webnovel

The Haunted Castle

Kenzo Arnius Lee dan Hiroshi Chen Lee adalah kakak beradik yang baru pindah ke Amerika bersama keluarganya. Mereka pindah ke Amerika karena Kenzo memdapatkan biasiswa untuk kuliah disana dan kebetulan ayah mereka mendapatkan pekerjaan yang bagus disana pula. Kenzo adalah anak emas di keluarganya karena Kenzo adalah anak yang paling pintar, cerdas, dan selalu mendapatkan peringkat pertama disekolah. Sedangkan dimata mereka Hiro hanyalah anak yang suka berkelahi, suka membuat masalah, dan pembuly di sekolahnya. Hal itulah yang membuat Hiro makin membenci hidupnya. Tinggal di lingkungan baru, sekolah baru, dan suasana baru membuatnya kesepian dan merasa hampa karena tak bisa menyesuaikan diri. Sampai suatu hari Ia bertemu beberapa tetangga yang rumahnya hanya beberapa blok dari tempat tinggalnya. Pertamanya Hiro berteman baik dengan mereka. Sedikit demi sedikit mereka mengubah hidupnya. Semuanya terasa baik baik saja pada awalnya. Namun tibalah pada suatu malam ketika halloween. Mereka mengajak Hiro untuk pergi ke kastil berhantu. Pertamanya Hiro mengira semua cerita hantu dari mereka adalah omong kosong. Namun semuanya berubah ketika Ia menemukan buku milik Harry Ector Agravain di dalam kastil itu. Semua teman temannya juga menghilang secara misterius. Bersamaan dengan buku yang menulis sendiri. Kemudian disusul oleh kedua orang tuanya yang menghilang secara misterius begitu pula dengan kakaknya. Hiro akhirnya memberanikan diri untuk ke kastil itu dan menemui pemilik buku itu, yang tak lain adalah Harry Ector Agravain. Setelah Ia bertemu dengan Harry Ector Agravain. Dia menemukan misteri sebenarnya dari balik kastil tersebut. Dia menemukan dunia lain yang mengurung teman temannya. Dunia yang dipegang oleh sosok iblis. Akankah Harry Ector Agravain mau membantu Hiro? Akankah Hiro mampu membawa teman teman serta keluarganya kembali atau malah dia ikut terjebak disana?

CillianVillain · Horror
Not enough ratings
22 Chs

Part 17

Hiro masuk ke ruang perpustakaan yang lumayan besar di sekolahnya itu, dan berjalan-jalan di lorong lemari-lemari yang penuh buku itu. Tanpa sengaja, Ia melihat salah satu buku di perpustakan yang bertuliskan Hollow Lavador History. Ia pun mengambilnya, dan membawanya. Setelah itu, Ia memilih duduk di salah satu bangku di perpustakan untuk membaca buku tersebut.

Ia pun membuka buku tersebut, dan membolak balik buku itu, lumayan banyak berita pembunuhan beserta kematian yang terjadi di kota ini. Tampaklah pada tahun 1700-an dimana banyak pembunuhan terjadi disana. Begitu banyak foto-foto orang dewasa dan anak-anak yang mati dengan mengerikan dan mengenaskan. Terlalu banyak lembar yang langsung dibalik oleh Hiro karena Ia tak sanggup melihatnya. Lalu, tibalah Ia pada halaman terakhir dengan catatan keluarga Agravain.

"Pendiri pendiri Lavador menyadari adanya kehadiran iblis diantara mereka. Sejak kelahiran putera pertama dari Henry Rothwell Agravain dan Marry Charlotte Agravain yang bernama Sullyvan Agravain. Putera sulung yang diduga menderita Achromasia albinism. Pada masa itu para warga percaya bahwa manusia albino dianggap sebagai pembawa keburukan dan juga kesialan, jika dibiarkan hidup. Oleh karenanya, manusia albino sering diserang dan dibunuh atas nama kemakmuran, kekayaan, dan kekuatan yang lebih besar. Namun keluarga Agravain masih saja menyembunyikan putera sulung dari Henry Agravain dari para warga. Lalu kecurigaan para warga makin bertambah ketika putera kedua Henry Agravain lahir. Ia lahir saat kota mengalami badai petir yang mengerikan. Saat itu Hector dianggap pembawa sial dan kutukan bagi kota Lavador."

"Sullyvan adalah seorang pria muda albino yang dianggap menjijikkan bagi keluarganya karena kondisinya yang tidak normal. Dari dulu keluarganya akhirnya menguncinya di sebuah ruangan dan beberapa keluarganya menyiksanya. Sampai akhirnya, ketika beberapa orang di kota itu bunuh diri. Dia dituduh melakukan kejahatan. Ia pun akhirnya ditangkap dan ditenggelamkan di dekat wilayah kastil Agravain."

"Mereka menyidangkannya dan membakarnya hidup hidup. Tapi penyihir yang dendam mengutuk semua orang yang ada di desa itu kecuali untuk anak-anak yang dibiarkan hidup untuk menceritakannya kepada keturunan mereka. Mereka mati dengan cara yang kejam dan mengerikan. Jiwa mereka dikutuk untuk menderita dalam keabadian."

"Ketika keesokan harinya datang seseorang yang berkunjung ke kastil itu dengan membawa abu Hector ke gereja ketika tiba-tiba seorang pria datang dengan kondisi mengenaskan dan mengakui kejahatan yang dia lakukan dan dihukum penjara dan eksekusi. Pada saat itu sosok yang membawa abu itu pun menguburkan tubuh anak laki laki itu dengan benar sehingga membuatnya beristirahat dengan damai. Sosok yang membawa abu itu adalah sepupunya sendiri yaitu George Agravain. Setelah Ia menguburkan sepupunya, Ia mengunci kastil itu dan meninggalkan kastil itu begitu saja. Namun Ia sama sekali tidak memperbolehkan siapapun masuk, membeli, menerobos, atau bahkan menginjakkan kakinya di kastil Agravain. Agar tidak ada yang mengganggu para arwah yang berada di dalam kastil. "

"Beberapa orang curiga pada George karena hanya dia yang satu satunya keluarga Agravain yang masih hidup dan tak menghilang. Tapi pada saat itu George sedang menempuh pendidikan di German pada waktu yang lumayan lama, jadi semuanya menjadi masuk akal bahwa dia tak membunuh satupun warga di Hollow Lavador."

Hiro langsung membolak-balik halamannya.

"Beberapa orang dewasa mati keracunan dan ditenggalamkan di danau."

"Kepala anak-anak ditemukan tersangkut di ranting-ranting pohon mati, sedangkan tubuh mereka dipajang di rumah mereka."

"Organ tubuh beberapa warga keluar dari tubuhnya, dan mata mereka telah menjadi putih dengan urat-urat mereka yang menonjol keluarga."

"Ini menjijikkan, aku tak sanggup melihat semuanya lagi." Gumam Hiro sambil menutup buku tersebut.

Tiba-tiba, Hiro melihat seekor gagak terbang melayang terbang pergi ke gudang perpustakaan. Hiro pun, segera bangkit dari kursinya, dan segera mengikuti gagak itu dengan berjalan menuju gudang perpustakaan juga.

Ketika, Ia menuruni tangga gudang perpustakan, Ia melihat sebuah sebuah bercak darah, dan bulu burung gagak di tangga yang terus menuju ke bawah.

Dengan langkah demi langkah, Ia mengikuti bercak-bercak darah itu hingga sampai ke titik terakhir dari jejak darah ang menggenang semakin banyak di gudang lorong terakhir itu. Tak lama kemudian, Ia mendengar suara langkah kaki seseorang yang menuruni tangga pula, Hiro segera bersembunyi di balik rak buku yang terletak di gudang tersebut. Tak, lama kemudian, di dekat tangga depan Hiro, nampaklah tubuh dan kaki sosok itu, yang memegang seekor burung gagak yang mati. Hiro tak dapat melihat wajah ataupun kepalanya, karena tertutup oleh dinding yang berada di atasnya. Sosok itu tetap berdiri terpatung di anak tangga. Dari pakaiannya, Ia terlihat aneh, pakaiannya yang sedang hitam compang camping, entah pakaian dari jaman tahun berapa.

Tiba-tiba, sosok itu menjatuhkan burung gagak yang mati itu, dan segera menuruni tangga, kemudian langkahnya mendekat kea rah Hiro, Ia melihat bahwa sosok itu sama sekali tak memliki kepala. Hiro pun tetap terdiam disaana, karena berfikir sosok itu tak dapat melihatnya, sekaligus juga berharap agar sosok itu tak melihatnya bersembunyi disana. Dari lehernya yang tanpa kepala, keluarlah sebuah asap.

Tapi sosok berkepala bunting itu, tahu dimana Hiro sehingga, Ia langsung menuju tempat Hiro bersembunyi dan mengejarnya, Hiro pun segera berlari berbelok ke arah lorong rak lain, hingga sebuah kepala mayat mengerikan dengan senyum lebar hingga menampakkan giginya yang tajam, dan matanya yang seakan-akan mau keluar dari kepalanya melayang terbang di atasnya. Dengan spontan, Hiro langsung menendang kepala tersebut ke belakang, lalu terus berlari hingga Ia menabrak Mr. Frank hingga pria itu menjatuhkan berkas-berkasnya. Hiro yang panik masih melihat kebelakang, tapi Ia tak melihat apa-apa, seakan-akan semuanya menghilang begitu cepat.

Bel pulang sekolah sudah berbunyi, para teman-teman di kelasnya langsung meninggalkan ruangan gelap yang hanya diterangi oleh layar proyektor yang masih dibiarkan menyala. Tapi, beberapa dari mereka yang merupakan geng Caesar berjalan memukul kepala Hiro terlebih dahulu baru mereka meninggalkan ruangan. Hiro langsung menghela nafas, mengaktifkan headphonenya dan mulai memasukkan buku sekolahnya, dan membuka buku gambarnya untuk mulai menggambar.

Tak lama kemudian, Ia melihat sebuah bayangan sosok tinggi dengan tangan dan kaki yang panjang di belakangnya. Hiro tersontak kaget, dan segera menoleh ke belakang. Ternyata itu hanya teman sekelasnya yang bertubuh tinggi, dengan potongan baldnya.

"Woah! Aku minta maaf karena membuatmu terkejut. Aku tak bermaksud melakukannya, bung!" Katanya sambil menghisap rokoknya.

"Tidak apa-apa, Tovey." Kata Hiro sambil melanjutkan gambarnya.

"Ngomong-ngomong, ini pertama kalinya kita berbincang satu sama lain, ya? Selama ini kau sangat pendiam, dan bicara jika diperlukan."

"Ya, begitulah." Balas Hiro acuh tak acuh yang membuat Tovey terkekeh.

"Pantas saja kau tidak punya teman. Ditambah lagi, gang Caesar macam-macam denganmu. Kau sangat peduli setan, dan Caesar sangat benci jika Ia dikalahkan atau tak dipedulikan. Kurasa dia tersinggung karenamu." Kata Tovey.

"Dengar, aku bukan anak yang tidak punya teman, dan sangat kesepian. Aku punya beberapa teman." Balas Hiro

"Oh ya! Tentu saja, Zane, Rocky, Daniel, Phillip, Louise, dan Miles, bukan?"

"Kau mengenal mereka?" Tanya Hiro sambil berhenti menggambar dan menatap serius kearah Tovey yang berada di sampinya.

"Tentu saja, siapa yang tak mengenal mereka. Phillip adalah orang yang paling kaya di kota ini, Zane adalah satu-satunya pengecut yang selamat dari kebakaran yang menimpa keluarganya, Louise memilih untuk lari daripada menolong orangtuanya hingga akhirnya mereka mati dalam kebakaran di mobil, Miles adalah orang yang menipulatif, Rocky adalah pembunuh, dan Daniel memilih seorang pembunuh yang membesarkannya untuk menjadi seorang pembunuh daripada keluarga aslinya.

"Bagaimana kau bisa tahu soal itu? Kau bicara omong kosong." Kata Hiro sambil memasukkan buku gambarnya ke dalam tasnya.

"Apa kau masih berfikir mereka adalah teman yang nyata? Pendosa seperti mereka pasti punya maksud untuk berteman denganmu yang bukan siapa-siapa." Suara Tovey lama-kelamaan berubah menjadi suarah seperti iblis.

Hiro langsung menyadari bahwa Tovey yang asli adalah anak yang pertama keluar kelas daritadi, kalau saja Hiro lebih memperhatikan, mungkin hal ini tidak terjadi. Kini, Ia masih dalam posisi masih fokus menatap tasnya, Ia tak berani melihat ke sosok yang sedang mengatakan hal-hal yang tak masuk akal di belakangnya.

"Kalau ada orang berbicara sebaiknya kau melihat wajah orang yang sedang berbicara, bukannya memalingkan wajahmu!"

Entah apa yang difikirkan oleh Hiro, tiba-tiba saja Ia berani menoleh ke sosok dengan suara menyeramkan itu.

Hiro langsung terkejut ketika melihat seluruh kulitnya yang hitam karena erbakar. Makhluk itu memliki tangan dan kaki yang sangat panjang. Wajahnya yang mirip dengan korban kebakaran, ditambah lagi mulutnya sobek yang melebar sampai ke area mata. Hiro segera bangkit berdiri dari kursinya. Lalu, Ia segera pergi berlari meninggalkan kelasnya. Makhluk itu juga ikut mengejarnya. Hiro segera melompat dan berlari kea rah pintu keluar sekolaah, tapi pintu itu terkunci dan dirantai, sedangkan Hiro dapat mendengar suara langkah kaki milik makhluk itu beberapa meter, di belakangnya. Hiro pun segera berlari ke lorong lain, dan menuju loker kelasnya, dan bersembunyi di sana.

Hiro megintip keluar dari celah-celah loker, tapi Ia tak menemukan tanda-tanda dari makhluk itu. Tiba-tiba, Ia merasakan hembusan nafas dibelakangnya, ketika Hiro menoleh ke belakang makhluk itu tepat berada di belakangnya. Hiro langsung berteriak karena terkejut, dan dengan cepat membuka lokernya hingga Ia terjatuh ke lantai.

Dalam keadaan yang masih tersungkur di lantai, Ia berbalik menatap loker terbuka yang gelap itu. Dan, seketika itu juga terdengarlah suara tawa mengerikan dari dalam loker. Lalu, dari dalam loker keluarlah kedua tangan dan jari-jari yang sangat panjang berwarna hitam, dan kepala berwarna pucat tanpa wajah keluar dari sana. Tiba-tiba makhluk itu membentuk mulut yang sangat lebar, dan mendekati Hiro dengan mulutnya yang lebar beserta giginya yang setajam pisau untuk memakannya. Dengan cepat, Hiro langsung bangkit berlari, tapi sebuah pintu di depannya, terbuka dan Ia langsung menabrak Mr. Frank.

Hiro berbalik melihat ke belakang, tapi makhluk itu sudah tiada.

***

Rocky terbangun, dan berada di kamar lamanya, dengan sebuah foto saudara kembarnya, Rook disebelahnya. Ia, pun bangkit berdiri dan menjuju kamar milik Rook dengan lampu yang masih menyala, Ia melihat sebuah tongkat, sarung tangan, dan bola baseball terlegetak di meja Rook. Ia mengambil bola baseball itu dan duduk di tempat tidur Rook sambil melamun mengamati bola baseball itu.

Raut wajah bersalah terukir di wajahnya, Ia tak bisa melupakan dimana hari dia mendorong Rook yang sedang sedang bersepeda di sampingnya, hingga Rook terjatuh, lalu sebuah mobil langsung melaju dengan cepat dan menabrak Rook sebelum anak itu sempat bangkit berdiri.

Jika saja mereka tak bergurang saling dorong saat bersepeda di jalanan, tidak... jika saja Rocky tak mendorong Rook hingga terjatuh, maka mungkin Rook masih hidup.

Ketika Rocky masih melamun mengamati bola baseball itu, nampaklah sebuah bayangan anak kecil di balik pintu kamar milik Rook, ketika Rocky melihatnya, bayangan itu langsung berlari pergi. Rocky segera bangkit berdiri dari tempat tidur Rook sambil masih memegang bola baseball itu, dan berjalan keluar kamar.

Ketika Ia sudah keluar dari kamar, Ia melihat sebuah jejak kaki sepatu kecil yang berlumpur di lantai. Perlahan, Rocky mengikuti jejak kaki kecil yang berlumpur itu.

Jejak kaki itu nampak mnuruni tangga, hingga sampai berenti di ruang tamu. Tiba-tiba Ia melihat saudara kembarnya yang berumur lima tahun yang memakai topi dan pakaian baseball yang sama di hari Ia mati, sosok itu langsung segera berlari pergi ke basement hingga membuat Rocky sangat terkejut hingga Ia menjatuhkan bola baseball yang Ia pegang dari tangannya.

Rocky perlahan berjalan menuruni tangga basement tersebut, dan Ia melihat sebuah air menggenang penuh di dalam basementnya, Ia melihat saudara kembarnya yang, masih berumur 5 tahun sedang berdiri di sudut basement.

"Sepedaku rusak, Rocky... tolong jangan marah karena kita tak bisa bermain sepeda lagi." Kata Rook

Bibir Rocky bergtar, bahkan tubuhnya juga ikut bergetar.

"A-aku tak marah padamu. Kau bisa gunakan sepedaku... aku juga bisa membelikanmu sepeda baru kalau kau mau." Kata Rocky

"Sepeda itu hancur." Kata Rook yang kini disertai seringai menyeramkan.

"Tapi, Rocky, Jika kau ikut denganku, Kau akan hancur juga."

"Sama seperti saat kau berkali-kali menghancurkan kita... Tunggu, tidak... kau menghancurkanku Rocky."

"Semua ini salahmu. Kalau bukan karenamu, aku tidak akan mati! Seharusnya kau yang mati! Kita berdua tahu bahwa itu benar! Semua ini adalah salahmu!"

"Kupikir kita sudah mengucapkan salam perpisahan saat arwahmu mengunjungiku saat aku masih kecil?"

"Ya! Tapi aku tak mau mati secepat itu! Semua yang kau miliki seharusnya adalah milikku!"

"Rook..." Ucap Rocky sambil menelan salivanya.

"Kau juga akan mati." Kata Rook sambil tertawa.

"Kau juga akan mati."

"Kau juga akan mati!"

"Kau juga akan mati!" Perkataan Rook makin keras dan keras. Tak hanya itu, kulit-kulitnya mulai membusuk, dan matanya muai menjadi putih.

"Kau juga akan mati!" Kata makhluk yang muncul bermata kuning, mirip sekali dengan mata kucing, dan juga memliki mulut sobek yang lebar bergigi tajam.

Makhluk itu menenggelamkan Rook, dan mulai membuka mulutnya lebar-lebar untuk memakan Rocky yang masih berdiri terpatung di anak tangga basement. Ketika Rocky melihat makhluk itu mulai mengejarnya, Ia langsung berlari menaiki anak tangga ke atas, dan mengunci pintu basementnya. Setelah itu, Ia langsung pergi menjauh dari rumah lamanya. Entah dia pergi menuju mana, yang penting dia tak kembal ke rumah lamanya lagi.

Rocky duduk di bangku taman sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Tiba-tiba Ia mendengar suara iblis. Ia pun segera melihat ke depan, tapi Ia tak menemukan apapun, patung besar yang ada di depannya menghilang. Ketika Ia menoleh ke samping patung itu, berada tepat di sampingnya sambil membuka mulutnya yang lebar yang mengeluarkan sekumpulan gagak. Setelah itu, patung tersebut langsung mengayunkan pedangnya ke arah Rocky, dan dengan cepat Rocky berlari pergi sehingga pedang besarnya tersebut hanya membelah bangku kursi taman yang ada disana. Patung kesatria itu menyeret pedangnya ke depan, hingga hampir mengenai kaki Rocky yang masih berlari. Patung itu mengayunkan pedangnya lagi, hingga mengenai pohon yang berada di sebelah Rocky. Setelah itu, patung tersebut menusukkan pedangnya berkali-kali ke bawah hingga nyaris mengenai Rocky. Hingga tusukan terakhir yang sangat nyaris hampir mengenai Rocky, membuat pria tersebut tersandung dan terjatuh ke tanah berumput.

Patung kesatria itu, melayangkan pedangnya ke atas dan, Rocky menutup matanya sambil berteriak, "Ini tidak nyata! Ini tidak nyata! Ini tidak nyata!"

Tepat ketika Ia membuka matanya Sebuah kepala mayat dengan mata yang seakan-akan mau keluar tepat berada di depan matanya dan kepala itu berteriak menakutinya, Rocky pun lantas bangkit pergi dan berlari entah kemana sambil berteriak ketakutan.

***

Zane sedang asik berjalan berbincang sambil menelfon kekasihnya, hingga saat Ia melihat sebuah mobil Caesar datang Ia langsung mematikan telefonnya dan berlari ke arah gang. Ia pun bersembunyi di dekat tong sampah besar saat Ia melihat mobil Caesar beserta kawan-kawannya melintasinya. Tepat pada saat mereka pergi melintas, Zane langsung menyalakan ponselnya lagi, dan hendak menelfon kekasihnya kembali. Tapi, sebuah pintu berantai di depannya langsung terdengar ada seseorang yang sedang membuka beberapa kunci dari dalam, sehingga Zane langsung terpatung menatap pintu itu. Pintu itu perlahan terbuka, namun hanya bisa terbuka sedikit karena masih ada rantai dari luar yang mengunci pintu tersebut. Perlahan sebuah tangan hitam keluar dari pintu itu, tangan hitam yang keluar dari sana semakin banyak dan banyak, dan dari balik pintu tersebut nampaklah sebuah cahaya api beserta asap yang disertai bau gosong yang sangat menyengat dari sana. Zane yang terpatung dengan pintu itu, dengan jelas dapat mendengar suara keluarganya minta tolong dari balik pintu karena api yang terus-terusan memakan anggota tubuh mereka, persis seperti saat dulu Ia masih kecil.

Tiba-tiba pintu tersebut langsung tertutup, dan rantai di depannya langsung terlepas dengan sendirinya. Setelah itu, pintu terbuka, dan menampakkan sesosok krampus di kegelapan sedang memakan tubuh seseorang. Zane sangat mengenal anak itu, dia adalah teman masa kecilnya yang bernama Rico. Tepat pada saat itu, juga sosok wendigo itu langsung menoleh berhenti memakan tubuh anak itu, dan menoleh kea rah Zane dengan mata kuningnya yang menyala menyeramkan di kegelapan. Zane terus terpatung memandang makhluk itu dari kejauhan, hingga Ia tak mendengar suara deru mobil yang kencang dari sampingnya.

Bruak!

Mobil mustang tua yang dikendarai Caesar langsung menabrak Zane, sampai pria itu terlempar dan akhirnya terjatuh dan terguling ke trotoar.

"Itu balasannya karena macam-macam dengan kami berengsek!" Kata Caesar sambil melempar Zane yang terluka dengan sebuah kaleng beer ke kepalanya.

Setelah kejadian itu, Zane langsung memilih pulang ke rumahnya, dan mengistirahatkan tubuhnya di bathtub yang berada di kamar mandinya.

Tak lama semenjak Zane menutup matanya, Ia mendengar suara seseorang yang memanggilnya. Seingatnya, tak ada seorang pun di rumahnya. Zane, terus berfikir dirinya gila atau berhalusinasi karena terus mendengar suara itu dari dalam wastafel. Tapi, dia memang tak berhausinasi karena suara itu semakin keras.

Zane mengeluarkan meterannya dan terus memanjangkannya untuk mengukur ke dalaman wastafel itu.

Setelah Ia merasakan bahwa meteran tersebut sudah mentok, Ia pun menarik meteran itu kembali, namun raut wajahnya berubah menjadi jijik ketika Ia melihat di beberapa bagian ujung meteran tersebut terdapat lendir berwarna merah, dan Ia melihat ada sebuah rambut panjang yang masih melekat di meterannya ke bawah.

Tiba-tiba sekumpulan rambut keluar dari balik selokan dan mengikat tangan kiri Zane, dan menariknya ke lubang wastafel, tapi Zane menahannya. Kemudian, rambut-rambut panjang lainnya keluar dari dalam selokan dan mengikat tangan kanannya lagi sehingga Zane langsung menarik kedua tangannya agar tidak ditarik masuk ke dalam lubang. Rambut-rambut panjang itu semakin banyak, dan mulai beralih pada leher, wajah, dan kaki Zane. Pria tersebut terus menahan anggota tubuhnya agar tak tertarik ke lubang wastafel. Kini kepalanya sudah hampir mendekati lubang selokan itu, dan pada saat itu juga, darah kental langsung menyembur keluar dari sana hingga membahasahi seluruh kepala hingga kaki Zane, dan bahkan membahasahi seluruh ruangan kamar mandi itu. Tiba-tiba saja rambut itu melepaskan ikatannya pada Zane dan kembali masuk ke dalam lubang wastafel itu.

Zane segera menjauh dari lubang wastafel itu dan pergi dari rumahnya menuju hutan untuk merilekskan diri.

Tak lama, saat Ia berjalan di tengah hutan tersebut. Ia mendengar suara lagi.

Suara itu kini berasal dari dalam lubang pohon yang besar.

"Zane jangan pergi!"

"Apa ada orang di dalam sana?" Zane langsung mendekati lubang pohon tersebut.

"Zane! Tolong aku!"

"Aku masih terkurung disini!"

Zane menatap ke arah lubang pohon yang sangat gelap itu.

"Rico?" Kata Zane sambil mengulurkan tangannya ke dalam lubang pohon tersebut.

Kedua tangan Rico sudah terbuka, tapi Zane yang memasukkan tangan kanannya lebih dalam tak cukup untuk meraih Rico.

"Raih tanganku Rico!"

"Zane cepat! Dia datang!"

"Raih tanganku Rico!"

"Zane! Tolong!"

Tiba-tiba sebuah tangan-tangan mayat menyambar tangan Zane, disertai sekumpulan tangan-tangan mayat yang lain. Sekumpulan tangan itu merambat menarik tangan Zane. Pria itu segera menarik tangannya sekuat tenaga, sedangkan tangan-tangan itu sudah merambat meraih tangan-tangannya. Beruntungnya, Ia bisa kembali menarik tangannya keluar dari lubang pohon itu, dan segera menjauhi pohon berlubang itu. Ketika Ia membuka tangan kanannya, terdapat gelang persahabatan milik Rico.

Zane pun bangkit berdiri dan berteriak di sekitar hutan itu.

"Dari puluhan anak di kota ini... kenapa dia?!"

"Kenapa kau ambil dia?!"

"Kenapa?! Kenapa?!" Zane berteriak dengan kemarahan.

Tak lama kemudian, terdengar suara serak yang jahat di sekitar hutan itu.

"Kenapa?"

"Karena kau tidak disana Zane! Hahahahahaha!"

Ia melihat ke belakang asal suara itu, di kejauhan terdapat beberapa pepohonan yang disertai kabut, Ia melihat bayangan tanduk wendigo dengan jemari disertai kuku yang tajam sedang mencakari pepohonan. Tepat saat Ia melihat kedua mata kuning yang menyala itu, Zane pun segera bangkit berlari meninggalkan hutan itu.

***

Louise menghabiskan dirinya membaca alkitab di gereja, dan ketika Ia sudah bosan membacanya. Ia langsung menutup alkitabnya, dan pergi ke rak ruangan dengan penuh buku. Ia pun berjalan melewati lukisan menyeramkanseorang gadis dengan kedua bola mata berwarana putih yang seakan-akan mau lepas, dengan ekspresi berteriak hingga menampakkan giginya yang tajam seperti silet itu. Louise berpura-pura tak melihat lukisan itu, dan terus saja berjalan untuk meletakkan alkitabnya di salah satu rak buku itu.

Baru, saja Ia mengembalikan alkitab itu, Ia mendengar suara bingkai lukisan itu jatuh. Sambil memberanikan diri, Ia mendekati lukisan yang terjatuh itu, dan meletakkannya kembali di tempatnya, tetapi betapa terkejutnya dia ketika Ia melihat bahwa lukisan tersebut kosong, tidak ada gadis yang menyeramkan dengan gigi-giginya yang setajam silet itu.

Bruk!

Ia mendengar sebuah buku tebal terjatuh dari raknya, Louise menebak bahwa buku tersebut adalah alkitabnya. Dengan, memberanikan diri, Ia menoleh ke belakang, dan betapa terkejutnya dia bahwa gadis menyeramkan yang berada di dalam lukisan itu berdiri disana sambil menyeringai dan tertawa menampakkan gigi-giginya yang setajam silet itu, kedua bola mata putihnya seakan-akan mau lepas. Gadis itu langsung mengejar Louise, dan dengan cepat Louise segera berlari pergi dan menutup pintu di ruangan tersebut.

***

Miles, kini berdiri di depan pintu kamar sebuah apartement masa kecilnya, yang sekaligus tempat Miles pernah menghabiskan waktu dengan orang tuanya yang abusive.

Ia mulai mengetuk pintu apartement tersebut.

Tak lama kemudian, seorang perempuan tua yang membukakan pintunya.

"Ada yang bisa kubantu?" Tanya wanita tua itu.

"Maaf aku... Kukira ini tempatnya pasangan keluarga Castillo."

"Lino dan Elisa Catillo?" Tanya wanita tua itu.

"Ya, mereka orang tuaku. Aku menghabiskan masa kecilku disini."

"Nak, aku seharusnya tak mengatakan ini. Tapi orangtuamu sudah meninggal. Maafkan aku. Kau tak tahu itu?" Tanya wanita tua itu.

Miles menggeleng.

"Kami tak pernah berbicara semenjak aku pergi dari rumah ini. Aku menjauh dari hampir seluruh kerabatku dan focus pada karirku. Jadi aku tidak tahu. Aku baru kembali terbuka, pada beberapa tahun belakangan ini, tapi itu pun hanya kerabat tertentu." Kata Miles

"Maukah kau masuk? Biar kuambilkan minum. Namaku adalah Ms. Karen."

"Tidak, tak usah. Aku harus pergi." Kata Miles

"Setidaknya biar aku melakukannya." Kata wanita tua itu.

"Baiklah." Ucap Miles sambil masuk ke dalam kamar apartement tersebut dan menatap ruangan sekelilingnya.

"Masih sama seperti yang kau ingat?" Tanya wanita itu sambil tersenyum.

"Lebih bersih dan tenang." Jawab Miles

"Kau boleh melihat-lihat selagi aku merebus airnya."

"Sungguh, kau tak perlu melakukan itu." Kata Miles

"Jangan sok ramah." Kata wanita tua itu sambil pergi ke dapur.

Miles berjalan-jalan melihat kamar mandi dan akhirnya kini Ia melangkah di ruang tamu yang dekat dengan kamarnya. Disana, ingatan masa kecilnya kembali terulang. Dari kamarnya, Ia mendengar ayah dan ibunya bertengkar dan Ia melihat ayahnya yang masih memegang botol alcohol seperti biasa. Lalu, Miles yang masih kecil langsung bersembunyi di bawah tempat tidurnya, ketika Ia mendengar langkah kaki ayahnya yang datang menuju kamarnya. Ayahnya datang dengan amarah dan berteriak sambil membuka lemari Miles dan menghancurkan lemari kayu itu. Setelah itu, ayahnya menuju tmpat tidur Miles dan membalik ranjangnya, ketika Ia menemukan Miles kecil, pria itu langsung menghajarnya.

Lalu ingatan lainnya kembali saat dirinya yang kini berusia 11 tahun

"Kemari Miles! Kubilang kemari!"

Miles yang berusia 11 tahun sedang berdiri di ruang tamu dengan gemetar dan ragu saat menghadap ayahnya.

"Dia masih tetap hidup jika bukan karena kau."

"Ibu bunuh diri."Jawab Miles

"Ibumu melakukan itu karena dia malu jadi ibumu!"

"Kau adalah suami yang sangat kasar." Kata Miles yang masih berumur 11 tahun itu.

"Kau mirip seperti jalang itu, tapi kau tak sama seperti dia!" Kata ayahnya sambil melemparkan botol alcohol ke kepala Miles.

Miles yang kini masih menatap ruang tamu, langsung menghela nafas.

"Tua Bangka sialan." Gumam Miles mengusap wajahnya kasar. Kemudian, Ia melangkah ke ruang lainnya, dan menggeser sebuah lemari, dibawah sana, Ia menemukan sebuah lubang, disana Ia menemukan sebuah kotak kayu berisi narkoba, beberapa kotak rokok dan sebuah kertas bertuliskan "Suatu hari semua mimpimu akan menjadi kenyataan."

Miles langsung memasukkan kembali kertas itu kembali ke dalam kotak. Lalu, Ia memasukkan kotak itu ke dalam saku jaketnya.

Dari kejauhan, wanita tua itu memandang Miles dan segera berlari cepat menuju ke ruang tamu.

Tak lama setelah itu, Miles kembali berjalan menuju ruang tamu. Ia menemukan bahwa wanita tua itu sudah duduk disana sambil menyodorkan teh hangatnya.

"Disini sangat panas pada musim seperti ini."

"Tidak apa-apa."

Aneh, padahal cuacanya sedikit dingin sampai aku harus memakai jaket. Batin Miles

"Kau mereasa kalau mau mati saja. Tak satupun yang mati disini benar-benar mati." Kata wanita tua itu sambil tersenyum. Perkataannya membuat Miles menyernyitkan dahi dengan ekspresi tidak mengerti.

"Katakan bagaimana rasanya mampir kesini?" Tanya wanita itu.

"Sedikit menyenangkan dan aneh." Jawab Miles yang masih dengan ekspresi mengira ada sesuatu yang salah dengan wanita tua itu.

"Aneh bagaimana?" Tanya wanita itu sambil melonggarkan kancing kemejanya sampai ke dadanya hingga membuat tatapan Miles beralih ke dada wanita itu, Ia menyadari bahwa dada wanita itu berlubang. Matanya langsung membelalak beberapa saat, tapi Miles langsung membuang pandang ke arah lain.

"Aku memanggang kue di oven sebelum kau datang. Tetaplah disini." Kata wanita tua itu.

"A-aku harus per-

"Tidak, tidak, tidak, aku memaksa." Kata wanita tua itu sambil pergi ke dapur yang gelap gulita itu.

"Ms. Karen, apakah mereka keluargamu?" Tanya Miles sambil bangkit berdiri dan memandangi foto-foto berbingkai di sepanjang ruang tamu itu..

"Iya, benar sekali."

"Apa pekerjaan ayahmu?" Tanya Miles yang pandangannya beralih pada foto-foto lain.

"Dia adalah badut sirkus yang membunuh anak-anak... Aku masih menjadi anak kecil ayah. Bagaimana denganmu? Apa kau masih menjadi anak kecilnya, Miles?"

Miles langsung menoleh ke arah dapur gelap gulita, tempat suara menyeramkan yang terdengar jelas dan keras.

Tiba-tiba keluarlah makhluk setinggi empat meter dengan tubuh yang sangat kurus, disertai kulit pucat dan keriput. Wajahnya sudah busuk, makhluk itu berteriak kepada Miles, dan mengejarnya sambil membuat suara ayah dan ibunya.

"Kau seharusnya tak kabur dari rumah!" Kata makhluk iu sambil menghancurkan meja di samping Miles.

"Kau masih tak merubah apapun!" Katanya lagi sambil mencoba menangkap Miles yang terus berlari.

"Kau tidak menyelamatkan satupun dari mereka!" Katanya sambil melempar kursi yang ke arah Miles, tapi beruntungnya Miles menunduk sebelum kursi itu dapat mengenainya.

"Tutuplah matamu dan lihat saja! Hahahahahaha!"

Miles terus berlari menghindari makhluk itu di ruangan tersebut, sampai akhirnya dia langsung memecahkan kaca kamar tidurnya, dan melompat dari atas apartement itu, dan mendarat di bagian atas mobil. Miles langsung mengerang kesakitan, tapi dia perlahan langsung turun dari sana, sambil masih menatap apartement yang tua terbengkalai itu. Setelah itu, Ia langsung pergi masuk ke mobilnya, dan melaju ke Hollow Lavador.

***

Daniel kini telah berada di kota lamanya, entah apa yang Ia pikirkan, dia sedikit merindukan kota kelahirannya itu sehingga dia kembali ke sana untuk mampir melihat-lihat. Dan, kebetulan sekali Ia sedang butuh obat tidur untuk nanti malam. Jadi, Ia pikir bahwa itu adalah ide yang bagus jika Ia mampir sekalian ke apotek di kotanya itu.

"Ada yang bisa kubantu?" Tanya apoteker tua itu.

"Ya, aku ingin beli obat Myers. Itu adalah obat tidur." Kata Daniel

"Daniel Myers?" Tanya dokter itu.

"Benar, itu aku." Jawab Daniel

"Apa kabar ayahmu?"

"Dia meninggal beberapa tahun yang lalu." Kata Daniel

"Menyedihkan. Tunggu disini, aku akan ambilkan obatmu." Kata apoteker itu sambil melangkah pergi.

Tak lama setelah pria tua itu pergi, ia mendengar suara ayahnya.

"Daniel!"

Daniel langsung terkejut dan menatap sekeliling.

"Daniel!"

"A-ayah?" Tanya Daniel sambil mendekati sebuah ruangan dengan pintu terbuka. Setelah itu, Ia masuk ke ruangan gelap tersebut.

"Daniel!"

"Ayah?" Kata Daniel sambil menuruni tangga yang gelap itu.

"Daniel!"

"Ayah?" Kata Daniel sambil emlihat beberapa jarum suntik, dan beberapa organ tubuh manusia berada di dalam toples, dan Daniel sendiri tak bisa menyangkal bahwa ruangan itu memiliki bau yang sangat busuk.

"Daniel!"

Suara itu terdengar lagi dari arah korden plastik yang kotor yang tak jauh dari Daniel.

Pria bermata biru itu masih melihat beberapa selang-selang infus yang sudah dipakai, tapi masih digeletakkan sembarangan di sana, dan Ia mlihat ada beberapa kantong darah disekitarnya.

"Daniel, mengapa kamu lama sekali?!"

"Entahlah, kenapa ayah ada disini?" Balas Daniel sambil mendekati korden plastik itu dengan perlahan dan ragu-ragu.

Daniel pun langsung membuka tirai tersebut, dan Ia melihat ayahnya yang bahkan masih tidak kelihatan terlalu tua terikat di sebuah kursi tempat pasien dokter gigi disana.

"Ayah!" Kata Daniel sambil berusaha melepaskan rantai-rantai yang mengikat pada ayahnya.

"Dia akan datang! Keluarkan ayah dari sini!"

Daniel terkejut, karena ini adalah pertama kalinya ayahnya berekspresi berlebihan. Karena, biasanya ayahnya selalu tenang dan tak pernah berekspresi panik, sedih, khawatir, ataupun ekspresi lainnya. Hanya ekspresi senang dan ekspresi yang datar yang Ia tunjukkan setiap hari.

"Siapa yang akan datang?" Tanya Daniel yang masih berusaha membebaskan ayahnya.

"Daniel!" Suara serak terdengar dari ujung kegelapan di depannya.

"Apa itu?" Tanya Daniel yang mulai panik.

"Marco." Jawab ayahnya.

Meski Daniel tak dapat melihat makhluk itu dengan jelas, tapi dia dapat melihat bayangan sosok itu samar-samar mendekat ke arah mereka.

"Keluarkan ayah darisini, dia datang!"

Daniel sudah berhasil membuka rantai yang mengikat bagian kaki ayahnya, tapi Ia masih belum bisa melepas ikatan leher dan tangan ayahnya, sedangkan mayat Marco yang memegang kapak sudah mendekat ke arah mereka hingga membuat Daniel berteriak.

Ia berhasil melepaskan ikatan leher ayahnya, tapi Ia masih tak bisa berhasil membuka ikatan tangannya.

"A-aku tak bisa melakukannya. Maaf, aku tak bisa!" Kata Daniel sambil menjauh dari ayahnya.

"Ayah tahu, kau akan meninggalkanku Daniel!"

Daniel hanya terpatung ketakutan menatap mayat itu itu memenggal kepala ayahnya.

Kakinya tak bisa digerakkan untuk berlari, hingga Marco mendekat ke arahnya dan mengayunkan kapaknya, Daniel langsung menahannya dengan tangannya, dan berhasil membuang kapak itu di dekat mayat ayahnya.

Kemudian, mereka saling mencekik.

"Sial! Sial! Berengsek!" Teriak Daniel sambil mencengkram leher mayat Marco dan mencekiknya.

"Berengsek kau!" Teriak Daniel sambil mencekik mayat itu sampai sepertinya mayat itu mati lagi untuk kedua kali. Namun, tiba-tiba berbeagai serangga menjijikkan keluar dari dalam mulut mayat itu dan berterbangan ke arah Daniel

"What The Fuck!" Umpat Daniel sambil berlari keluar dari apotek.

Sambil berlari pergi, sekilas Daniel melihat ke belakang, tapi ayah ataupun mayat Marco sudah menghilang.

Beberapa jam pun berlalu. Daniel pun berfikir bahwa hal tadi mungkin hanya ilusinya saja, karena ayahnya memang sudah mati beberapa tahun yang lalu.

Daniel kini sedang asik berjalan santai sambil mendengarkan music lewat headphonenya dan bermain dengan melempar dan melakukan beberapa trik kocok pada kartunya.

Ketika, Ia sudah melangkah cukup jauh, langkahnya terhenti ketika Ia melihat sebuah rumah lamanya. Ia melepas headphonenya dan menghentikan permainan kartunya. Pandangannya terpatung ke rumah masa kecilnya. Tiba-tiba ponselnya berdering karena seseorang telah menelfonnya, tapi dia hanya mengeluarkan ponselnya, dengan pandangan masih menuju kepada rumah tersebut.

Ketika pintu tersebut terbuka, dan terdengarlah suara serak yang jahat dari balik pintu itu.

"Danieellll... apa yang sedang kau cari?"

Daniel segera menggeleng-gelengkan kepalanya, dan membuka ponselnya, tapi tanpa sengaja Ia menjatuhkan kartu-kartunya.

"Sial!" Umpat Daniel sambil memungut kartu demi kartu di sana, sampai pada kartu as hati terakhir, ketika Daniel baru saja mau memungutnya, Sebuah tangan mayat sudah terlebih dahulu memungut kartu itu, dan mengangkatnya. Betapa terkejutnya Daniel ketika Ia melihat mayat itu bahwa mayat tersebut adalah mayat ayahnya yang sudah membusuk. Ia segera menelan salivanya dan mundur perlahan menjauhi mayat itu sampat masuk ke dalam pagar rumah. Daniel segera bangkit berdiri dan berlari ke halaman belakangnya, ketika mayat ayahnya tersebut mengejarnnya.

Sambil terus berlari, Ia berteriak meminta tolong, hingga Ia tersandung akar pohon, tapi Ia segera bangkit berdiiri dan kembali berlari, hingga melompati sebuah pagar taman rumahnya. Ia pun langsung menoleh ke belakang untuk melihat mayat tersebut, tapi kini Ia melihat mayat ayahnya sudah tak memiliki kepala lagi, dan sekarang sedang diam berdiri di halaman belakang sambil menatap Daniel dengan membawa kapaknya.

Daniel segera menggeleng-gelengkan kepalanya, dan segera berlari pergi.

***

Baru saja, Hiro tiba di kamarnya dengan wajah pucat karena telah berlari dari sesuatu. Karena itu, Hiro pun pergi ke kamar mandi dan mencuci wajahnya di wastafel. Tapi, baru saja Ia selesai mencuci wajahny, Ia dikejutkan oleh kedatangan Caesar di belakangnya. Caesar langsung menancapkan pisau di perut Hiro, dan seketika itu juga anak itu mengerang. Lalu, mencabut pisau tersebut dari perutnya, dan menancapkannya balik ke dada Caesar. Tepat pada saat itu juga, Caesar melompat dari jendela kamar Hiro dan memberi tatapan seringai menyeramkan kepada Hiro.

Hiro segera menutup jendela kamarnya, dan menahan rasa sakit yang berada di perutnya.

Tiba-tiba buku tebal milik Hector yang Ia ambil dari kastil Agravain terjatuh dari rak bukunya.

Hiro pun perlahan mendekati buku, tersebut dan membalik buku itu untuk membaca halaman yang tertera disana.

Delicious

Ada seorang pria yang suka makan. Setiap hari, dia pulang pada siang hari untuk makan siang bersama istrinya. Pria itu bukanlah suami yang baik. Dia adalah seorang pengganggu yang kejam, pemarah, sombong, dan istrinya takut padanya. Dia adalah wanita pemalu pemalu yang melakukan semua yang dia minta. Jika tidak, dia akan sering memukulinya.

Suatu hari, dalam perjalanan pulang untuk makan siang, pria itu mampir di toko daging dan membeli satu pon hati. Dia memberikannya kepada istrinya dan menyuruhnya memasaknya untuk makan malam malam itu. Istrinya telah menyiapkan pasta untuk makan siang, jadi dia duduk untuk makan.

Saat pria itu makan siang, istrinya mengatakan kepadanya bahwa seorang wanita tua kaya di kota telah meninggal dan tubuhnya telah dibawa ke gereja sebelah. Pria itu tidak tertarik dengan apa yang dia katakan. Dia menikmati sepiring ravioli yang dia cuci dengan segelas anggur yang enak. Dia tidak ingin berhenti makan cukup lama untuk menyuruhnya tutup mulut.

Akhirnya, dia berkata, "Cukup. Saya harus kembali bekerja. "

Malam itu, sang istri mulai menyiapkan makan malam. Dia membumbui hati dan memasaknya perlahan dalam panci dengan sayuran dan kaldu. Setelah beberapa saat, dia membuka tutupnya dan hatinya tampak seperti matang, jadi dia memotong sepotong kecil dan memasukkannya ke dalam mulutnya. Rasanya enak. Rasanya kaya dan bersemangat. Dia pikir itu makanan terbaik yang pernah dia buat. Dia mencicipi satu potong, dan satu lagi, dan satu lagi. Itu sangat bagus, dia tidak bisa menahan diri dan sebelum dia menyadarinya, pot itu kosong.

Kemudian dia memikirkan suaminya dan dia mulai panik. Dia akan segera pulang. Apa yang akan dia lakukan ketika dia mengetahui bahwa dia telah memakan semua hati? Dia bukan tipe pria yang akan mengerti. Dia akan sangat marah dan dia ingat pemukulan yang dia lakukan sebelumnya. Dia tidak ingin menghadapinya lagi. Tapi di mana dia bisa mendapatkan hati selebihnya.

Saat itulah dia teringat wanita tua kaya yang terbaring sendirian di gereja sebelah... terbaring di peti mati terbuka, menunggu untuk dimakamkan...

Setelah selesai makan, suaminya bangkit dari meja, menepuk perutnya dan berkata, "Itu enak sekali."

Dia tidak pernah mendapatkan makan malam yang lebih baik. Salad dengan sedikit minyak zaitun dan bawang putih dan cuka dalam jumlah yang tepat, roti bawang putih segar, dan hati terlezat dan paling lembut yang hampir meleleh di mulutnya.

Dia menatap istrinya. "Apa kau tidak akan makan?" Dia bertanya.

"Saya tidak lapar." Dia menjawab.

"Kamu berhasil."

Malam itu, mereka pergi tidur. Pria itu telah tertidur, tetapi istrinya terbaring dalam kegelapan tidak bisa memejamkan mata. Yang bisa dia pikirkan hanyalah apa yang telah dia lakukan. Saat itu, dia pikir dia mendengar suara di kejauhan.

"Hatiku! Siapa yang punya hati saya? " Itu berkata.

Itu terdengar seperti suara seorang wanita tua. Secara bertahap, itu semakin dekat.

"Saya ingin hati saya! Siapa yang memiliki hati saya?" Hantu itu berkata.

Istrinya mendengarkan. Apakah itu hanya imajinasinya? Apakah dia sedang bermimpi? Teriakan itu datang lagi dan lagi, menusuk dan mengerikan.

"Kembalikan hati saya!" Itu berkata.

"Kembalikan hati saya!"

"Tidak, tidak, tidak," bisik itu.

"Saya tidak memilikinya. Aku tidak punya hatimu. "

Sekarang suara itu tepat di sebelahnya, "Siapa yang memiliki hati saya?" Ini bertanya. Siapa yang memiliki hati saya?

Istrinya gemetar ketakutan. Dia menunjuk ke suaminya dan berkata, "Dia melakukannya!"

Tiba-tiba, sang istri terbangun dengan keringat dingin. Dia sangat ketakutan, dia hampir tidak bisa bernapas. Dia tidak tahan lagi dengan ketegangan. Dia mengguncang suaminya dan ketika dia bangun, dia mengakui segalanya.

Dia menceritakan bagaimana dia memakan hati yang dibelinya. Dia menceritakan bagaimana dia bisa masuk ke gereja sebelah. Dia mengatakan kepadanya bagaimana dia telah membelah perut mayat, dengan cekatan memotong hati dan membawanya pulang untuk memasaknya.

Deskripsi dia begitu jelas, suaminya hampir bisa melihat itu terjadi di depan matanya. Saat dia mendengarkan, dia menjadi semakin marah. Kemudian dia menceritakan tentang suara hantu yang didengarnya dan dia menjadi semakin ketakutan. Pria itu sangat takut pada hantu.

Akulah yang makan hati. Dia berkata.

Itu berarti dia akan datang padaku untuk melampiaskan dendamnya.

Dia turun dari tempat tidur dan, tanpa sepatah kata pun, dia turun. Istrinya duduk di tempat tidur, bertanya-tanya apa yang akan dia lakukan. Beberapa menit kemudian, dia mendengar langkah kakinya menaiki tangga lagi dan ketika dia muncul di ambang pintu, dia melihat dia memegang pisau di tangannya. Ashe menjerit dan menjerit.

Malamnya, sang suami masuk ke gereja sebelah. Dia mendekati peti mati yang terbuka dan meletakkan hati baru yang segar di perut mayat. Kemudian, dia pulang dan naik ke tempat tidur. Tidurnya tidak pernah terganggu lagi dan tidak ada yang pernah melihat istrinya lagi.

Setelah membaca satu cerita itu, Ia membalik halaman berikutnya. Terdapat sebuah judul yang langsung tertulis sendiri dengan tinta berwarna merah dengan judul "Carnival."

Beteappa terkejutnya, Ia ketika cerita itu menuliskan nama Louise Allen disana hingga Hiro menjatuhkan buku tebal itu.

Kemudian, pandangannya beralih pada kartu Jester yang tiba-tiba terjatuh di bawahnya.

Kartu kosong pemberian Jester itu kini muncul tulisan berwarna merah.

"Kau tak mau pergi menyelamatkan sahabatmu?"

"Sial! Louise!" Kata Hiro sambil mengambil buku tebal itu dan memasukkannya ke dalam tasnya, kemudian berlari pergi ke luar rumah.

***

Zane, Rocky, Louise, dan Miles sedang duduk di ruang tamu di rumah Phillip dengan diam seribu bahasa. Biasanya mereka selalu bercanda, namun kali ini tidak. Sampai akhirnya, Rocky membuka suaranya.

Tiba-tiba Daniel masuk ke ruangan dan duduk di sofa.

"Kenapa denganmu?"

"Aku baik-baik saja. Semuanya baik-baik saja." Jawab Daniel

"Dimana Phillip dan Hiro?"

"Aku tidak tahu, aku tak melihat mereka selama beberapa hari. Mungkin Hiro sedang sibuk di sekolah dan megerjakan PR di rumah." Jawab Miles

Tak lama setelah itu , suasana kembali hening.

"Aku melihat wendigo lagi hari ini. Aku juga keluargaku yang mati dalam kebakaran, dan aku melihat Rico, teman masa kecilku yang hilang karena wendigo." Kata Zane tiba-tiba memecah keheningan.

"Aku juga melihat berbagai banyak hal menyeramkan, tapi yang paling menyeramkan aku bertemu malaikat maut, dan lukisan menyeramkan yang hidup dan membuatku jantungan." Jawab Louise

"Aku hampir dibunuh oleh makhluk menyeramkan di apartement lamaku." Kata Miles

"Apa yang kau lihat Daniel?"

"Yang paling parah, aku melihat ayahku yang sudah mati, lalu aku melihat mayatnya kembali hidup dan mengejarku saat aku tak sengaja kembali ke kota kelahiranku."

"Bagaimana denganmu Rook?"

"Oh! Aku? Tidak ada hal yang luar biasa, aku hanya melihat saudara kembarku yang meninggal, makhluk menyeramkan yang hampir memakan kakiku, dan patung kesatria yang hampir membunuhku saat aku mampir sebentar ke kota masa kecilku." Jawab Rocky dengan wajah pasrah.

"Mungkin kita harus pergi ke kastil itu dan meminta maaf?" Kata Miles tidak yakin.

"Tidak terimakasih, aku saja sudah jantungan karena kejadian yang aku alami hari ini. Aku tidak akan melayangkan jiwaku ke dimensi lain untuk pergi ke kastil itu. Ini omong kosong! Aku akan pergi ke carnival di kota untuk bersenang-senang, dan kalian tak bisa menghentikanku! Aku butuh istirahat dari kegilaan ini! Otakku bisa jadi ikutan gila karena semua ini!" Kata Louise sambil melangkah pergi dari ruangan itu.

Tak lama setelah itu, Phillip memauki ruangan dengan wajah bad moodnya.

"Minggir. Minggir." Kata Phillip kepada Zane dan Rcoky yang sedang duduk di tangga.

"Ada apa denganmu?" Tanya Rocky tak mengerti, tapi Phillip sama sekali tak menjawab dan terus melewatinya, dan naik menuju kamarnya.

"Ada apa dengannya?" Bisik Rocky

Zane hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sambil mengangkat kedua bahunya mengisyaratkan tidak tahu.

Tak lama, setelah itu, Phillip turun ke bawah sambil membawa koper besarnya.

"Philiip! Tunggu! Kau pikir kau mau pergi kemana?" Tanya Zane

"Pergi dari kota ini." Katanya sambil memasukkan koper ke mobil jeepnya.

"Apa?! Kau tak bisa pergi begitu saja!" Kata Rocky

"Ya, aku bisa! Memangnya kau siapa melarangku? Memangnya kau ibuku?"

"Apa-apaan..." Gumam Rocky

"Jika kita berpisah, mungkin kita akan mati." Kata Daniel

"Ya. Kuterima resikonya. Kita akan tetap mati." Jawab Phillip

"Kita bisa cara untuk atasi ini."

"Tidak, aku sudah muak dengan semua ini. Ditambah lagi, semakin berbahaya kalau aku terlalu lama di dekat kalian. Mungkin, suatu hari aku bisa saja membunuh kalian tanpa sadar. Hari ini aku sudah membunuh beberapa orang Zane. Aku tak ingin orang yang mati berikutnya adalah kalian." Kata Phillip sambil masuk ke dalam jeepnya dan melaju pergi membuat Zane, Miles, Daniel, dan Rocky tak bisa berkata-kata lagi.

Beberapa menit berlalu, dan kini Hiro sudah memasuki ruang tamu di rumah Phillip. Nafasnya tidak beraturan karena sepertinya dia telah berlari beberapaa kilometer seperti sedag di kejar sesuatu.

"Hei! Apakah Louise ada disini?!" Tanya Hiro

Mereka semua menggeleng.

"Sial!" Hiro langsung mengumpat.

"Apakah ada yang tahu dimana dia?" Tanya Hiro

"Dia bilang, dia pergi ke carnival kota." Jawab Daniel.

"Sial!" Umpat Hiro sambil pergi berlari keluar rumah.

"Hei! Ada apa Hiro?!" Teriak Zane dari dalam rumah.

"Dia dalam bahaya! Kita harus menemukan dia!" Teriak Hiro dari kejauhan yang masih saja berlari.

"Oh bagus! Kini, semua orang telah pergi." Sindir Daniel yang masih duduk di sebelah Miles dengan ekspresi bingung.

"Kita harus mengejar mereka." Kata Zane sambil mengajak ketiga sahabatnya itu untuk pergi ke mencar Hiro dan Louise ke carnival.

Sementara mereka berempat berpencar, berputar-putar untuk mencari Hiro dan Louise.

Hiro sendiri yang daritadi telah mencari Louise, kini melihat Louise dari kejauhan masuk ke dalam rumah berhantu di carnival. Ia sendiri langsung masuk ke dalam rumah hantu dengan pintu masuk berdesain patung badut besar seram yang sedang membuka mulutnya lebar-lebar. Ia terus masuk sampai Ia tiba di dalam lorong kaca, Ia sekilas melihat Louise berjalan sekilas di kejauhan. Hiro langsung berteriak memanggilnya dan mengejarnya. Tapi, Ia langsung tertabrak oleh kaca cermin di depannya, sungguh ruangan itu adalah labirin kaca yang sangat membingungkan untuk mencari jalan keluar, setiap kali mengambil langkah tanpa hati-hati, bisa-bisa tertabrak cermin kaca. Hiro terus memanggilnya meski Ia sudah tak melihat Louise lagi, tapi kelihatannya Louise tak mendengarnya.

Hiro pun memutuskan untuk mengambil langkah demi langkah dengan hati-hati untuk menyusul Louise lewat jalan lain. Tak lama setelah Hiro pergi, dari pantulan cermin kaca di belakang terlihat sekilas ada seorang badut berkepala buntung sedang berjalan ke arah lain.

Hiro masih terus melangkah sambil meraba-ra sekitarnya agar tidak tertabrak cermin kaca lagi. Tak lama kemudian lampu terang yang menyinari ruangan itu mulai redup, mati, dan menyala lagi, begitu terus berulang-ulang.

"Sial! Ini tidak bagus!" Gumam Hiro sambil menoleh ke kanan, dan Ia langsung melihat Louise sedang berjalan ke arah lain.

Seketika itu juga, Hiro langsung berlari mengikutinya dan mengejarnya. Namun, saat Ia sudah sangat dekat dengan Louise, Hiro langsung tertabrak kaca yang berada di depannya. Lantas suara benturan kaca di samping Louise langsung membuat Louise kaget dan baru menyadari bahwa Hiro ada di sana juga.

"Untuk apa kau ke rumah hantu ini Louise?!" Kata Hiro sedikit berteriak dari balik kaca.

"Mengalahkan rasa takutku! Kau sendiri? Apa yang kau lakukan disini Hiro?"

"Kita harus keluar dari sini. Pasti ada jalan keluar untukmu!" Kata Hiro sambil meraba-raba cermin kaca di sekitarnya, tapi satu-satunya cara untuk bisa meraih Louise adalah untuk mencari jalan lainnya, dan itupun membutuhkan waktu yang lama. Sedangkan, Louise sendiri entah kenapa Ia seakan-akan terkurung di dalam kotak cermin sendiri, dan tak bisa mengeluarkan diri.

"Sial!" Umpat Hiro sambil menghantam kaca di depannya, tapi kaca itu sangat tebal.

Tiba-tiba Hiro langsung terkejut ketika Ia melihat cermin kaca di belakang Louise, kini terdapat sosok badut berkepala buntung yang pernah Ia temui di hotel saat Ia sedang berekreasi dengan teman-teman sekolahnya dulu. Badut berkepala buntung itu sedang membawa kepalanya, kini memasang kepalanya dan menampakkan gigi-giginya yang setajam silet dan mirip seperti ikan hiu. Louise yang melihat wajah Hiro langsung pucat setelah melihat sesuatu dibelakangnya, juga langsung ikut menoleh ke cermin kaca yang berada di belakangnya.

Badut yang seperti zombie itu memiliki mata kuning bulat menyala seperti kucing, dan kini Ia menyeringai sangat lebar dan menampakkan gigi-giginya yang tajam itu.

Badut itu membenturkan kepalanya seakan-akan memakan cermin itu. Louise langsung berteriak dan menggedor-gedor kaca di depannya begitu juga Hiro yang berusaha menendang dan memukul kaca di depannya, supaya saat cermin kaca itu pecah, Louise bisa keluar, namun cermin kaca itu sama sekali tidak pecah sangking tebalnya. Sementara kaca di belakang Louise sudah mulai menimbulkan retakan.

"Tidak! Aku tidak mau mati!" Teriak Louise sambil masih menggedor-gedor kaca.

"Jangan sakiti dia!"

"Tolong aku Hiro! Aku tidak mau mati!" Louise berteriak histeris.

"Kumohon! Jangan bunuh Louise! Bawa aku saja!"

Badut itu semakin menyeringai dan makin menghantam-hantam kaca itu.

PRANG!

Kaca dibelakang Louise langsung pecah dan Hiro harus menyaksikan Louise dimakan dan dicabik-cabik oleh badut bergigi tajam itu, hingga seluruh cermin kaca disekitarnya penuh dengan cipratan darah.

"Kenapa kau melakukan ini?! Dia tak seharusnya mati!" Bentak Hiro dengan kemarahan dan air mata yang mengalir karena kesedihan.

Makhluk itu langsung berhenti mengunyah tubuh Louise, dan mendekat ke kaca di depan Hiro. Dengan suara seperti zombie yang sangat serak. Makhluk itu membuka suaranya.

"Ada harga.... yang harus dibayar..."

Setelah mengatakan itu lampu di ruangan itu langsung mati, dan tak sampai sekitar semenit kemudian, lampu ruangan cermin itu langsung menyala lagi, dan badut berpakaian lusuh itu sudah menghilang pergi. Hanya menyisakan Hiro sendirian yang meratapi sisa tubuh Louise dengan darah yang menciprat kemanapun dari balik kaca.

Tak lama, kemudian Zane melihat Hiro keluar dari rumah hantu dengan ekspresi pucat.

"Hiro! Apa kau menemukan Louise?" Tanya Zane

Hiro menggeleng.

"Sial! Dimana dia?" Kata Zane pada dirinya sendiri sambil melihat kerumunan orang di dalam carnival.

"Apa yang terjadi denganmu? Kenapa wajahmu pucat sekali?" Tanya Daniel yang baru saja menyusul

"Apa kalian melihat Louise?" Tanya Rocky dan Miles bersamaan dari kejauhan.

"Kita tak perlu lagi mencari Louise, dia sudah mati."

"Apa maksudmu?" Tanya Miles tak mengerti.

"Tidak mungkin dia sudah mati. Kalaupun mati, apakah kau melihat pembunuhnya?" Tanya Rocky

Hiro mengeluarkan buku tebal milik Harry Ector Agravain dan membuka lembar yang berjudul Carnival, kemudian memberikannya kepada mereka.

Mereka berempat langsung membacanya.

"Jesus Christ! Dia dicabik-cabik?" Gumam Miles masih membacanya.

"A-aku tak percaya ini, bung! I-ini omong kosong!"

"Ini tidak lucu, jika kau yang menulis dan mengarang semua ini. Aku tahu kau suka menulis cerita, tapi yang satu ini tidak lucuc, kawan." Kata Zane

"Aku tak menulisnya, buku itu menulis sendiri dengan tinta merah tepat di depan mataku!" Kata Hiro.

"Baiklah, kita bertiga akan memeriksa mayatnya." Kata Miles sambil menarik tangan Rocky dan Daniel masuk ke rumah berhantu.

"Bukan kita yang membaca bukunya, tapi bukunya yang membaca kita. Sejak awal Dio tahu semua ini akan terjadi."

"Apa maksudmu dengan dia?"

"Dio adalah teman... tidak, dibilang mungkin bukan. Aku sebenarnya tidak tahu siapa dia. Tapi, dia adalah iblis. Dia bilang bahwa dia adalah temanku dan memberiku semua yang kuinginkan, tapi sebagai balasannya aku harus tinggal selamanya di dunia yang Ia buat dan mengiris mataku dengan pisau sampai buta."

"Jadi, maksudmu iblis itu menawarkan segala sesuatu yang kau inginkan, dan menyuruhmu membayarnya dengan tinggal di dunianya? Memangnya dunia yang dia buat ada dimana?"

"Di makam." Kata Hiro sambil pergi berlari menuju hutan. Namun Zane langsung mengejarnya dan mencegatnya.

"Hei! Kau tak bisa main lari begitu saja. Kita belum selesai bicara. Memangnya ini ada hubungannya dengan semua ini?"

"Ya, ada seharusnya kita tak mengambil buku ini. Hal ini membuat Hector sangat murka." Kata Hiro

"Tunggu dulu, otakku masih pusing untuk mencerna semua ini. Jelaskan padaku lebih simple apa maksudmu?"

"Sebelum aku pergi meninggalkan China. Aku saat itu sedang rekreasi bersama teman-temanku, saat itu kami pergi denga naik bus. Di saat aku, ketiduran di sana. Aku memiliki mimpi yang sangat menyeramkan, aku melihat bahwa temana-temanku sudah mati dan mereka berubah menjadi maklhkuk makhluk itu. Setelah itu, aku terus dihantui oleh makhluk-makhluk lainnya yang bahkan teman-temanku sendiri tak melihatnya. Lalu, di hari terakhir rekreasi sekolah aku melihat ada seekor gagak sedang mangawasiku lagi, kemudian entah apa yang kupikirkan aku pergi ke hutan yang bahkan tidak kuketahui dimana, dan aku melihat ribuan mata merah di sekitar pepohonan sedang menatapku, hingga mereka menunjukkan aku sebuah kunci tua yang akhirnya bisa kupkai untuk membuka kastil keluarga Agravain saat bersama kalian."

"Sebelumnya, saat pertama kali aku tiba disini, kupikir aku berhenti melihat mereka, tapi ternyata tidak. Aku melihat mereka lagi, ingat saat aku tercebur di sungai dan tenggelam? Saat itu, aku tak benar-benar tenggelam, tapi aku ditarik oleh mayat-mayat itu, aku tak berhalusinasi. Terkadang aku melihat dari kejauhan, meskipun tidak sering. Semuanya makin parah lagi semenjak kalian pergi, hal-hal aneh terjadi."

"Makhkuk-makhluk itu makin banyak dan mendekat. Entah kenapa semenjak kalian pergi aku semakin melihat makhluk-makhluk itu. Selama ini, burung-burung gagak itu terus mengawasiku. Hingga pada suatu hari aku melihat dan mendengar segerombolan burung gagak itu membicarakan hal yang membuatku merinding. Dan beberapa hari kemudian, entah apa yang kupikirkan aku mengikuti salah satu gagak itu menuju masuk ke tugu makam. Disitulah aku menemukan ruangan rahasia yang menuju dunia ataupun dimensi miik Dio. Pertama kali masuk kesana, dia menyambutku dengan suka cita dan memberikan hal apapun yang telah kuinginkan. Bahkan dia yang mengobat tanganku menjadi lebih baik lagi daripada sebelumnya."

"Semenjak aku masuk kesana, semua hal membaik, aku tak lagi melihat makhluk-makhluk itu, ketika aku masuk ke sana, rasanya aku tak perlu lagi kembali ke dunia nyata, karena aku sudah mendapatkan segala yang kuimpikan dan kumau disana. Tapi, suatu hari, aku menemukan badut kerajaan yang terkurung disana, namanya Jester. Diolah yang mengurungnya. Karena aku kasihan, aku melepaskannya, dan Jester langsung memperingatkanku soal Dio. Aku tak mendengarkannya."

"Lalu apa yang terjadi?" Tanya Zane

"Dio menggantikan semua orang terdekatku dengan membuat orang-orang terdekatku menjadi lebih baik. Contohnya saja dia membuat orang tuaku yang jahat menjadi baik, menyayangi apa adanya, dan tidak ada Kenzo. Perbedaannya saja orang-orang buatannya diberi penutup mata olehnya. Lalu, tiba-tiba Dio membujukku untuk tinggal disana dengan semua yang kuimpikan dengan syarat aku harus membuat mataku menjadi buta dengan kata lain dia menginginkan mataku dan ingin aku menutup mataku dengan penutup mata. Aku menolaknya, aku tak mau kehilangan mataku. Aku kabur dari kastil miliknya dan kembali lewat tugu makam dengan bantuan Jester. Dan keadaan makin parah lagi setelah kita menginjakkan kaki ke dalam kastil keluarga Agravain. Makhluk-makhluk itu makin banyak. Jester bilang bahwa tugu makam yang kulewati adalah milih Hector, dan dia sudah menjadi boneka Dio selama ratusan tahun. Dialah orang yang bertugas menulis cerita seram di buku ini. Dia telah memiliki perjanjian dengannya. Dari sekian anak yang jatuh kedalam tawaran Dio dan dimakan jiwanya, hanya Hectorlah anak yang tak dimakan jiwanya, tapi Dio sedang memegang jiwa anak itu. Tapi, kurasa Jester melepas tali yang mengikat jiwa Hector sehingga Hector bisa bebas menamuk, dan Dio membiarkannya karena mungkin ini adalah bagian dari rencana mereka."

"Jadi apa rencanamu?" Tanya Zane

"Aku akan pergi ke tugu makam dan pergi ke dimensi Dio untuk meminta pertanggungjawaban dari semua ini, kurasa ini semua sejak awal adalah bagian dari rencananya. Dia, Hector, dan Jester punya kemampuan untuk mengetahui masa lalu kita, dia bilang dia hanya mendatangkan semacam karma yang berlebihan kepada kita."

"Hanya, huh? Louise sudaha mati karena karma berlebihannya."

"Dia itu iblis, tak ada yang gratis semuanya harus ada harganya, meskipun dia licik, tapi aku harus mencobanya."

"Mencoba apalagi?"

"Ketika aku berhasil pergi ke dimensi Dio, aku ingin minta dia mengembalikan semuanya kembali seperti semula, dan sebagai gantinya aku akan membiarkannya mengambil mataku."

"Apa?! Aku tidak membiarkannya! Apa kau gila? Seeperti katamu, dia itu iblis yang licik!"

"Tak ada salahnya mencoba?"

"Mencoba? Kau pikir ini seperti sedang berjudi kasino? Tidak ada kata mencoba disini. Sekali kau mencoba dan gagal, kau tak bisa kembali. Lain halnya dengan berjudi, meskipun kau gagal, kau masih bisa mencoba lagi ketika kau sudah memiliki banyak uang."

"Baiklah, aku berjanji. Jika kita tak bisa berhasil masuk ke dunia milik Dio, maka kita pikirkan cara lain untuk hentikan amarah Hector. Kalau kita berhasil masuk ke dunia milik Dio, maka kau akan berjanji untuk tak menghalangiku untuk meminta bantuan atau pertanggung jawaban pada Dio meski sebagai gantinya dia akan mengambil ataupun memakan jiwaku."

"Huffttt... baiklah aku berjanji."

Seelah masuk ke tugu makam dan melewati lorong gelap disana dan membuka pintunya. Ia kemudian membuka pintu tersebut lagi, tapi yang Ia temukan hanyalah 1 peti mati yang berada di tengah-tengah ruangan gelap dihiasi obor api yang menyala di sekitarnya.

Ketika, Hiro meraba dinding lain disekitarnya semuanya dilapisi batu bata. Tak ada ruang rahasia apapun.

"Huh? Batu bata? Aku tidak mengerti! Biasanya keika aku membuka pintu ini, maka aku langsung menuju dunia Dio."

"Mereka pasti sudah menutup ini saat memperbaiki tugunya." Kata Zane

"Kau pasti bercanda, karena beberapa hari yang lalu aku masih pergi ke sini."

"Errrgghh... Kita sudah buat perjanjian." Geram Zane

"Baiklah, sesuai perjanjian, kita akan cari cara lain. Hector Agravain mungkin sudah mengenal kita dan tahu semua masa lalu kita, tapi sejauh mana kita tahu soal Hector Agravain."

"Jadi, itu rencanamu yang pertama? Mencari tahu soal pembunuh itu?" Tanya Zane

"Kurang lebih begitu." Kata Hiro sambil menghampiri sebuah peti hitam itu.

"Aku yakin makam ini adalah makam Harry Ector Agravain yang dimakamkan pada tahun 1711. Pada batu nisan belakang tugu tersebut tercantum Harry Ector Agravain lahir pada 17 Mei 1711 dan meninggal 1 Oktober 1726. Berarti Ia meninggal dalam usia 15 tahun dan tertera Hector Agravain disini."

"Dia dimakamkan oleh George Agravain. Kurasa peti ini berisi debu Hector."

"Kau lumayan tahu tentang dirinya." Kata Zane

"Tapi informasi ini sangat sedikit, kita butuh informasi lebih dari itu." Kata Hiro sambil berjalan pergi diikuti dengan Zane keluar dari tugu makam.

***

Seorang pria masuk ke hotel pada suatu malam dan meminta kamar. Manajer hotel memberitahunya bahwa hotel sudah dipesan.

"Kami hanya punya satu kamar tersisa." Dia berkata.

"Di lantai 13, tapi kami tidak menyewa yang itu karena berhantu."

"Aku akan mengambilnya." Kata pengusaha itu. Aku tidak percaya pada semua omong kosong tentang hantu.

Pria itu mengambil kunci dan pergi ke kamar untuk tidur. Begitu dia mematikan lampu dan bangun, dia mendengar pintu lemari berderit terbuka. Sesosok hantu pucat muncul dari lemari dan terhuyung-huyung, jari-jarinya meneteskan darah.

"Jari-jari berdarah! Jari berdarah! " Hantu itu mengerang.

Ketika pria itu melihat pemandangan yang mengerikan ini, dia mengambil kopernya dan berlari keluar kamar, masih mengenakan piyamanya ... Dan pergi dari hotel malam itu juga.

Malam berikutnya seorang wanita tua tiba di hotel pada larut malam. Manajer mengatakan hal yang sama padanya.

"Kami hanya punya satu kamar tersisa, tapi itu di lantai 13 dan kami tidak menyewanya karena kamar itu angker."

"Sonny, aku telah melihat banyak hal di hariku." Dia memberitahunya.

"Percayalah, tidak ada yang bisa menggangguku."

Begitu dia mematikan lampu dan naik ke tempat tidur, pintu lemari berderit terbuka dan sesosok tubuh yang mengerikan melangkah keluar. Jari-jarinya masih meneteskan darah ke seluruh lantai.

"Jari-jari berdarah! Jari berdarah! " Hantu itu mengerang

Wanita tua itu menjerit dan berlari secepat yang bisa dilakukan oleh kakinya.

Seminggu kemudian Phillip tiba di hotel dengan sangat terlambat. Dia juga menempati ruangan berhantu itu meskipun manajer sudah memperingatkan. Dia membayar kamarnya, mengambil kunci dan memanaskan lantai atas. Setelah dia mulai membongkar, dia mengeluarkan gitarnya dan mulai memetik beberapa nada.

Segera, pintu lemari berderit terbuka dan hantu itu muncul. Seperti sebelumnya, jari-jarinya berdarah, membasahi karpet dengan darah dan dia mengerang, "Jariku berdarah! Jariku berdarah!"

Phillip tidak memperhatikan sosok hantu itu. Dia terus memetik gitarnya.

Hantu itu terus merintih, dan jarinya terus mengeluarkan darah. "Jari-jariku berdarah! Jariku berdarah!" Makhluk itu mengerang.

Akhirnya Phillip berhenti bermain gitar. Dia melihat langsung ke penampakan mengerikan itu dan berkata, "Diam! Dan dapatkan Band-Aid untuk dirimu sendiri! "

Tak lama setelah itu, Phillip akhirnya pindah ke sebuah kota yang letaknya lumayan jauh dari Hollow Lavador, karena dia tidak tahan dengan hantu yang terus berisik dan mengganggunya. Phillip menganggap semua yang dilakukan hantu itu sangat menyebalkan. Entah kenapa, Phillip menjadi terlalu sangat pemberani seolah-olah tak ada yang bisa menakutinya. Dia terkadang menjadi kebih pemarah, dan membuat dirinya memiliki banyak musuh sekarang, beda saat dulu orang-orang malah menyukainya. Dia juga semakin menjauh dari orang-orang yang pernah dia kenal.

Ada sebuah desa kecil yang lumayan jauh dari kota Hollow Lavador, yang terletak di tepi rawa besar. Tanah berawa membentang sejauh mata memandang, dihiasi dengan rerumputan kecil yang lebat dan kerangka pohon-pohon tinggi yang compang-camping dengan cabang-cabang yang menjulur seperti lengan panjang yang bengkok.

Tanah yang basah bisa berbahaya karena dipenuhi dengan banyak lubang rawa yang berisi air hitam keruh. Lubang rawa sering kali tersembunyi di balik rumpun dedaunan dan penting untuk memperhatikan langkah Anda. Jika seorang pria secara tidak sengaja menggali lubang rawa, dia tidak akan pernah muncul lagi.

Itu adalah tempat yang menakutkan, jika semua cerita yang diceritakan itu benar. Itu sebelum waktunhya, tetapi aku telah mendengar banyak cerita aneh tentang rawa dan itu akan membuat kulit kalian merinding, hanya untuk mendengarkannya.

Setiap hari, orang-orang di desa itu pergi ke rawa dan bekerja keras selama berjam-jam, memotong rumput. Mereka memasukkannya ke dalam gerobak dorong dan membawanya pulang untuk dijemur di bawah sinar matahari. Mereka menggunakan rumput sebagai bahan bakar, membakarnya di perapian untuk menghangatkan rumah mereka. Mereka juga bisa menjualnya untuk menghasilkan uang.

Tapi, setelah matahari terbenam, tidak ada yang berani keluar dalam kegelapan menuju rawa yang sunyi itu. Di bawah sinar bulan, angin akan bersiul melalui cabang-cabang pohon yang mati. Mereka yang tinggal di dekatnya sering melihat sosok aneh merayap di hamparan rawa yang sepi.

Ada rumor di seluruh desa bahwa makhluk aneh muncul dari lubang rawa pada malam hari. Orang-orang sangat takut sehingga mereka menolak meninggalkan rumah setelah gelap. Hanya ada satu orang di desa yang tidak percaya pada makhluk ini, seorang pemuda jangkung bernama Tonto Maze. Semua orang mengenalnya sebagai "Tonto."

Dalam perjalanan pulang dari tempat kerja, saat lampu mulai memudar, dia sering berbisik kepada teman-temannya, "Ada satu!" dan mereka akan melompat dan lari. Dan Tonto akan tertawa dan tertawa. Akhirnya beberapa temannya menyerang dia.

"Jika kamu tahu banyak. Mengapa kamu tidak pergi ke rawa suatu malam dan melihat apa yang terjadi pada dirimu?"

"Aku akan melakukannya." Kata Tonto.

"Tentu, bukankah aku berolahraga di sana setiap hari? Tidak sekali pun aku pernah melihat sesuatu yang menakutkan bagiku. Mengapa berbeda pada malam hari? Besok malam aku akan mengambil lenteraku dan berjalan ke pohon willow yang menggantung di tengah rawa. Jika aku takut dan lari, aku tidak akan pernah mengejekmu lagi. "

Malam berikutnya orang-orang itu pergi ke rumah Tonto untuk menemuinya dalam perjalanan. Itu adalah malam yang paling gelap dan awan tebal menutupi bulan, menghalangi cahaya. Ketika mereka tiba, ibu Tonto memintanya untuk tidak pergi.

Aku akan baik-baik saja. Dia berkata. "Tidak ada yang perlu ditakuti. Jangan bodoh seperti yang lain. "

Dia mengambil lentera dan bernyanyi untuk dirinya sendiri, menuju ke jalan setapak yang menuju ke rawa. Beberapa pemuda bertanya-tanya apakah Tonto tidak benar. Mungkin mereka takut pada hal-hal yang tidak ada. Beberapa memutuskan untuk mengikutinya dan melihat sendiri, tetapi mereka tetap tinggal jauh jika dia mengalami masalah. Mereka yakin mereka melihat sosok gelap bergerak. Tapi lentera Tonto terus naik turun, dan suara Tom terus melayang kembali pada mereka, dan tidak ada yang terjadi.

Akhirnya mereka melihat pohon willow. Ada Tonto berdiri dalam lingkaran cahaya, melihat ke sana kemari, menyiulkan lagu gembira. Tiba-tiba angin meniup lenteranya, dan Tonto tiba-tiba berhenti bersiul. Orang-orang itu berdiri diam dan diam dalam kegelapan, menyipitkan mata untuk melihat dan menunggu sesuatu yang mengerikan terjadi.

Saat awan bergeser dan bulan kembali mengintip, mereka melihat sekilas Tonto. Punggungnya bersandar pada pohon willow dan lengannya berada di depannya, seolah-olah dia sedang melawan sesuatu.

Sepertinya kegelapan itu hidup dengan benda-benda berlendir dan merayap. Sosok aneh berputar-putar di sekelilingnya. Mereka bisa mendengar ratapan keras dan suara rintihan yang mengerikan. Kemudian, awan menutupi bulan lagi dan sekali lagi menjadi hitam seperti terik.

Sekarang, orang-orang itu berlutut, berdoa untuk kehidupan yang indah dan memanggil Perawan Maria dan semua orang suci untuk melindungi mereka. Saat bulan muncul kembali, wajah Tonto pucat pasi. Dia mati-matian tergantung di pohon willow dengan satu tangan. Lengannya yang lain terentang di depannya dan ada sesuatu yang menariknya.

Tangan itu tampak seperti tangan tanpa tubuh, dengan daging busuk yang berjatuhan dari tulang-tulang yang berjamur dan tangan Tonto yang malang tergenggam erat. Semakin kuat dan kuat itu ditarik, sampai akhirnya, Tonto kehilangan pegangannya di pohon dan diseret ke dalam malam, menjerit seperti jiwa di neraka. Itulah yang dikatakan para pria yang mereka saksikan sebelum Tonto ditelan oleh kegelapan.

Ketika awan menutupi bulan sekali lagi, orang-orang itu berbalik dan berlari melewati kegelapan menuju desa. Berulang kali mereka tersesat dan jatuh ke tanah, berjuang untuk menghindari lubang rawa yang mematikan. Akhirnya mereka merangkak kembali dengan tangan dan lutut mereka. Tapi Tonto Maze tidak bersama mereka.

Di pagi hari orang-orang mencari Tonto ke mana-mana. Akhirnya mereka menyerah begitu saja. Malam itu, para penduduk desa mendengar teriakan. Itu adalah ibu Tom. Dia bergegas menuruni jalan setapak dari rawa, berteriak dan melambai. Ketika penduduk desa melihatnya, dia dengan panik memberi isyarat kepada mereka untuk mengikutinya.

Berjuang untuk mengatasi ketakutan mereka, para penduduk desa mengejarnya dan ketika dia datang untuk berhenti, mereka menemukan Tonto Maze muda merosot di pohon willow, gemetar dan mengoceh seolah-olah dia telah kehilangan akal sehatnya. Tangan kirinya terangkat ke udara, menunjuk dan matanya yang liar menatap sesuatu yang bisa dilihatnya.

Di mana tangan kanannya seharusnya berada, tidak ada yang lebih dari tunggul berdarah. Itu telah dirobek sampai bersih. Tidak ada yang pernah tahu pasti apa yang dia lihat. Beberapa orang mengklaim bahwa dia telah diserang oleh tangan yang mati dan yang lain mengatakan itu hanya pembicaraan tentang orang bodoh yang mabuk dan percaya takhayul.

Satu-satunya orang yang benar-benar tahu apa yang terjadi malam itu adalah Tonto Maze muda, tetapi dia tidak pernah berbicara sepatah kata pun lagi. Dia menghabiskan sisa hidupnya yang pendek, dibarikade di kamar tidurnya, gemetar dan gemetar sepanjang malam yang panjang.

Dia tidak berhasil sampai akhir tahun dan ketika mereka menurunkannya ke dalam kuburannya, ibunya yang berduka berteriak kepada orang-orang yang berkumpul di halaman gereja dan memohon agar mereka tidak pernah sebodoh itu untuk menjelajah ke rawa terkutuk. tengah malam.

Itulah legenda yang terkenal di kota baru yang ditinggali Phillip saat ini. Seperti katanya, dia bekerja sebagai peternak di sana dan menyewa beberapa orang untuk menjadi anak buahnya yang mengurus beberapa hal di kandangnya.

Ketika seorang sapi milik Phillip berhenti memberikan susu, dia menelepon dokter hewan setempat.

"Saya tidak dapat menemukan sesuatu yang salah dengan sapi itu," Kata dokter hewan, bingung, "Jika saya tidak tahu yang lebih baik, saya akan mengatakan beberapa penyihir telah merapalkan mantra padanya."

Phillip dan dokter hewan sama-sama tertawa.

"Wanita tua itu, Andy Fletcher. Kurasa dia adalah yang paling dekat dengan petunjuk yang kita miliki dengan penyihir di sekitar bagian ini. "Jawab salah satu pekerja Phillip.

Beberapa minggu sebelumnya, Phillip bertengkar dengan Andy Fletcher ketika dia secara tidak sengaja menabrak kucing peliharaannya dengan traktornya.

"Aku benar-benar minta maaf, Andy." Kata Phillip

"Aku akan memberimu kucing baru." Kata Phillip

"Aku membesarkan kucing itu dari seekor anak kucing." Dia mendesis.

"Aku mencintainya! Anda akan menyesal untuk ini!" Kata Andy.

Matanya dipenuhi dengan amarah dan kebencian.

Beberapa hari kemudian, sapi peternak itu tiba-tiba berhenti memberikan susu. Kemudian truknya mogok. Setelah itu, istrinya terpeleset dan jatuh hingga lengannya patah.

"Kami mengalami banyak kesialan akhir-akhir ini," Kata salah satu pekerjanya.

"Mungkin penyihir tua itu, Andy Fletcher, membalas dendam denganku." Gumam Philllip

"Menurut legenda, jika Anda dikutuk oleh penyihir, hanya ada cara untuk menghentikannya. Anda harus mengukir gambar penyihir menjadi pohon, lalu menancapkan paku ke gambar di mana hati seharusnya berada. Setiap hari Anda mengendarainya sedikit lebih dalam dan setiap hari, penyihir akan merasakan lebih banyak sakit. Pada hari kesembilan, penyihir itu akan mati." Kata salah satu pekerjanya yang lainnya.

Phillip memutuskan untuk menguji legenda lama. Dia mengeluarkan pisau saku dan menggambar Andy Fletcher di pohon kenari hitam. Kemudian, dia mengambil palu dan paku dan menancapkan paku itu ke hati Andy. Setiap hari, dia keluar ke pohon tua dan menancapkan paku lebih dalam.

Pada malam hari kesembilan, dia sedang bekerja di ladangnya, dekat tempat tinggal wanita tua itu. Melihat rumahnya, Phillip mulai bertanya-tanya apa yang terjadi di sana.

Kemudian, dalam cahaya redup, dia melihat Andy Fletcher menuruni bukit perlahan-lahan ke arahnya. Dengan wajahnya yang kurus dan kurus, dan mantel hitam tuanya yang menutupi tubuhnya dengan erat, dia benar-benar terlihat seperti penyihir. Saat dia semakin dekat, Phillip melihat bahwa dia hampir tidak bisa berjalan.

"Mungkin aku benar-benar menyakitinya." Pikirnya.

"Mungkin aku harus menghentikan semua ini dan mencabut paku." Gumam Phillip

Sebelum dia menyadarinya, Andy Fletcher sudah berada di lapangan, mendekatinya, wajahnya berkerut karena marah.

"Kamu membunuh kucingku." Dia berteriak.

"Dan sekarang kamu membunuhku!" Teriaknya.

Kemudian, dia jatuh mati di kakinya.

"Saya tidak heran dia mati seperti itu. Dia sangat tua, mungkin sembilan puluh tahun. Jantungnya berhenti begitu saja." Kata dokter kemudian.

"Beberapa orang mengira dia penyihir." Kata salah satu pekerjanya..

"Saya telah mendengar rumornya." Kata dokter itu.

"Seseorang yang saya kenal mengira Andy Fletcher telah mengutuknya. Dia menggambarnya di pohon, lalu menancapkan paku ke sana untuk membuatnya berhenti." Lanjut Phillip.

"Itu takhayul lama... Tapi orang-orang seperti kita tidak percaya pada hal semacam itu, kan?" Kata dokter.

Beberapa hari pun berlalu, Phillip sering mengaku bahwa dia sedang diikuti oleh seekor anjing hitam kecil. Dia mengatakan itu mengikutinya kemanapun dia pergi dan tidak akan meninggalkannya sendirian. Phillip sering terlihat berteriak dan mengumpat dan melempar batu, mencoba mengusir anjing itu.

Semua orang di kota mengira dia gila, karena tidak ada anjing di sana. Setiap kali seseorang mencoba memberi tahu Phillip bahwa tidak ada anjing untuk dilihat, dia akan menjawab, "Mungkin kamu tidak melihatnya, tapi aku melihatnya. Dan aku tidak lebih gila darimu. "

Menurut ceritanya, pertama kali Billy melihat anjing hitam kecil itu adalah pada hari dia membunuh Seth Burson. Kota yang ditinggali Phillip itu memag penuh dengan perampok dan bandit. Setiap orang membawa senjata dan orang-orang selalu berkelahi satu sama lain atau saling membunuh.

Phillip adalah seorang penduudk yang lumayan baru saat itu dan dia membenci Seth Burson. Mereka telah berseteru selama bertahun-tahun. Suatu hari, Phillip sedang berkendara dengan kudanya, begitupula dengan Seth yang datang mendatanginya dengan menunggangi kudanya. Begitu mata mereka bertemu, kedua pria itu mengambil senjata. Phillip berhasil melakukan tembakan pertamanya dan melepaskan tembakan pertama. Dia memukul kotak Seth Burson di bahu, menjatuhkannya dari kudanya.

Kuda itu ketakutan dan lari, meninggalkan Seth Burson terbaring di tanah dengan lengan berdarah dan punggung patah. Pistolnya jatuh di tempat yang tidak bisa dia jangkau dan dia hanyalah seekor bebek yang sedang duduk. Dia berbaring di tanah, menggeliat kesakitan dan memohon agar Phillip tidak membunuhnya.

Phillip hanya menatapnya dan meludahi wajahnya. Kemudian, dia mengarahkan senjatanya dan membunuhnya dengan darah dingin. Anjing hitam kecil Seth Burson berlari mendekat dan mulai menjilati wajah orang mati itu. Kemudian, ia merengek menyedihkan dan mulai menggonggong dan menggeram pada Phillip. Masih dalam kemarahan yang mematikan, Phillip membunuh anjing itu juga dan meninggalkan kedua mayat itu tergeletak di jalan.

Saat itu, tidak ada hukum di kota itu, jadi tidak ada sheriff dan tidak ada deputi yang bisa menangkap Philliip. Setelah pembunuhan itu, dia berjalan pulang, minum beberapa gelas bir dan pergi tidur. Tapi sepanjang malam, dia mendengar anjing hitam kecil itu merengek di luar kabinnya.

"Aku harus membayangkan banyak hal." Kata Phillip pada dirinya sendiri saat dia melempar dan membalikkan badan di tempat tidur.

"Anjing itu sudah mati. Aku tahu karena aku menembaknya sendiri. "

Keesokan paginya, ketika Phillip bangun, dia melihat ke luar jendela dan melihat anjing itu balas menatapnya. Itu menunggunya di luar. Sejak saat itu, tidak satu hari pun berlalu ketika dia tidak melihatnya. Pada malam hari, anjing akan menggaruk-garuk pintu dan menggonggong agar diizinkan masuk. Pada siang hari, anjing akan mengikutinya keliling kota.

Phillip terus menemukan bulu anjing hitam di mana-mana. Mereka ada di sofa, di lantai, di tempat tidurnya dan kadang-kadang dia bahkan menemukannya di makanannya. Seluruh rumah berbau anjing. "Itu bukan imajinasiku." Kata Phillip.

"Itu anjing hitam kecil Seth Burson.

Hal-hal seperti itu berlangsung selama hari-hari. Kemudian suatu pagi, para tetangga tidak melihat asap keluar dari cerobong asap Phillip. Ketika mereka pergi ke rumahnya untuk memeriksanya, Phillip tidak ada di sana. Beberapa hari kemudian, mereka menemukan tubuhnya terbaring di lapangan di belakang kabinnya.

Phillip punya banyak musuh, dan pada awalnya sepertinya seseorang telah membunuhnya, tapi tidak ada tanda apapun padanya. Dia terbaring di pasir dan tidak ada jejak kaki di luar sana, kecuali jejak kaki Phillip.

Dokter tidak dapat menemukan sesuatu yang salah dengan tubuhnya dan dia tidak dapat menemukan penyebab kematiannya. Dia berkata bahwa Phillip mungkin telah mati karena kemarahan lama, atau serangan jantung, atau kedinginan. Tapi tidak ada yang percaya itu.

Ada yang aneh dengan kematiannya. Ketika tetangga menemukan Phillip, ada bulu anjing hitam di pakaiannya. Bahkan ada beberapa di wajahnya. Baunya seperti anjing di luar sana. Namun tidak ada yang pernah melihat anjing di mana pun.