1 Mimpi Buruk

"Ada apa denganmu?" tanya pria besar di samping anaknya.

Dengan napas tersengal, anak itu menjawab lirih. "Aku mengalami mimpi buruk. Di dalam mimpi itu, aku melihat kalian semua terbunuh," ucapnya dengan butiran bening mengalir dari ujung mata.

Kedua orang tua anak tersebut saling pandang. Memikirkan apa yang dikatakan putranya di tengah malam.

Selama ini ketika anaknya bermimpi, semua mimpi tersebut akan menjadi kenyataan. Kedua orang tua anak tersebut segera memeluk anaknya dan mencoba untuk menenangkan diri.

Aarav, adalah seorang anak yang memiliki kemampuan sangat langka di sebuah desa. Kemampuan tersebut adalah melihat masa depan dengan mengandalkan sebuah mimpi. Ketika seseorang tidak bermimpi, besar kemungkinan mimpi tersebut akan menjadi kenyataan.

"Tidak perlu memikirkan hal tersebut. Semua itu hanya mimpi," ujar sang Ayah sambil mengusap rambut Aarav.

"Aku takut ... Aku takut jika semua itu menjadi kenyataan." Butiran bening semakin deras mengalir dari ujung mata.

Ayah Aarav membaringkan tubuhnya di samping Aarav. "Kami akan menemanimu tidur." Ayah mengusap kepala Aarav, menenangkan perasaan yang masih tersisa di dalam dada.

"Semua akan baik-baik saja. Tidak akan pernah kubiarkan hal itu terjadi," batin Ibu sembari menyelimuti Aarav dengan penuh kasih sayang.

Hingga pagi menjelang, orang tua Aarav masih saja memeluk tubuhnya. Sinar mentari pagi menusuk wajah mereka bertiga, bermandikan dengan suara burung berkicau di luar rumah.

Orang pertama yang membuka mata adalah Aarav. Dengan pikiran yang sudah melupakan kejadian mimpi semalam, Aarav bangkit sambil tersenyum sangat lebar. Anak yang masih berumur tujuh tahun, harus merasakan banyak penderitaan karena kemampuan yang dia miliki.

"Ayah, ayo bangun dan latihan pagi." Aarav menggerakkan tubuh ayahnya. "Ayah sudah berjanji akan menjadikanku paling kuat di desa ini. Ayo segera berlatih!"

Ayah Aarav mengerjapkan mata, malas bangkit dari tidur. Dengan keadaan masih setengah sadar, dia mengusap mata yang masih merasakan kantuk.

"Biarkan Ayah tidur beberapa menit lagi." Ayah kembali memjamkan mata, melanjutkan tidur yang sempat diganggu Aarav.

Baru beberapa saat memejamkan mata, terdengar suara ketukan pintu. Semakin dibiarkan, suara ketukan tersebut justru semakin kencang didengar.

Dengan tubuh malas bangkit dari tempat tidur, Ayah melompat dan berjalan malas menuju pintu rumah.

"Neer! Cepat buka pintu. Keadaan darurat!" teriak seseorang di luar rumah semakin kencang mengetuk pintu.

"Apa yang terjadi?" tanya Neer sambil mengucek bola mata yang masih mengantuk. Melihat orang yang sedang berdiri di depan rumah. Memiliki rambut putih sepanjang bahu, pakaian dari kulit rusa, dan terdapat pedang yang tersampir di pinggul.

"Desa Fa Ma ..." Orang berambut putih tersengal, napasnya tidak teratur untuk menjelaskan segala kejadian.

"Ada apa dengan desa Fa Ma?" Setelah mendengar desa Fa Ma dari mulut orang tersebut. Bola mata Neer terbelalak lebar.

Desa Fa Ma memang terkenal dengan kekejaman warganya. Setiap kali mereka melakukan pergerakan, seluruh desa yang didatangi akan hancur saat itu juga.

Setelah menghela napas beberapa kali dan menenangkan diri, orang berambut putih langsung menjelaskan apa yang dia ketahui kepada Neer.

"Desa Fa Ma sedang menuju ke sini. Mereka membawa ribuan pasukan. Mereka semua memiliki aura mengerikan dan mengeluarkan kebencian setiap kali melangkah," jelas orang berambut putih.

Bagaikan disambar petir di siang hari. Neer hampir saja terjatuh karena kehilangan keseimbangan tubuh. Kekuatan yang ada di kakinya seakan menghilang saat itu juga. Lutut yang selama ini begitu kuat menahan beban tubuh, sekarang sudah seperti lidi yang telah dipatahkan.

"Apa kau yakin dengan informasi tersebut?" tanya Neer setelah terjatuh. Wajahnya menunduk dengan keringat mengucur dari sekuruh tubuh.

"Tidak salah lagi. Aku sudah melihatnya dengan kepala mataku sendiri. Mereka sedang menuju ke desa ini dengan ratusan pasukan yang mengerikan. Jika melihat jalur yang dilewati, mereka akan sampai di desa ini sekitar sore hari atau paling lambat malam."

Napas Neer semakin tidak teratur. Otaknya berputar begitu cepat, mencari solusi apa yang akan dia lakukan. Memiliki kemampuan analisis yang buruk, adalah salah satu kelemahan yang dimiliki desa Tai Fa. Desa yang ditempati oleh Neer dan seluruh warga desa.

"Segera jelaskan kejadian ini kepada kepala desa. Kita akan melakukan penyergapan atas kedatangan desa Fa Ma. Apa pun yang terjadi, jangan sampai mereka berhasil masuk ke dalam desa ini." Neer bangkit dari duduk, berjalan ke dalam rumah, dan berhenti di tengah ruang.

Beberapa saat kemudian, Neer mengangkat tangan. Kemudian menghantamkan kepalan tangan di bawah kaki. Lantai kayu yang sebelumnya melapisi, hancur berkeping-keping. Pecahan kayu bertaburan ke udara, menyebar ke seluruh ruangan.

Aarav yang sebelumnya ada di dalam kamar, mendengar suara keras di ruang tamu. Kaki kecilnya segera berlari menuju arah suara, menatap Neer yang sudah memegang sebuah busur bersinar.

Aarav memegang kepala ketika melihat busur bersinar. Otaknya menampilkan sebuah gambar di mana ayahnya memegang busur dengan darah mengucur pada wajah.

"Ayah ... busur itu ..." Aarav terbata sambil menunjuk Neer. "Tidak mungkin. Semua itu tidak mungkin!" Setelah berteriak, butiran bening mengalir di ujung mata.

Neer yang mendengar teriakan Aarav, segera berlari menuju sumber suara. "Apa yang terjadi, Aarav? Kenapa menangis seperti ini." Menyentuh bahu Aarav, mencoba menenangkan.

"Busur itu." Aarav menunjuk busur yang digenggam Neer. "Aku melihatnya di dalam mimpi. Ayah memegangnya dan banyak darah di tubuh Ayah." Aarav berlari ke arah Neer, menarik busur, dan mencoba untuk membuangnya.

Beban busur yang belum sanggup diangkat Aarav, membuatnya tidak dapat menyeimbangkan tubuh. Pada saat menarik busur yang dipegang Neer, Aarav langsung terjatuh tanpa dapat mengangkatnya sedikit pun.

"Apa yang kau katakan sejak tadi?" Neer berusaha mengambil busur yang saat ini ada dalam genggaman tangan Aarav. "Kembalikan senjata Ayah sekarang. Senjata itu sangat diperlukan untuk saat ini."

"Tidak!" tolak Aarav begitu kuat. "Aku akan menghancurkan busur ini dengan tanganku sendiri. Tidak akan kubiarkan Ayah menggunakan busur ini!" Dengan sekuat tenaga, Aarav mencoba mengangkat busur.

Hingga akhirnya, dia berhasil menyeret busur tersebut keluar dari rumah. Napas tersengal dengan keringat bercucuran, Aarav berusaha begitu keras.

Pada saat yang sama ketika Aarav berniat membuang busur Neer. Puluhan warga desa berlari menuju rumahnya, berbagai senjata juga mereka bawa dalam genggaman tangan.

"Aarav, segera pergi bersama ibu dari desa ini." Neer memegang bahu Aarav, menariknya agar tidak berjalan terlalu jauh.

"Tidak!" tolak Aarav menepis tangan Neer. "Aku akan tinggal di sini bersama Ayah. Apapun yang terjadi, aku tidak akan membiarkan hal buruk terjadi pada Ayah!"

"Ayana, segera bawa Aarav pergi dari tempat ini," pinta Neer pada sosok wanita yang berdiri di belakangnya.

Tanpa menunggu perintah dua kali, wanita tersebut segera berlari dan menggendong Aarav pergi dari hadapan Neer.

avataravatar
Next chapter