1 1.Calendula Pasti Iri

"Ayah, hati-hati!" teriak Sofia.

Gadis dengan tubuh tak terlalu tinggi dan kulit seputih susu, namun keindahannya tertutup dengan lumpur juga luka gores di sekerat jasmaninya.

Sofia mendongak, memperhatikan sang ayah yang tengah sibuk menyadap nira. Tepat di ketinggian 3,5 meter dari bumi yang sedang ia pijak.

"Kamu istirahat dulu, Nak!" pinta sang ayah dengan sedikit berteriak.

Sofia mengangguk ribut, namun wanita itu tetap enggan beristirahat. Tubuh mungilnya, ia bawa untuk berjalan ke tengah hutan guna mencari tanaman obat.

Tidak peduli saat banyaknya rumor mengatakan, jika ada harimau di dalam sana. Yang terpenting, ia mendapatkan obat untuk sang ayah yang mulai sakit-sakitan di usia senjanya.

"Tadi, hawanya panas sekali. Kenapa, tiba-tiba mendung seperti ini?" gumam Sofia, sembari menalikan simpul pakaiannya yang hampir terlepas akibat terlalu aktif bergerak.

Wanita itu terus bersenandung ringan, bermaksud untuk menyingkirkan rasa takut yang mulai menggelayuti pikirannya.

Hingga tiba-tiba, teriakan seorang pria memekakkan indra pendengaran Sofia. Wanita itu langsung berlari, meninggalkan tanaman obat yang sudah ia kumpulkan.

Sofia, berusaha menemukan sumber suara teriakan manusia di tengah hutan terlarang yang tengah ia masuki.

"Siapa? Siapa di sana? Apa, terjadi sesuatu?" teriak Sofia.

"T-tolong. Argghh! Tolong saya!"

Sofia langsung berlari, ia berhasil menemukan sumber suara yang merintih meminta pertolongan sayup-sayup terdengar.

"Tuan, Anda terluka! Apa, yang Anda lakukan di tengah hutan seperti ini?" tanya Sofia panik.

Kaki pria tinggi yang sedang setengah terbaring itu mengeluarkan banyak darah segar. Tidak salah lagi, pasti ini akibat serangan hewan buas.

"Anda, pucat sekali Tuan. Saya, tidak terlalu kuat jika harus membopong tubuh besar Anda!" ujar Sofia sembari terus mencoba menghentikan pendarahan di kaki pria asing itu.

Sofia menatap awas ke arah sekitar. Beberapa busur panah mewah ia temukan, juga kuda sewarna arang gagah berdiri tak jauh darinya.

"Itu, kuda Anda?" tanya Sofia sembari memiringkan kepalanya.

"Indah sekali," gumam sang pria.

Sofia mengerjapkan matanya beberapa kali, "Apanya, Tuan? Nama Tuan, siapa?" tanya wanita itu sembari membantu sang pria berdiri.

"Zen Will– ahmaksudku, Zeno Bridgestone!" jawab pria berahang tegas itu.

Sofia mengangguk paham, " Baiklah, saya Sofia Charllote. Rumah Tuan, di sebelah mana?"

"Jauh, sangat jauh!" jawab Zeno dengan cepat.

"Berkenan ikut saya, sebentar? Ayah saya sedang menyadap nira, tidak jauh dari hutan ini. Siapa tahu beliau bisa membantu Anda," tawar Sofia.

Zeno mengangguk yakin, "Tentu, tentu saja."

Sofia memapah tubuh besar Zeno dengan susah payah. Hingga beberapa puluh menit kemudian, ia menemukan sang ayah sudah beristirahat di bawah pohon sembari meneguk bekal minumannya.

"Ayah, saya menemukan pemuda ini. Dia terluka di tengah hutan, sepertinya hewan buas di dalam sana menyerang dirinya," ucap Sofia.

Ayah Sofia menatap sang pemuda dari atas hingga ke bawah. Dari pakaian yang dikenakan sang pemuda, ayah Sofia dapat menyimpulkan jika lelaki itu bukan orang sembarangan.

"Anak muda, dari Kerajaan mana?" tanya Ayah Sofia.

"Saya pemburu, Tuan. Saya sedang berburu hewan untuk saya makan bersama dengan teman-teman saya. Namun, mereka menghilang begitu saja. Lalu, saat saya lengah, ada dua ekor harimau yang menyerang saya dari belakang." Zeno menjawab pertanyaan ayah Sofia dengan sopan.

Ayah Sofia berdiri, "Baiklah. Jika anak muda mau, silakan ikut ke kediaman kami. Saya beserta istri dan anak saya akan membantu Anda hingga pulih kembali," tawarnya.

Zeno menganggukkan kepalanya, lelaki itu berjalan dengan bantuan ayah Sofia. Sedangkan Sofia sendiri, membuntutinya dari belakang.

Setelah berjalan lumayan jauh, akhirnya mereka telah sampai pada kediaman Sofia dan keluarganya.

"Gubuk kami kecil, apa anak muda tidak masalah?" tanya ayah Sofia.

Zeno menggeleng pelan, "Tidak Tuan, saya terbiasa tidur di mana pun. Bahkan di tengah hutan sekali pun," jelasnya.

Sedari tadi mata Sofia enggan berkedip. Seluruh afeksi-nya tertuju penuh ke arah Zeno, tatapan netra menunjukkan ada ketertarikan di dalam sana.

"Sofia, bawakan obat tumbuk untuk mengobati luka pemuda ini. Siapa, namamu anak muda?" tanya ibu Sofia.

"Zeno Bridgestone, Nyonya. Anda bisa memanggil saya, Zeno," jawabnya.

Ibu Sofia mengangguk paham, "Dari pakaian yang Ananda kenakan, sepertinya keluarga Ananda adalah jajaran orang penting di Kerajaan. Apa saya benar?"

Zeno tampak sedikit gugup, "Saya, sahabat Pangeran Mahkota Zen William. Dia, sering memberikan barang-barang yang sudah tidak beliau pakai kepada saya."

Dengan telaten, Sofia dan ibunya membersihkan luka yang tampak dalam di kaki Zeno. Setelah usai, mereka meminta pemuda itu untuk segera beristirahat di dalam kamar Sofia.

"Ibu, lalu Sofia tidur di mana malam ini?" tanya Sofia.

Ayah Sofia menyahuti, "Tidur dengan ibumu, Nak. Biar Ayah tidur di depan sekaligus berjaga."

Langit yang menggelap, dengan tetes gerimis yang menambah sunyi juga dingin yang menerpa kulit. Di dalam sana, Sofia tidak dapat memejamkan matanya. Bayangan wajah tampan Zeno mengganggunya.

"Tidak! Jangan seperti ini. Sadar Sofia!" gumamnya.

***

Sudah hampir 2 bulan lamanya, Zeno tinggal bersama keluarga Sofia. Pemuda itu berjalan masih sedikit pincang, namun jika hanya membantu mengerjakan pekerjaan ringan, ia masih sanggup.

Zeno dan Sofia juga semakin dekat. Pria dengan tahi lalat di bawah sudut mata itu, selalu menemani Sofia memasuki hutan untuk mencari tanaman obat.

"Sofia ...," panggil Zeno sembari menatap lurus ke arah sekumpulan bunga calendula.

"Ya, Zeno?" sahut Sofia.

"Bunga Calendula, pasti iri denganmu." Zeno bergerak, memetik bunga kuning yang biasa orang kenal dengan sebutan bunga marigold.

"Iri? Untuk apa, bunga secantik dia merasa iri denganku?" kekeh Sofia, ia menganggap Zeno sedang bercanda dengannya.

"Dia, dikenal sebagai bunga penyembuh luka. Namun, nyatanya senyuman Sofia lebih manjur untuk menyembuhkan luka yang ada padaku," jelas Zeno.

Sofia mengalihkan pandangan ke arah lain, asal bukan Zeno. Pipi putihnya kini bersemu merah muda, terlihat jelas jika wanita cantik itu sedang tersipu malu.

"Zeno, sepertinya sebentar lagi turun hujan. Lebih baik kita segera pulang. Ayah dan ibu pasti sangat menghawatirkan kita," ajak Sofia.

Zeno menurut, pria itu berdiri dan membisikkan sesuatu tepat di telinga Sofia. Yang mana, membuat tubuh wanita itu menegang, antara senang, malu dan juga bimbang.

"Indah sekali, kenapa kita baru bertemu sekarang. Maukah, Sofia menjadi Calendula penyembuh luka untukku? Menikahlah denganku, Sofia. Zeno Bridgestone mempersunting dirimu," bisik pemuda itu.

Sofia semakin menundukkan pandangannya, ia tidak tahu harus menjawab apa. Ia mencintai Zeno, namun Sofia tidak tahu asal usul sang pria dengan jelas. Lagi pula, apakah orang tuanya akan memberikan restu?

"Zeno, hujan deras!" seru Sofia.

Langit semakin gelap dengan kilatan petir yang menyambar. Suara gemuruh bersahut-sahutan, membuat kedua anak manusia berbeda kasta itu basah kuyup dan menggigil kedinginan.

"Sofia, lari ke arah sana. Ada gubuk kecil, saya sering melepas penat di sana saat dilanda lelah kala berburu," ajak pemuda itu.

Sofia mengangguk, menyetujui arahan Zeno. Mereka berlari tergesa hingga sampai di gubuk yang Zeno maksud.

Keduanya masuk, dengan tubuh yang tampak gemetar akibat kedinginan. "Sofia, kamu pucat sekali."

avataravatar
Next chapter