webnovel

Part 1 : Calvin Alexander

Tidak pernah ada yang tahu siapa penerus Alexander Group, perusahaan terbesar se-Asia yang tahun lalu memasuki urutan ke 5 perusahaan terbesar se-dunia. Pimpinan Grup, Joe Alexander pernah dikabarkan memiliki seorang anak laki-laki dari hasil pernikahannya dengan mantan model cantik Michelle Rosalie namun sejak kabar itu berhembus belasan tahun yang lalu, tidak pernah sekalipun anak laki-laki yang diberitakan tertangkap media.

Hal ini cukup membuat masyarakat terutama mereka yang menggantungkan hidupnya dan keluarganya pada Alexander Group khawatir. Pasalnya, sejak seminggu yang lalu berita mengenai Joe Alexander mengalami kecelakaan fatal berhembus dan hingga saat ini belum ada yang mengetahui kapan Joe Alexander akan sadar dari koma dan mengurus kekacauan yang terjadi di perusahaan.

Sudah seminggu saham perusahaan terus menurun dan perusahaan mulai mengalami krisis. Michelle Rosalie sebagai pimpinan pengganti juga kepayahan dalam menstabilkan kondisi perusahaan. Mengalami begitu banyak tekanan dalam waktu singkat bahkan membuat wanita berusia 45 tahun itu mengalami kelelahan berlebih yang akhirnya terpaksa dilarikan ke rumah sakit setelah sebelumnya pingsan di acara peresmian The Alexander Resort & Hotel Bali.

-

"Bagaimana kabar Calvin?" Michelle bertanya pada wanita paruh baya yang baru saja masuk ke ruang rawatnya. Wanita paruh baya yang kerap disapa Amel tersebut hanga menggelengkan kepalanya disertai helaan nafas putus asa dari Michelle.

"Masih seperti biasanya nyonya, sepertinya pengalihan perusahaan pada tuan muda tidak mungkin dilakukan dalam waktu dekat ini." Amel menjawab dengan lemas. Dirinya sangat mengetahui dengan pasti hanya tuan muda Calvin yang bisa menyelamatkan kekacauan perusahaan saat ini.

Calvin Alexander. Anak tunggal sekaligus putra tunggal dari keluarga Alexander terlahir normal seperti anak-anak pada umumnya. Namun saat menginjak usia 2 tahun, dimana dirinya baru belajar untuk mengeksplor dunia anak itu mengalami kejadian pahit.

Joe Alexander yang saat itu masih merintis usaha tidak memiliki banyak kekuatan untuk melindungi putranya dari aksi saingan bisnis yang iri hati akibat posisi perusahaannya digantikan oleh perusahaan Joe yang lebih menjanjikan. Saingan bisnisnya menculik Calvin yang baru genap berusia 2 tahun selama seminggu. Saat ditemukan kondisi Calvin sudah sangat memprihatinkan dengan banyaknya luka lebam bahkan luka sayatan terbuka.

Joe dan Michelle kembali terpukul ketika dokter menyatakan bahwa Calvin menderita trauma psikologis yang membuat dirinya menolak untuk berbicara dan berhubungan dengan dunia luar. Demi lancarnya pengobatan Calvin, Joe dan Michelle memutuskan untuk tidak mengekspos putranya ke media bahkan memberikan uang lebih kepada setiap orang yang mengetahui identitas Calvin sebagai uang tutup mulut. Serangkaian pengobatan telah dilakukan hingga Calvin genap berusia 10 tahun dirinya kembali bisa berbicara. Hal ini berkat bantuan tenaga ahli dan peran kuat Michelle yang merelakan karir dan impiannya untuk fokus merawat Calvin.

Tidak selesai sampai disitu cobaan untuk keluarga ini, Calvin memang sudah kembali bisa berbicara, tapi tidak tumbuh seperti anak-anak pada umumnya. Calvin cenderung pendiam dan memilih sendirian di ruang baca atau di kamarnya. Namun kecerdasan Calvin tidak diragukan lagi. Calvin bahkan telah menyelesaikan studinya dengan gelar master di 2 program studi yaitu bisnis dan teknologi di usianya yang baru saja menginjak 16 tahun.

Secara diam-diam Calvin berperan banyak dalam menempatkan Alexander Grup di posisi saat ini namun hanya sebatas ide dan keterampilannya. Calvin membutuhkan ayahnya Joe Alexander sebagai penghubung dirinya dengan semua pihak terkait perusahaan. Pastinya, tidak pernah ada yang mengetahui bahwa kemajuan pesat perusahaan dalam 8 tahun terakhir ini berkat Calvin Alexander dan bukan Joe Alexander.

"Semua pemegang saham dan investor tidak ada yang menyetujui proposal Calvin karena saya yang mengajukannya atas nama saya." Gumam Michelle yang masih terdengar jelas oleh Amel.

Bukan hal yang aneh memang jika Michelle tidak dipercaya. Bagaimana mungkin mereka percaya degan Michelle yang tidak memiliki pengalaman sama sekali tiba-tiba saja membawa banyak berkas yang telah dikerjakan Calvin dan mengajukannya kepada para pemegang saham dan investor.

"Bahkan mereka tidak ingin membaca sedikitpun isinya..." tambah Michelle lirih. Amel terdiam tidak tahu harus menjawab apa. Dirinya hanya seorang kepala pelayan yang bertanggungjawab atas urusan rumah.

"Nyonya harus segera pulih, setelah itu mungkin nyonya bisa kembali bicara dengan tuan muda." Amel berkata dengan lembut sambil menyiapkan peralatan makan Michelle.

-

Suara ketukan sepatu berujung lancip terdengar jelas di lorong yang sepi. Michelle menarik napasnya sebelum mengetuk pintu besar di ujung lorong. Tidak perlu menunggu waktu lama, pintu tersebut terbuka. Michelle memasang senyum tipis melihat Calvin yang sedang sibuk mengerjakan banyak hal di meja kerjanya.

"Sayang" panggil Michelle perlahan takut membuyarkan konsentrasi anaknya. Calvin menghentikan sejenak pekerjaannya dan menatap Michelle.

"Bagaimana kabar mami?" Suara berat nan seksi milik pria berusia 24 tahun itu terdengar khawatir.

"Mami baik sayang, kalau kamu khawatir kenapa tidak datang menjenguk mami?" Tanya Michelle ramah yang langsung dibalas dengan tatapan ksoong dari Calvin. Putranya itu langsung menundukan kepalanya sambil berpura-pura sibuk dengan laptopnya.

"Mami mau bicara serius dengan kamu." Calvin kembali mengangkat wajahnya yang ditundukan saat mendengar nada suara serius dari Michelle.

"Mami mau kamu bersosialisasi di luar rumah." Bagai tersambar petir di siang bolong, Calvin langsung terdiam mendengar perkataan konyol dari Michelle.

"Mami jangan bercanda." Jawab Calvin sambil menggelengkan kepalanya.

"Mami tidak bercanda sayang. Mulai besok kamu bantu mami untuk mengurus beberapa hal di luar rumah. Mami tunggu di mobil jam 8 pagi dan mami tidak menerima penolakan." Michelle segera meninggalkan ruangan tersebut sebelum hatinya kembali luluh melihat kondisi putranya.

-

Calvin terdiam memaku memandangi dirinya di cermin. Tubuh atletisnya telah terbalut setelan formal mewah sejak pukul 5 pagi. Berbagai persiapan dan latihan kecil telah dilakukannya sejak perintah mutlak ditunkan oleh ibunya namun dirinya masih tidak yakin.

Diliriknya jam yang menunjukan pukul 6.30 pagi. Calvin menarik nafasnya dan memutuskan untuk menelpon Michelle untuk membatalkan janji. Calvin tidak sanggup. Dalam 24 tahun hidupnya, dirinya mungkin baru 10 kali meninggalkan rumah mewahnya ini itupun karena hal yang sangat penting seperti hadir dalam upacara penguburan kakeknya walaupun ia hanya duduk di dalam mobil dan berdoa dari kejauhan.

Sifat Calvin juga berubah drastis ketika berada di luar rumah. Dirinya menjadi lebih keras, dingin, tidak berperasaan, dan hampir tidak bersuara. Hal itu semata-mata untuk membentengi dirinya.

Baru saja jarinya ingin menekan tombol untuk menghubungi maminya dirinya kembali teringat ekspresi putus asa Michelle. Calvin mengurungkan niatnya dan segera pergi ke ruang makan.

Dia mengerti alasan Michelle yang selama ini menuruti semua keinginannya tiba-tiba memaksanya untuk bersosialisasi. Hal ini tidak terlepas dari kondisi Joe yang sedang drop dan kondisi perusahaan yang dibangun mati-matian oleh ayahnya sedang dalam keadaan tidak stabil. Topik ini juga sudah berulang kali dibahas oleh Michelle. Michelle memintanya untuk muncul ke publik dan mengambil alih perusahaan namun ide itu langsung ditolak mentah-mentah oleh Calvin.

Calvin memantapkan hatinya. 'Harus bisa!' Serunya dalam hati. Sadar dirinya adalah harapan keluarga satu-satunya membuat ia mencoba untuk menguatkan dirinya.

BRUKKK!!

Calvin terdiam. Terlalu fokus dengan pikirannya sampai ia tidak sadar telah menabrak seseorang di rumahnya hingga terjatuh. Gadis itu meringis kesakitan sambil mengelus bokongnya.

"Liat-liat dong!" Seru gadis itu kesal dan sontak saja membuat Calvin terperanjat kaget.