webnovel

Bab Empat

*****

Nana tahu jika Samuel pasti begitu kecewa atas perlakuannya. Meninggalkan pria itu ditengah-tengah puncak gairahnya tanpa menjelaskan alasan apapun. Sungguh Nana tidak bermaksud apapun, namun keadaan tidak memungkinkan. Saat Nana tengah larut dalam ciuman panas bersama Samuel, tiba-tiba Gilbert datang dan membisikan padanya jika Amanda tengah mabuk berat.

Saat ini, Nana tengah berkacak pinggang menatap seorang wanita yang kepalanya terkulai di atas meja bar. Nana berdecak kesal, pemandangan yang selalu ia dapatkan saat mengajak sahabatnya satu ini ke Club malam. Wanita kejam, ketus dan pemarah itu sama sekali bodoh mengenai minuman beralkohol. Nana mendesah pasrah, jika tadi sebelum ia turun berjoget Amanda yang menasehatinya agar berhati-hati, Nana lupa untuk mengingatkan balik sahabatnya itu untuk tidak banyak minum.

"Amanda memaksaku untuk memberikannya sebotol whisky. Ia meneguknya langsung dari botol dan berakhir seperti ini. Maafkan aku," jelas Gilbert pada Nana

"Kau tidak salah Gil. Bukankah dia memang selalu mabuk, berapapun porsi alkohol yang diminumnya," ucap Nana

"Sepertinya Manda memang melakukannya dengan sengaja, agar kau lebih memperhatikannya. Kau datang ke Indonesia bukannya menghabiskan waktu bersamanya, malah sibuk mencari mangsa," sindir Gilbert

"Really? OMG! I'm sorry, my Manda. Aku begitu tidak peka ternyata," Nana membelai puncak kepala Amanda, memandangnya dengan rasa bersalah.

"Kalian terlihat seperti pasangan lesbian. Sungguh aku bulu kudukku meremang," Ejek Gilbert

"Tutup mulutmu, Gilb. Aku tidak ingin orang lain mendengarnya dan mereka percaya akan candaanmu itu. Orang sudah tahu reputasiku tentu tidak akan akan percaya dengan ucapanmu, tapi bagaimana dengan wanita mabuk ini. Dia bahkan tidak pernah dekat dengan pria manapun. Orang tentu akan percaya dengan mudah, jika Amanda Altakendra adalah seorang lesbian," ucap Nana dan kemudian keduanya tertawa terbahak bersama

"Sudah, bawa clutch bag-nya. Aku akan mengantar kalian berdua ke mobil," Gilbert mengangkat tubuh Amanda dan Nana mengekor dibelakangnya menuju parkiran

*****

Nana menyiapkan sarapan pagi berupa sandwich dan juga susu putih hangat. Terdengar dari dalam kamar Amanda suara erangan kesakitan. Nana bergegas masuk dan berdecak kesal saat melihat Manda tengah menekan-nekan kepalanya dengan kuat.

"Apa yang kau lakukan, wanita bodoh? Kau ingin membuat dirimu tambah bodoh?" Sindir Nana dan Manda melirik Nana tajam

Amanda mengacuhkan sindiran yang diucapkan Nana padanya. Ia lebih memilih mengetuk-ngetuk kepalanya. Nana berjalan mendekati ranjang dan menyodorkan segelas air putih dan sebuah pil pereda sakit kepala yang sudah disiapkannya diatas nakas samping ranjang Amanda.

"Minum ini dan jangan membantah. Berhenti mengetuk kepalamu, kepalamu akan semakin bodoh jika kau terus melakukannya,"

Amanda segera meneguk pil serta air putih yang disodorkan Nana padanya.

"Kepalaku rasanya mau pecah," keluh Amanda sembari mengurut dahinya

"Bukankah kau sendiri yang memilih untuk melakukan tindakan bodoh itu? Sudah tahu tidak bisa minum alkohol terlalu banyak, kau malah menghabiskan satu botol whisky. Oh Demi Tuhan, Manda. Untung kau tidak mati," Nana mengomel mondar-mandir di depan Amanda

"Seorang pria menantangku menghabiskan sebotol whisky," Nana menyimak ucapan Amanda

"Jika aku mampu menghabiskan minuman keparat itu, dia akan pergi menjauh dariku. Tapi jika aku tidak bisa menghabiskan minuman itu, maka aku harus tidur dengannya. Tentu saja aku tidak akan mau berakhir di ranjang dengan pria licik sepertinya dan juga karena tantangan konyol itu. Lantas aku meneguk minuman itu hingga tandas dan berakhir seperti ini," cerita Amanda mengenai insiden meminum sebotol whisky semalam

Nana penasaran dengan pria yang menantang Amanda itu. "Kau kenal dengan pria itu? Siapa dia?"

Amanda menyandarkan kepalanya di sandaran kasur. "Aku tidak mengenalnya begitu dekat, tapi wajah pria itu sering aku lihat di majalah bisnis dan fashion. Kalau tidak salah namanya, Sam---, Sam... entahlah, aku lupa,"

Nana berdecih saat mendengar penjelasan Amanda padanya. Ternyata tebakannya benar, jika Samuel pelakunya. Pria yang memiliki reputasi bad boy kelas atas. Dengan modal wajah tampan serta kekayaan yang dimilikinya, Samuel mampu membuat para wanita bertekuk lutut dan mengejarnya serta mengikuti setiap kemauannya. Tapi nyatanya, semua itu tidak berlaku pada Nana. Semalam Nana memang sama sekali tidak berniat untuk menghabiskan malam panas bersama pria itu. Nana hanya menggodanya, ia tidak ingin Samuel merasa pongah saat sudah bisa tidur dengan Nana. Pria itu terkenal sering berkoar-koar mengenai siapa saja yang sudah bergulat di ranjang dengannya.

"Dia mencarimu sebelum menantangku, karena aku tidak memberi tahu keberadaanmu. Kau mengenal dia?" tanya Amanda penasaran

"Aku hanya sering mendengar namanya dan melihat wajahnya di majalah atau televisi. Beberapa waktu terakhir ini memang ia sempat menghubungi managerku untuk bertemu denganku. Tapi aku mengabaikannya. Aku tidak menyangka, akan bertemu dia di Indonesia. Aku tidak tertarik pada pria sepertinya," jawab Nana

"Berhentilah berganti pria seperti kau berganti celana dalam. Kau tidak ingin imej sebagai wanita sperma terus melekat padamu bukan. Kau harus mencari pria yang tepat, Na," Amanda memberikan nasehatnya pada Nana

"Pergi bercermin saja sana! Bukankah, nasehat itu juga pantasnya ditujukan untuk dirimu sendiri"

"Lebih baik kau makan sarapanmu ini. Aku tidak perlu mendengar omong kosong keluar dari mulutmu lagi. Istrirahatlah dan nanti siang temani aku jalan-jalan," ucap Nana dan ditanggapi gelengan oleh Amanda

*****

Nana dan Amanda kini berada di Avenue Restaurant. Setelah menghabiskan waktu setengah hari untuk berbelanja dan jalan-jalan mengelilingi mall besar ini, Mereka memilih untuk mengisi tenaga sebelum mereka pulang ke apartment. Kedatangan Nana ke Indonesia tentu untuk menghabiskan waktu berbincang dan bergosip dengan Amanda. Lantas wanita itu tidak akan menyia-nyiakan waktunya lagi.

"Bagaimana dengan proposal yang kau ajukan untuk pembangunan resort di Belanda? Apa sudah ada balasan dari pihak Rajasa Corp?" tanya Nana membuka obrolan sembari menunggu kedatangan pesanan mereka

"Sepertinya belum. Aku juga tidak begitu memperdulikannya. Deadline pekerjaanku menumpuk. Beberapa perusahaan asing, memintaku untuk bekerja menetap di perusahaan mereka dan tentu saja aku harus dengan tegas menolaknya," jawab Amanda

"Aku sudah bisa menebaknya untuk hal yang terakhir itu. Perusahaan ayahmu di Korea saja sama sekali kau acuhkan. Bagaimana mungkin kau mau bekerja untuk perusahaan orang lain,"

Pelayan datang menghidangkan pesanan mereka berdua. Nana memesan Beef Tenderloin Steak sedangkan Amanda memesan Rib-eye Steak. Punch Orange Mint menjadi minuman pilihan mereka berdua.

"Apa yang akan kau lakukan ketika pulang ke New York?" tanya Amanda sambil memotong daging steaknya

"Aku hanya akan melakukan photoshoot untuk salah satu majalah dewasa terbitan Mexico dan beberapa fashion show. Tidak ada hal yang mengesankan," jawab Nana

Mereka berdua menikmati makananannya dengan tenang. Nana selalu puas dengan steak yang dihidangkan resto ini. Salah satu resto yang menjadi favoritnya ketika datang ke Indonesia. Keheningan diantara Nana dan Amanda terusik ketika ada suara berat menyapa Nana.

"Belina? Aku tidak salah orang, bukan?" Sapa seorang pria yang membuat Nana mendongak untuk menatap wajahnya.

Nana sontak langsung berdiri, ekspresi shock tercetak jelas di wajah cantik Nana. Nana memandang lekat pria yang menyapanya tadi. Pria dengan tampilan casual, hanya T-shirt putih, jaket hijau tua serta dipadu dengan jeans belel dan sepatu snakers putih, membuat pria itu terlihat begitu mempesona. Wajahnya, tentu saja pria itu masuk dalam top five pria tampan versi Nana.

Pria itu melempar senyuman manis yang mampu membuat jantung Nana berdetak dua kali lipat dari biasanya. Pikiran Nana mendadak rumit seperti benang kusut. Nana sulit untuk berpikir jernih saat ini.

"Kau masih mengenalku, bukan?" tanya pria itu ragu. Amanda menatap pria itu dan Nana bergantian.

Nana tersenyum kaku, begitu ketara jika terpaksa. "Oh...Ten---, Tentu, aku masih mengenalmu,"

Amanda mengerenyitkan dahi, tidak biasanya Nana bersikap kikuk di hadapan seorang pria. Amanda begitu penasaran dengan sosok pria yang berada di depannya ini.

"Kau sudah lama di Indonesia? Berapa lama kau akan menetap disini? Oh, aku senang sekali akhirnya bisa bertemu denganmu, sudah lama sekali kita tidak bertemu," Pria itu terus menerus bertanya dan Nana sama sekali tidak fokus mendengarkannya.

"Besok hari terakhir Nana di Indonesia," Amanda membantu menjawab pertanyan yang diajukan pria itu, melihat Nana masih terdiam kehilangan fokusnya

"Oh iya, perkenalkan. Aku Amanda, sahabat baik Nana," Amanda mendadak bertingkah ramah dan Nana melayangkan tatapan sinis pada Amanda

Pria itu menyambut uluran tangan Amanda. "Ah, namaku Fabino Orlando. Aku rekan kerja Belina. Aku juga salah satu model di New York. Kebetulan sekali,besok aku juga akan pulang ke New York. Aku akan naik pesawat dengan penerbangan terakhir."

"Aku juga di penerbangan terakhir," jawab Nana seadanya

"Baiklah, kalau begitu, sampai jumpa besok malam di airport. Aku akan menunggumu," Fabino mendekat dan mengecup sudut bibir kanan Nana dengan santai. Nana terpaku seketika. Pria itu berpamitan dan melenggang pergi meninggalkan Nana dan juga Amanda.

Amanda mengalihkan pandangannya pada Nana. Ratusan pertanyaan bersarang di kepala Amanda yang ditujukan pada Nana. Sikap Nana kali ini begitu berbeda dari biasanya.

*****