudah sangat hati-hati sekali agar tidak ketahuan menguping pembicaraan mereka semua. Kalau saja sebelum menolehkan kepalanya Vero menutup mata, mungkin serbuk putih yang membuat kedua matanya perih dan sakit tidak akan membuatnya hingga di tarik paksa sampai di ikat seperti ini.

"Lidia, lepasin gue!"

Seberapa keras suara Vero sepertinya hanya di balas dengan gemaan. Tidak akan ada yang bisa mendengarkannya di sana. Lidia menyuruh murid cowok di sana untuk menyergap Vero di halaman belakang sekolah, pohon-pohon yang besar di sana pastinya membuat kesan seram.

Vero sendirian dengan tubuh yang di ikat. Mana mungkin ada orang yang dengan sengaja ke sana tanpa ada niatan lain. Vero sangat berharap sekali ada yang bisa menolongnya. Bagaimana kalau niatan buruk Lidia pada Claire itu benar-benar terjadi? Vero yang tahu kebusukan Lidia hanya bisa bernapas cemas. Walau berusaha sekuat tenaga pun tali yang melingkar itu tidak juga putus.

"Lidia!"

Keringat bercucuran dari pelipisnya. Akan percuma saja Vero lakukan itu, tali yang melingkarnya begitu kuat. Mereka seolah tidak akan membiarkan Vero berkeliaran untuk mencari Claire dan membeberkan rencana Lidia.

Vero melirik tali yang tiba-tiba saja melorot ke bawah, dahinya mengerut saat mendengar suara dari belakangnya.

"Kalau ga bisa lawan mending diem aja."

Vero membalikkan tubuhnya. "Claire." ucapnya merasa bingung.

"Ver, lo ga pa-pa?!" Bagas dan Doni teriak bertanya berlari dari kejauhan.

Vero menggeleng pelan. "Kalian tahu gue di sini dari siapa?"

Dua cowok yang sedang menetralkan napasnya melirik Claire bersamaan sebagai jawaban tanpa ucapan. Vero menelan ludahnya susah payah melirik Claire yang masih diam.

"Claire, lo ga pa-pa?" tanyanya langsung ketika mengingat rencana Lidia.

"Harusnya kamu yang waspada. Jangan sampai dia bahagia di atas kelemahan kamu itu." Claire melongos pergi begitu saja.

Bagas dan Doni mendekat. "Ver, kenapa bisa lo di sekap begini?"

Doni melihat punggung Claire yang sudah menjauh dari sana. "Ver, lo ga tanya luka dia karena apa? Tangannya di perban, loh. Ada darah juga yang nempel di perban itu."

Vero melotot. "Lidia, apa berhasil celakain dia?"

Bagas dan Doni saling menggedikkan bahunya tidak tahu. "Kita bahkan ketemua dia sambil tanya lo ada di mana. Kita pikir lo udah nemuin dia tadi."

"Gue di jebak si, Lidia."

>>>>>>>>>>

Claire meringis pelan, menarik napas dalam dan menghembuskannya perlahan. Masih beruntung Claire selamat dari pecahan guci yang tajam melayang ke arahnya. Ada sedikit penyesalan dalam hatinya ketika memuji kebaikannya, nyatanya memang Claire hanya tidak tahu saja keburukannya yang lain.

"Ryan, keterlaluan." dengus Claire sambil melepas perban bekasnya di ganti dengan yang baru. Hantu lelaki itu melukai lengan Claire di bawah sikutnya.

Claire berkata jujur pun tetap saja di celakai, bagaimana kalau berbohong dan tidak akan menolong? Mungkin hantu itu benar-benar akan murka sekali terhadapnya. Claire di nilai sebagai orang yang selalu mengetahui namun tidak berkata yang sebenarnya. Justru hal itu karena kemampuannya juga Claire bisa tahu nama adik Ryan.

Hanya saja Claire memang belum tahu ciri-ciri adik Ryan, di dalam pikiran yang menjadi bayangan wajah Sonia buram dan sangat tidak jelas. Jika dari postur tubuh anak itu, sih … Claire dapat melihatnya. Tetapi Claire menebak jika adik Ryan itu adalah sosok anak kecil yang saat itu ada di halaman depan rumahnya.

Atau mungkin itu adalah Sonia? Bukan Mahala?

Claire belum bisa memastikannya begitu saja karena memang semua itu hanyalah bayangan semata yang hadir dari kemampuannya. Jika Claire salah maka Ryan pastinya akan semakin marah saja, dan tidak tahu benda apa lagi yang akan melayang ke arahnya.

"Kak Leon, jangan sampai lihat luka ini." Claire mengambil baju lengan panjang yang nyaris baru satu kali dia pakai. Selama ini Claire memang lebih nyaman dengan lengan pendek seperti kaos biasa walau terkadang memakai hoodie yang ujungnya di tarik sampai sikut.

Kakak nya jelas akan bertanya jika melihatnya. Claire akan di berondongi banyak tanyaan yang akan membuat kepala pening saja. Dengan harapan semoga hantu lelaki itu tidak datang dengan tujuannya lagi, Claire ingin beristirahat walau sejenak di atas kasurnya. Sembari menunggu Leon pulang dari kantornya, tidak ada salahnya juga Claire bersantai.

Berbagai masalah berat harus di pikulnya juga di hadapkan dengan hantu serta murid di sekolahannya. Claire memang lelah, namun mau bagaimana lagi jika harus takdirnya seperti itu? Bahkan kalau saja Claire tidak memiliki kemampuan dengan pirasat buruk yang akan datang padanya pasti Claire saat itu juga akan celaka.

Claire memang sempat di kejar oleh orang-orang berbadan besar saat berhasil kabur dari rumah hantu lelaki itu. Kakinya serasa akan patah saat itu juga kalau tidak ada gang kecil yang mengarahkan pada area sekolahannya. Claire bernapas lega, tentunya sebelum suruhan Lidia gagal Claire bersembunyi di balik pohon rindang.

Setelahnya mendengar teriakan yang tak lain adalah Vero.

Claire kebetulan tidak sengaja melihat Bagas dan Doni yang sedang berlari sambil meneriaki nama temannya. Alhasil Claire mendekati mereka dan mengarahkan pada tempat keberadaan Vero. Claire tahu juga apa yang terjadi pada cowok itu dari tatapan dua matanya.

Claire sangat berterima kasih di dalam hatinya karena cowok itu masih berniat baik. Padahal Claire selama ini selalu saja cuek, namun cowok itu memang peduli. Claire mulai terkesima dengan sikap baiknya.

"Tapi kenapa pirasat aku ada yang lain dari dia?"

avataravatar
Next chapter