webnovel

The Jerk Billionaire

Demi mendapatkan gadis yang terpilih nanti, aku akan menghalalkan segala cara dan upaya, sekali pun dengan paksaan serta ancaman kejam. Aku tahu, aku pria brengsek. Tapi demi menaklukannya dan menyingkirkan segala yang menjadi hambatan, aku harus melakukannya. Aku harus membuatnya jatuh cinta padaku saat aku sudah jatuh cinta padanya, bagaimana pun caranya cintaku harus terbalaskan. - Adelardo Cetta Early -

BebbyShin · Urban
Not enough ratings
13 Chs

Tiga

Kangen gak sama updatean Shin?

Di usahain update semampunya aja 🥺

Maaciuw ya udah mau sabar nunggu updatean semua cerita Shin ❤️ Sayang kalian muaah

Happy Reading

🌲🌲🌲🌲🌲

Kegiatan belajar mengajar di kampus baru cukup menyita fokus Naara. Wanita itu mengikuti setiap kelas yang dengan baik. Hatinya begitu senang bisa berkesempatan kuliah di kampus yang bergengsi itu.

Hari sudah beranjak siang. Ia memilih untuk keluar kelas dan mencari keberadaan Xion. Hari ini, Naara dan Xion berada di kelas yang berbeda. Naara melangkahkan kakinya menyusuri koridor mencari ruangan Xion atau Hanie, karena baru mereka berdua yang Naara kenal di luar beberapa mahasiswa yang satu ruangan dengannya.

Matanya kembali lagi menatap pria yang kata Hanie berbahaya itu. Pria itu memakai setelan serba hitam, membuatnya terlihat begitu tampan dan juga misterius. Naara menggeleng mengenyahkan pikiran untuk memuji pria bejat dan mesum itu. Dirinya jangan sampai menyukai atau berhubungan dengan pria itu.

Aderaldo menatap lekat Naara saat wanita itu berjalan menuju tempatnya menyandar. Sebenarnya hari ini, Aderaldo sama sekali tidak memiliki kelas, ia mempunyai jadwal meeting yang padat di kantornya, tapi masih menyempatkan diri untuk sekadar mampir melihat calon mainannya.

Pria itu tersenyum miring saat melihat Naara memilih untuk menghindarinya. Gurat ketakutan di wajah wanita itu semakin membuat Aderaldo senang.

"Tunggu saja. Kita lihat, apa kau masih bisa menghindari pesonaku?" gumam Aderaldo.

Naara berbelok arah dan tidak sengaja ia bertemu dengan Hanie dan temannya.

"Hai, Naara," sapa Hanie antusias.

Naara tersenyum lebar menatap Hanie dan juga wanita di samping Hanie.

"Hai," balas Naara.

"Kenalkan Naara, ini sahabat baikku. Dia Caroline," Naara mengulurkan tangannya dan disambut baik orh Caroline.

"Aku Naara Kiva. Senang berkenalan denganmu, Caroline," ucap Naara.

"Kau mau ke mana?" tanya Hanie pada Naara.

"Aku sedang mencari Xion, apa kau melihatnya?" Naara balik bertanya.

"Entahlah. Aku belum melihatnya hari ini. Kau ingin aku temani mencari Xion? Atau kau ingin ikut kami ke perpustakaan?" tanya Hanie lagi.

"Aku ikut kalian saja," putus Naara.

Ketiga wanita itu berjalan menuju perpustakaan dengan berbincang santai mengenai teknik mengajar dosen-dosen mereka. Ketika asyik berbincang, Naara menangkap sosok Xion. Pria itu sedang berbincang akrab dengan beberapa wanita.

Rasa kesal dan cemburu muncul secara kurang ajar di dalam diri Naara. Wanita itu cemburu ketika salah satu dari beberapa wanita yang berbincang dengan Xion memeluk lengan pria itu dengan santai dan Xion membiarkannya. Sialan!

"Dasar menyebalkan!" gumam Naara dan terdengar oleh Hanie juga Caroline.

Hanie menyenggol lengan Naara dan menggodanya. "Kau cemburu melihat Xion bersama wanita-wanita itu?"

Naara menoleh dan melotot dengan cepat gadis itu menggeleng kuat, ia salah tingkah. "Aku tidak cemburu,"

Kebetulan Xion menoleh dan segera pamit pada wanita yang tengah berbincang dengannya. Xion berjalan mendekati Naara. Gadis itu memilih untuk membuang wajah ke arah lain. Hatinya kesal bukan main, tapi ia tidak bisa berbuat apa pun sayangnya.

"Naara!" panggil Xion dan gadis itu terus berjalan tanpa memerdulikan panggilan sahabatnya itu. Suara Xion lenyap , digantikan dengan suara riuh para wanita yang tadi mengelilingi Xion. Wanita-wanita itu rupanya memaksa Xion untuk ikut bersama mereka untuk menonton pertandingan basket antar fakultas di gedung indoor olahraga.

Naara mendesah sampai ia lupa berjalan mendahului Hanie dan Caroline. Wanita itu menahan diri agar tidak meledakan amarah yang muncul tiba-tiba melihat Xion dekat wanita lain.

Hanie dan Caroline hanya bisa menggeleng melihat pemandangan di depan mereka.

"Wow! Mereka berdua terlihat sangat serasi," gumam Caroline dan Hanie menoleh ke arah sahabatnya itu.

"Kau membicarakan siapa, Car," tanya Hanie penasaran.

"Naara dan ---, ouch, shit!" umpat Caroline saat tubuhnya oleng karena ditabrak tidak sengaja oleh segerombolan wanita yang sedang menjerit-jeritkan nama Aderaldo.

"Mereka selalu bar-bar jika sudah berada di dalam radius Aderaldo. Dasar wanita menor tidak tahu aturan!" omel Hanie sesaat gerombolan wanita membuntuti jalannya pria mesum, Aderaldo.

"Lupakan mereka, ayo kita susul Naara," ajak Caroline sambil mencoba menenangkan Hanie yang emosi.

🌲🌲🌲🌲🌲

Perpustakaan kampus itu begitu luas dan mewah. Buku-buku di sana juga sangat lengkap. Tapi sayangnya, besar dan luasnya perpustakaan itu tidak sebanding dengan pengunjungnya. Hanya beberapa gelintir mahasiswa yang berada di sana, kebanyakan dari mereka lebih suka mencari data lewat internet dibanding membaca buku tebal secara langsung.

Bagi Naara, perpustakaan adalah tempat yang menyenangkan sekaligus menenangkan. Ia senang sekali membaca, karena itu ia masuk dalam golongan salah satu mahasiswa berprestasi.

Naara menyisir setiap rak buku yang akan ia jadikan referensi tugasnya. Tangan serta matanya berkerjasama berkonsentrasi untuk menemukan buku yang ia cari. Senyum manis gadis itu mengembang ketika ia mendapatkan apa yang ia cari.

Gadis cantik itu menarik salah satu buku di dalam rak. Namun, buku tersebut tak lagi berada di tangannya melainkan berjatuhan ke lantai satu per satu. Kedua tangannya gemetaran sambil membekap mulutnya dan tubuhnya berbalik cepat menyandar pada rak buku yang ia ambil tadi.

Dengan tangan gemetaran Naara berjongkok dan memunguti buku-buku yang jatuh dan berusaha secepat mungkin pergi dari tempat itu. Naara menyusun buku itu dengan asal-asalan sambil menggerutu.

"Shit! Kenapa mereka melakukannya di tempat ini. Kenapa juga aku harus melihatnya lagi. Dasar Jerk! Mataku ternodai, lagi dan lagi. Sialan!" gerutu Naara.

Untuk kedua kalinya Naara memergoki Aderaldo sedang melakukan hal yang tidak senonoh untuknya. Pria itu sedang berciuman panas dengan seorang wanita yang berpakaian kurang bahan. Wanita berambut orange itu mencium Aderaldo dengan ganas, seperti singa betina yang sedang kelaparan. Sedangkan Aderaldo sendiri hanya berdiri tenang, mengikuti ritme yang diciptakan wanita itu sambil meremas bokong besar yang Naara yakini jika itu adalah bokong palsu.

Jantung Naara berdetak cepat dan bibirnya kelu melihat pemandangan panas seperti itu secara langsung. Bukan hanya itu yang membuat jantung Naara berdebar kencang, tatapan mata tajam Aderaldo adalah faktor terbesar yang memicu detakan ekstra jantungnya, karena belum sempat ia melarikan diri dari tempat itu, mata mereka sempat bersitatap satu sama lain.

🌲🌲🌲🌲🌲

Di tempat yang sama, Aderaldo segera menyudahi ciuman panasnya yang tiba-tiba terasa hambar dengan wanita yang bahkan tidak ia ketahui siapa namanya.

Pria itu mendorong tubuh wanita itu agar menjauhinya sampai duduk terjatuh. Bukan Aderaldo namanya jika pria itu akan peduli dengan keadaan wanita itu. Ia berjalan santai melangkahi tubuh wanita itu sambil mengelap bibirnya dengan sapu tangan miliknya.

Tatapan mata pria itu tak lepas dari sosok wanita incarannya. Wanita yang lagi-lagi menemukannya dalam keadaan basah. Basah di bibir dan basah di bagian bawah. Menggemaskan melihat wajah wanita itu memerah menahan malu dan kesal dalam waktu bersamaan.

Aderaldo menelisik setiap sudut ruangan di sana, mencari keberadaan wanita yang ia ketahui bernama Naara Kiva. Ia yakin wanita itu tidak keluar dari perpustakaan ini. Benar saja, wanita itu tengah duduk menelungkupkan kepalanya di atas meja.

"Ternyata ada hikmahnya aku tidak jadi buru-buru kembali ke kantor," gumam Aderaldo menyandar di salah satu rak.

"Tunggu waktu yang tepat, aku akan segera memenjarakanmu di kerajaanku, Kiva," desis pria berwajah malaikat berhati iblis.

Pandangan Aderaldo bersitatap dengan Hanie, Caroline dan Xion yang baru saja masuk ke dalam perpustakaan. Pria itu melipat kedua tangannya ke depan dada tanpa ekspresi di wajahnya.

Baik Hanie dan Caroline memilih untuk menundukkan pandangan dari Aderaldo. Xion yang tidak mengenal Aderaldo mengabaikan tatapan pria itu dan berjalan mendekati Naara yang masih menelungkupkan wajahnya ke atas meja.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Xion sambil memegang pundak Naara.

Wanita itu mendongak antara kaget dan juga senang dengan kehadiran Xion di sampingnya.

"Apa yang kau lakukan?" ulang Xion dan Naara menggeleng.

"Aku tidak melakukan apa pun. Kenapa kau ada di sini? Dan- hei, Hanie, Carol, kenapa kalian hanya berdiri di situ?" tanya Naara bingung.

Hanie dan Caroline serempak menggeleng tanpa ekspresi.

Aderaldo berjalan mendekati Naara dan Xion, saat keduanya sedang berbincang. Baru saja Xion ingin menyapa Aderaldo, saat pria itu tepat berdiri di belakang Naara mendadak melotot garang begitu pula Hanie dan Caroline yang terpekik dengan menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan mereka.

Aderaldo menepuk punggung Naara yang sontak membuat wanita itu menoleh cepat, dan dalam hitungan detik pula, Aderaldo mencondongkan badannya dan menempelkan bibirnya ke atas bibir Naara.

Naara melotot tanpa bisa mengelak. Pria itu tersenyum disela ciumannya pada bibir Naara. Dua lengan cukup kekar melepas paksa ciuman Aderaldo dan Naara dengan menarik bahu pria itu. Satu pukulan melayang di perut Aderaldo tanpa bisa dicegah hadiah dari Xion.

Aderaldo hanya berdecih sambil tersenyum miring ketika selesai mendapatkan hadiah pukulan dari Xion. Sedangkan Naara mengepalkan kedua tangannya sambil menahan tangis.

"Dasar brengsek! Beraninya kau mencium Naara!" bentak Xion marah.

Aderaldo memutar bola matanya seraya memasukkan kedua tangannya ke kantung celana kain yang ia pakai.

"Kau tidak ada hak untuk melarangku. Memangnya kau siapa?" desis Aderaldo.

Xion ingin melayangkan tinjunya pada wajah Aderaldo namun, ditahan oleh pria tampan berkemeja hitam itu.

"Jangan memancingku untuk menghancurkanmu," bisik Aderaldo pada Xion dan pria itu melangkah pergi dengan mengedipkan matanya ke arah Naara yang masih diam mematung.

Aderaldo bersiul dan melangkah santai meninggalkan kampus tercintanya.

"Manis! Aku menyukainya," gumam Aderaldo sambil mengelap bekas ciumannya bersama Naara barusan.

🌲🌲🌲🌲🌲

Jangan lupa tinggalin jejak kalian

Komen + Vote!!!

Thank you 😘😘😘