webnovel

The Heavenhold Is NOT For Mob! (Indonesia)

Heavenhold– kastil terbang yang diciptakan oleh pahlawan legendaris Kaden untuk melawan ancaman yang membawa akhir kepunahan seluruh makhluk planet Tetis. —Itu adalah latar belakang singkat dari markas terbang yang berada di game favorit Klein. Tapi untuk kasus saat ini, bukan sebuah game lagi... *** Fanfic Guardian Tales.

Skartha · Video Games
Not enough ratings
11 Chs

Chapter 2: Tujuan Selanjutnya

Hutan Kanterbury. 497 A.H.

Goblin dan orc berlarian, slime-slime merayap menjauh dari satu sosok yang sama– sosok seorang pemuda tinggi yang memiliki sebuah bola cahaya di sisinya.

Senyuman lebar terbentuk saat dia melihat makhluk-makhluk itu berlarian darinya secepat yang mereka bisa, namun itu terbukti merupakan kesia-siaan. Dia melepaskan bola cahaya di sisinya yang melesat seperti komet cahaya, sebelum meledak membumihanguskan sekumpulan troll yang juga tidak jauh dari lokasinya saat ini.

Bahkan setelah melihat kehancuran dan kekacauan di sekitarnya, Klein masih tersenyum lebar seolah mengagumi karyanya.

"Senyumanmu seperti psikopat…" Loraine berkomentar saat menunjukkan ekspresi ngeri di wajahnya.

"Hah?"

Klein tersentak.

Bukannya dia tidak menyadari hasil dari sihir destruktif yang memporak-porandakan tempat itu, tapi dia tidak berpikir senyumannya akan semengerikan itu. —kalau dipikir-pikir lagi, tidak aneh senyumannya menjadi mengerikan. Bagaimanapun, tidak ada orang waras yang tersenyum setelah meledakkan dan memporak-porandakan hutan.

Klein melambaikan tangannya, sebelum medan yang berlubang dan hancur sebelumnya kembali menjadi normal, walaupun tidak untuk makhluk hidup yang sudah mati. Kematian mereka sangat berguna demi kebaikan yang lebih besar, jadi Klein hanya bisa berterimakasih kepada arwah mereka.

"Sihir campur sains memang mantap." Dia tersenyum puas melihat sihirnya yang sukses. Dia menghadap Loraine yang mengerutkan dahinya. "Cuma kau yang kepikiran mencampur sains dan sihir dan berhasil, tahu."

Klein mengangkat alis kanannya, "Benarkah? Bukankah itu hanya karena mereka tidak kepikiran saja?"

'Lagipula, mereka bahkan belum pernah ke luar angkasa 'kan?' Klein berpikir.

"Ngomong-ngomong, aku selalu penasaran fenomena macam apa yang kamu buat ulang menjadi sihir?"

Klein tersenyum dan berbalik memandang langit biru yang cerah. "Itu rahasia, mana mungkin ada orang yang memberitahu senjata andalannya begitu saja?"

"..." Loraine tidak punya hak untuk menyalahkannya.

Sementara si penjaga penginapan merenung dalam diam, Klein dengan tenang memandang Loraine kembali. "Sudah seminggu, aku harus melanjutkan perjalananku."

Loraine mengangkat alisnya, memandang remaja berambut hitam di hadapannya. "Sungguh cepat sekali… kupikir aku akan kesepian setelah orang yang selalu menggangguku pergi."

"Jangan begitu, ini tidak seperti kita tidak bisa saling kontak lewat Facebreak."

"Kemana tujuanmu sekarang?"

"Kemungkinan besar… aku akan pergi ke Kerajaan Rubanah (Dungeon Kingdom)." Klein menyentuh dagunya, berpikir untuk sesaat.

Dungeon Kingdom, atau Kerajaan Rubanah, merupakan kerajaan yang diciptakan diatas penjara bawah legendaris sebagai tempat disegelnya raja iblis. Itu juga merupakan tempat tinggal salah satu dari 13 pahlawan umat manusia.

"… Pengalaman hampir mati itu masih membuatku agak trauma, jadi aku butuh bantuan seseorang disana untuk menyembuhkan traumaku," ujar Klein.

Tujuan Klein disana adalah untuk bertemu dengan pahlawan itu. Bukan untuk merekrutnya, tapi dia membutuhkan mentor untuk membangun mentalnya. Dan tidak hanya itu, ada tujuan lain Klein berada disana. Dan itu berhubungan dengan raja iblis.

Bagaimanapun, dia belum pernah mati. Caranya ke dunia ini pun bukan karena mati yang disadari.

"Walaupun aku mengatakan aku tidak takut mati, insting manusia akan selalu mencoba mempertahankan hidupku dengan cara apapun." Lagipula, Klein hampir tidak bisa berdiri setelah mengalami pengalaman hampir mati saat itu dan Loraine mengingatnya.

"Kupikir, itu pilihan yang tepat untukmu," balas sang penjaga penginapan.

Klein mengangguk. "Aku harus siap-siap untuk besok."

Keesokan harinya.

"Terima kasih, Loraine. Jika bukan karenamu, aku tidak mungkin bisa menggunakan sihir."

"Tentu." Loraine masih menunjukkan senyuman 'ramah' seperti biasanya menjawab remaja itu. Tapi pada akhirnya, pemuda itu sendiri yang melakukan banyak usaha, sementara dia hanya mengikuti instruksi Klein. "Apakah kau sudah menyimpan bekalmu."

"Ya, itu ada di tas." Klein menepuk tasnya, dia memandang Loraine. "Kuyakin, aku akan kangen dengan masakanmu di masa depan."

"Selama kita bertemu lagi." Loraine menjawab singkat.

"Kupikir, itu semua sudah cukup. Aku akan berangkat sekarang. Sampai jumpa lagi, Loraine."

Setelah pamit kepada Loraine, Klein berjalan pergi. Sang penjaga penginapan dengan tenang memandang punggung pemuda yang telah menjadi pelanggannya selama sebulan lebih itu tanpa mengatakan apapun.

"… Baiklah, saatnya mengurus penginapan lagi." Dengan senyumannya yang khas, Loraine masuk kembali ke dalam penginapannya yang nyaman untuk melanjutkan aktivitasnya. Dia membenahi kamar yang Klein gunakan sebelumnya.

"…"

Masih menjadi sebuah penasaran baginya, bagaimana manusia biasa seperti dia mengetahui hal-hal yang tidak seharusnya… dan bakat yang dia miliki…

Satu bulan– itulah waktu yang Klein butuhkan untuk mendapatkan sihir, sementara satu minggu adalah waktu untuk menyesuaikan diri dan beradaptasi dengan sihir. Ini seperti sebuah keajaiban bagi Loraine. Sementara Klein kecewa dengan hasilnya karena tidak sesuai keinginannya.

Jenius… tidak, dia lebih dari itu. Dia adalah makhluk yang diluar pemahamannya. Entah apa tujuannya, tidak mungkin dia di planet ini dengan wujud manusia tanpa tujuan tertentu.

Jika dia mengetahui asal-usul Loraine, maka dia pastinya tahu lebih jauh daripada apa yang Loraine pikiran… entah sejauh apa pengetahuan remaja– tidak, 'makhluk' itu.

Loraine yakin, tujuan Klein pergi ke kerajaan Rubanah adalah mencari 'sesuatu' yang sangat penting. —bukan sesuatu yang tidak penting seperti menyembuhkan trauma saja…

"… Kemungkinan kecil—" Loraine bergumam saat tangannya masih bergerak merapikan seprai, "—Ini adalah ancaman yang menjadi perhatian-'nya'."

Yah… tidak masalah. Entah dia adalah ancaman itu atau bukan, Loraine akan menjadikan hal itu masalah untuk di masa depan. Entah kenapa, dia tidak sabar untuk melihat orang itu lagi di masa depan.