webnovel

The Jerk Billionaire

Demi mendapatkan gadis yang terpilih nanti, aku akan menghalalkan segala cara dan upaya, sekali pun dengan paksaan serta ancaman kejam. Aku tahu, aku pria brengsek. Tapi demi menaklukannya dan menyingkirkan segala yang menjadi hambatan, aku harus melakukannya. Aku harus membuatnya jatuh cinta padaku saat aku sudah jatuh cinta padanya, bagaimana pun caranya cintaku harus terbalaskan. - Adelardo Cetta Early -

BebbyShin · Urban
Not enough ratings
13 Chs

Tujuh

Hari minggu, harinya babang Aderaldo dong!

Sini para bucin, merapat! Mo slepet apa nih sama org yg nanyai ukuran bra orang lain wkwkwk

🤣🤣🤣🤣

Happy Reading 💋🌹

🌲🌲🌲🌲🌲

"Apa kau melihat Naara?" tanya Xion pada orang-orang yang seharusnya berada satu kelas dengan wanita itu.

Mereka semua menggeleng dan beberapa tak acuh menanggapi pertanyaan Xion. Pria itu sangat hapal dengan jadwal perkuliahan Naara, maka dari itu pria itu tadi pagi pergi ke apartmen Naara untuk mengajaknya pergi bersama ke kampus namun, wanita itu sudah tidak ada di tempat tinggalnya.

"Baiklah, terima kasih," Xion berjalan lagi menyusuri koridor mencari keberadaan Naara, sang sahabat.

Kedua mata sipitnya menangkap sosok Hanie sedang berjalan menuju salah satu kelas.

"Hanieee," teriak Xion dan wanita itu berhenti berjalan lalu menoleh ke belakang.

"Xion, ada apa?" tanya Hanie saat pria itu berjalan mendekat padanya.

"Kau melihat Naara?" tanya Xion balik tanpa basa-basi.

Hanie menggeleng. "Aku tidak melihatnya,"

"Ah- kemana dia. Aku tadi mampir bermaksud untuk menjemputnya, tapi apartmennya kosong," keluh Xion.

Hanie bersedekap tangan di dada. "Kau sudah mencoba menghubungi ponselnya?" tanya Hanie dan Xion menepuk dahinya cukup kencang.

"Astaga. Bagaimana mungkin aku tidak terpikirkan untuk meneleponnya. Aku benar-benar bodoh," ucap Xion.

Hanie mengibaskan tangannya ke udara. "Ya, kau memang bodoh dan gegabah,"

Xion segera menghubungi ponsel Naara. Sudah keempat kalinya ia menghubungi, tapi tidak diangkat. Panggilan kelima, nomor ponselnya sudah tidak bisa di hubungi lagi alias tidak aktif.

Xion mendesah kesal sembari memandang layar ponselnya. Ia menatap Hanie yang bertanya lewat isyarat matanya.

"Tidak diangkat dan terakhir nomornya tidak aktif. Aku sangat khawatir," ucap Xion.

Pria itu menyandarkan punggungnya pada tembok yang ada di belakangnya. "Kemana Naara sebenarnya? Apa aku harus menghubungi Uncle dan Aunty nya?"

Hanie menggeleng cepat.

"Jangan menambah kekhawatiran mereka. Lebih baik kita usaha mencarinya terlebih dahulu, mungkin saja Naara sedang berada di perpustakaan," kata Hanie menenangkan Xion.

Xion menyimpan kembali ponselnya dan melangkah mengikuti Hanie yang mengajaknya untuk pergi mencari keberadaan Naara di sekitar kampusnya.

🌲🌲🌲🌲🌲

"Berapa ukuran bra-mu dan juga underwear mu?" bisik Aderaldo tepat di telinga Naara.

Pertanyaan pria brengsek di mata Naara itu sukses membuatnya naik pitam beratus kali lipat. Tamparan keras mendarat di pipi Aderaldo dari tangan mungil Naara. Hadiah atas pertanyaan kurang ajar pria itu untuknya.

Aderaldo mengelus pipinya lalu menatap Naara dengan senyum smirknya.

"Apa ada yang salah dengan pertanyaanku?" tanya Aderaldo santai tanpa beban.

Naara melotot garang mendengar pertanyaan pria itu seakan tidak ada dosa.

"Kau masih menanyakan salah atau tidak pertanyaanmu itu? Hah? Tidak bisa dipercaya. Kau gila!" kesal Naara.

"Menurutku tidak ada yang salah dengan pertanyaan itu," ucap Aderaldo.

"Untuk apa kau menanyakan ukuran pakaian dalam seorang wanita? Apa kau sekurang kerjaan itu? Kau memang benar-benar brengsek!" kata Naara menggenggam telapak tangannya erat menahan emosinya.

Aderaldo tertawa terpaksa.

Ha.. Ha.. Ha..

"Memangnya jika seseorang menanyakan ukuran bra dan underwear mu itu pasti seseorang yang brengsek? Kau bahkan tidak tahu alasan jelas orang tersebut menanyakan itu padamu. Kau lucu. Kau hanya pintar di pelajaran sepertinya, tapi tidak dalam hal lainnya," cibir Aderaldo dan Naara cukup tersinggung tentang itu.

"Tentu saja brengsek, karena orang yang menanyakan itu adalah kau. Sudah jelas bukan, alasannya jika kau yang menanyakannya karena kau si pria mesum," emosi Naara.

Kali ini tawa Aderaldo tidak terpaksa melainkan cukup lebar karena ucapan seorang Naara. Wanita cerdas namun, polos. Wanita di depannya ini tidak akan segan mengatakan apa pun yang ada di dalam pikirannya secara blak-blakan. Pria tampan itu merasa sangat senang mendapatkan mainan seperti Naara.

"Aku menanyakan ukuran pakaian dalam mu karena aku ingin kau menjadi salah satu model untuk launching brand pakaian dalam terbaik yang diproduksi perusahaan ini. Aku ingin Brand Ambassadornya diganti dari Gigi Hadid menjadi dirimu," jelas Aderaldo.

Mata Naara membulat sempurna, wajahnya pucat pias, mulutnya menganga, ucapan Aderaldo benar-benar seperti petir di siang hari saat langit cerah. Brand Ambassador? Mari kita ulangi lagi, dia meminta Naara menjadi BRAND AMBASSADOR perusahaan besarnya ini menggantikan supermodel dunia. Tidak masuk akal memang keinginan pria itu.

"Benar-benar sudah gila. Aku sama sekali tidak pernah berada di dalam bidikan kamera. Aku menolaknya. Aku tidak mau," desis Naara setelah pikirannya pulih kembali.

"Penolakanmu aku terima," jawab Aderaldo cepat dan Naara kembali lagi terkejut.

Tidak menyangka jika pria itu akan sangat cepat menyetujui ucapannya.

"Kau boleh saja menolak untuk pekerjaan itu, tapi kau tidak bisa menolak untuk menjadi kekasihku," kata Aderaldo dengan senyum sejuta pesonanya.

Naara memejamkan mata menahan geram pada pria arogan di hadapannya ini. Saat ia ingin membalas perkataan Aderaldo, ponselnya berdering berkali-kali. Ekspresi Naara begitu cemas melihat nama si penelepon. Ia tidak ingin Xion tahu tentang keberadaannya, ia juga tidak ingin Xion terlibat terlalu jauh dan berurusan dengan pria brengsek macam Aderaldo yang mengerikan ini.

Wanita itu diam dan terus memandangi layar ponselnya. Pada dering kelima, ponsel Naara sudah terbang ke udara dan mendarat di tempat tujuan. Aderaldo mengambilnya dan melemparkan ponsel Naara ke dalam tempat sampah.

Naara menganga sambil melotot garang.

Baru satu langkah ia bergerak, Aderaldo mencekal lengannya cepat.

"Kau membuang ponselku, Sialan!" maki Naara.

"Dering ponsel murahanmu mengganggu telingaku," ucap Aderaldo tenang.

"Xion meneleponku. Oh, astaga. Lepaskan tanganku," ronta Naara dan ekspresi Aderaldo seketika berubah mengerikan.

Aura kemarahan pria tampan itu menguar begitu saja saat nama Xion keluar dari mulut Naara. Pria berkuasa itu mencengkeram pipi Naara kuat sambil menggeram menahan emosi, menatap Naara lekat dengan sorot mata marah.

"Aku bahkan tidak peduli siapa yang meneleponmu. Terlebih manusia tidak berguna itu. Jangan berani mendekatinya lagi atau aku akan menghancurkannya sampai menjadi debu. Aku tidak suka mainanku diusik orang lain. Kau mengerti," desis pria itu pada Naara.

Aderaldo melepaskan cengkeramannya di pipi Naara dan menyugar rambutnya membelakangi wanita cantik itu. Naara sendiri gemetar ketakutan dan menahan rasa sakit di pipinya akibat perlakuan Aderaldo padanya.

Wanita itu menutup rapat mulutnya dan memilih untuk berjongkok di lantai sambil menatap karpet mahal ruangan tersebut.

"Berdiri dan duduklah dengan benar di atas sofa. Kau bukan seorang pengemis," kata Aderaldo datar sambil berjalan menuju meja kerjanya.

Kata mainan terngiang selalu di kepala Naara. Wanita itu ingin sekali melawan, hanya saja dirinya sadar ia tidak punya kuasa apapun saat ini, terlebih fakta mengerikan jika Aderaldo adalah pemilik saham terbesar di Universitas yang kini sedang ia enyam. Tapi ia tidak akan tinggal diam jika pria itu semakin bersikap kurang ajar.

"Bagaimana aku mengabari Paman dan Bibi? Jika aku sekarang tidak memiliki ponsel?" gumam Naara.

"Lima menit lagi ponsel baru untukmu akan datang," ujar Aderaldo sambil menandatangani lembaran kertas di hadapannya.

Naara menatap lekat pria itu sambil mengepalkan kedua tangannya di atas paha. Andai saja memukul kepala orang hingga berdarah atau bila perlu amnesia bukan tindakan kriminal, Naara ingin sekali melakukannya pada Aderaldo. Manusia paling egois di muka bumi ini yang pernah Naara ketahui.

Ketukan pintu ruang kerja Aderaldo berbunyi. Seorang wanita yang tadi sempat menatapnya sinis sebelum ia masuk ruangan ini, berjalan masuk menuju meja Aderaldo membawa tiga buah paperbag.

Dua paperbag bertuliskan Victoria Secret dan satu lagi berlogo apple digigit diletakkan di atas meja kerja pria tampan itu. Baru saja sang sekretaris ingin membuka mulut, segera disela oleh Aderaldo.

"Keluar. Tinggalkan kami berdua," usir Aderaldo tanpa ragu.

Wanita itu tampak kesal mendengar titah dari pimpinannya. Ia menghentakan Stiletto nya berjalan meninggalkan ruangan. Naara menatap wanita itu ngeri. Cantik, tapi terlihat seperti jalang.

Sepeninggalan sekretarisnya, Aderaldo menyuruh Naara untuk duduk di kursi yang ada di depan mejanya. Wanita itu tampak enggan namun, melihat tatapan menyeramkan Aderaldo membuatnya berubah pikiran. Kakinya melangkah tanpa bisa dicegah.

Pria itu berjalan meninggalkan kursi kebanggaannya dan berdiri menyandar di meja, bersebelahan dengan kursi yang Naara duduki.

"Buka paperbag itu," perintah Aderaldo.

Naara membukanya lalu menganga melihat benda ditangannya. Sebuah smartphone mewah yang harganya selangit. Ia bahkan tidak berani memimpikan memiliki barang mewah tersebut.

"Itu ponsel untukmu. Aku sudah mengatur semua kontak di dalam sana. Kau tidak boleh mengabaikan panggilanku jika aku meneleponmu kapan pun dan jam berapa pun. Kau harus ingat itu," tekan Aderaldo.

"Aku tidak mau menerima ini," Naara meletakan ponsel itu.

"Kau ambil atau aku akan membuang seluruh isi yang ada di dalam apartmenmu?" ancam Aderaldo.

Naara kembali mendesah kesal mendengar ancaman pria tampan tidak berotak ini. Wanita itu segera mengambil ponsel itu dan melemparkannya ke dalam tas begitu saja. Aderaldo tersenyum melihatnya.

Pria itu kembali mengisyaratkan agar Naara membuka kembali dua paperbag lainnya yang berada di atas meja. Wanita itu menatap lekat wajah Aderaldo.

'Kenapa pria sempurna ini berkelakuan sangat minus. Sayang sekali,' batin Naara.

Naara meraih paperbag bertuliskan Victoria Secret. Wanita cantik itu menganga dan melotot setelah melihat isi dalamnya.

Satu set pakaian dalam. Dengan polosnya Naara memasangkan bra itu dari luar baju yang ia kenakan dan ternyata pas. Wanita itu melempar bra dan juga celana dalam tersebut tepat di wajah Aderaldo.

Ia tidak bisa menahan amarahnya lagi. Ia benar-benar membenci pria dihadapannya ini. Ia berdoa agar jangan sampai ia jatuh cinta hanya karena ketampanannya saja.

"Kau memang benar-benar pria brengsek!" bentak Naara emosi.

Aderaldo tertawa sambil menatap pakaian dalam itu di genggaman tangannya.

"Kau ingin aku yang memasangkannya?" tanya Aderaldo tanpa rasa bersalah.

Naara menggeram dengan tangan terkepal kuat.

"Kemana isi kepalamu, HAH!" geram Naara.

Aderaldo melempar pakaian dalam itu ke atas sofa dan berjalan menuju Naara berdiri. Tatapan mata pria itu lurus menatap lekat Naara dengan senyum miring di wajah tampannya. Seperkian detik ekspresinya terlihat begitu seksi dan menawan membuat jantung Naara kebat kebit dibuatnya.

Jika lebih lama Naara menatap mata pria itu, sudah bisa dipastikan ia akan jatuh cinta dan terperangkap dalam permainannya, untuk itu Naara segera membuang pandangan ke arah lain sambil menggigit bibir bawahnya kuat. Merapalkan mantra agar pria itu tidak menyakiti dirinya lagi.

Flatshoes Naara beradu dengan ujung sepatu pantofel mewah nan mahal milik si pria tampan berhati iblis.

"Aku ingin melihatmu memakai pakaian dalam itu, karena tali bra yang kau pakai ini merusak pandangan mataku," ucap Aderaldo sambil menarik tali bra yang terlihat saat kemeja yang dikenakan Naara sedikit terbuka.

"Kau pasti akan terlihat seksi memakai bra itu, ukuran jeli kembarmu cukup dalam genggamanku, 36B,"

Setelah membisikkan kata-kata keramat itu, lagi-lagi pria itu meraup bibir penuh milik Naara tanpa permisi, bersamaan dengan tangan lebarnya meremas bokong sintal wanita itu.

🌲🌲🌲🌲🌲

ape lo semua, HAH!

wkwkwkwk 🤣🤣🤣