webnovel

The Fleeing Chaos Demon

Asheel Doom, iblis yang lahir dari kekacauan, dan orang yang terlahir sebagai raja, kabur karena takut dengan mimpi yang dia alami. Dia pergi sambil mengajak rekan-rekannya yang ia temui di masa lalu, dan mereka tiba di sebuah dunia modern yang terdapat iblis, malaikat, malaikat jatuh, dan dewa. Ini hanyalah kehidupan sepasang Dewa yang dibuang ke Alam Fana.

Nobbu · Anime & Comics
Not enough ratings
289 Chs

Segalanya

Bagi Asheel, Sera adalah orang terpenting dalam hidupnya. Dia pernah nenyelamatkan hatinya di masa lalu ketika dia putus asa.

Semenjak rasa cinta Asheel terhadap Lucia merasa ditolak, dia menjadi sangat murung saat itu. Supreme One bahkan tidak berani mengganggunya karena takut dia akan mengamuk.

Tapi meski dilanda keputusasaan selama ribuan tahun, Asheel masihlah bersikap rasional. Tentu saja dia tidak akan mengamuk begitu saja, kecuali ketika dia baru saja menyelesaikan proses Chaos Distraction dan melampiaskan semua amarahnya dengan memukuli Supreme One, meskipun dia malah yang dipukuli. Itu adalah pertama kalinya dia mengalami Chaos Distraction, dan pemicunya juga merupakan kesedihan yang dirasakannya.

Kelahiran Sera adalah sesuatu yang istimewa baginya. Pada saat itu, Supreme One menyarankan Asheel untuk mengambil cuti selama beberapa tahun untuk merawat dan membesarkan Sera. Tentu saja dia melakukannya atas dasar kepercayaan Lucia.

Sera dan Lucia adalah orang yang berbeda, dan Asheel tahu itu. Rasa cintanya terhadap Lucia masih begitu dalam, tapi dia tidak mungkin bisa melampiaskan semua perasaannya kepada Sera begitu saja.

Yah, sebenarnya itu mungkin karena perlahan-lahan, Asheel mulai melampiaskan perasaannya yang tersisa kepada Sera.

Dia mengistimewakan Sera.

Pertama, karena Sera adalah putri Lucia. Kedua, setiap kali Asheel melihat Sera hanya membuat dia terpikirkan Lucia begitu saja. Selain itu, Asheel menjadi sangat terikat dengan Sera.

Asheel bahkan terpikir untuk melayani di bawah Sera.

Pada saat itu, Sera remaja berkata:

"Asheel, kenapa kau menjaga jarak dariku akhir-akhir ini? Apa kamu tidak mencintaiku lagi?"

Terkejut dengan pertanyaannya, Asheel merasa bingung untuk sesaat. "A-Aku mencintaimu...!"

Nadanya terdengar ragu-ragu, jelas Asheel tidak ingin jatuh seperti saat dia mengharapkan Lucia. 'Apa yang kupikirkan! Sera adalah Sera, bukan Lucia. Meski mirip ... tetapi mereka berbeda, ya ... berbeda...!'

"Benarkah? Kamu akan terus bersamaku selamanya?"

Melihat mata berharap Sera, Asheel tidak tahan lagi. "Aku...."

Pada akhirnya, dia tidak bisa mengatakannya. Hatinya dipenuhi keraguan karena dia tidak ingin hal yang sama terulang kembali.

Cinta antara anak dengan pengasuhnya. Meski posisinya sekarang terbalik, bagaimanapun Asheel pernah mengalaminya sendiri, yang membuatnya semakin ragu-ragu.

"Asheel, aku mencintaimu. Maukah kamu berpacaran denganku?"

Meski dalam keraguan dan kecemasan yang tinggi, Asheel tetap menerimanya.

Sera senang karenanya.

Sera saat itu sangat polos dan disukai, tingkahnya juga kekanak-kanakan meski dia sudah remaja. Setidaknya itu yang dilihat dari sudut pandang Asheel, karena dia tidak tahu jika Sera hanya bersikap seperti itu hanya ketika didepannya saja.

Butuh waktu bertahun-tahun untuk Asheel bisa menerima Sera sepenuhnya. Bagaimanapun, dalam kurun waktu itu, Asheel perlahan-lahan jatuh cinta pada Sera.

Sejak saat itu, Asheel merasa jika Sera adalah satu-satunya yang tersisa didunianya.

Sera adalah segalanya.

...

"Sampai saat ini pun, aku masih berpikir seperti itu. Sera adalah segalanya bagiku."

"Ada apa?" Merlin bertanya dengan bingung saat melihat Asheel yang tiba-tiba linglung sambil menggumamkan sesuatu dengan nada rendah.

"Tidak apa-apa." Asheel melambaikan tangannya dengan santai. "Aku mengira kamu akan langsung kembali ke sini. Apa kamu habis berpesta kemenangan dengan teman-temanmu?"

"Berpesta pantatmu! Kami berduka!" Merlin berteriak di telinganya. "Yah, beberapa orang mati. Gloxinia, Drole, Malaikat Agung kecuali Mael, dan juga Dewa Tertingi tewas dalam perang. Banyak korban jiwa juga di pihak Ksatria Suci. Tentu saja paling banyak adalah warga desa yang diinjak-injak oleh Outsider sampai mati."

"Jangan menyebutkan semuanya, aku tidak ingat nama-nama itu."

Merlin menjadi cemberut, "Kamu pasti bisa menyelamatkan Britannia dengan mudah, tapi kanu tidak melakukannya. Bukankah kamu seharusnya sedikit mengistimewakannya?"

"Britannia sudah pulih seperti semula, yang rusak hanyakah makhluk-makhluk fana yang mati. Ribuan tahun lagi, akan lebih banyak manusia dari pada saat ini. Lagipula, aku akan membuka perbatasan. Omong-omong, bagaimana dengan Raja Arthur?"

"Dia melakukannya dengan baik. Liones setuju untuk bersatu dengan Camelot. Setelah ini, hanya ada satu kerajaan di dunia saat ini, yaitu Kerajaan Britannia."

"Oh," Asheel sepertinya tidak peduli dengan kinerjanya saat dia merasa lupa akan seseorang yang juga terikat dengannya di dunia ini.

"Flora dan Zora ingin menemuimu, sepertinya saudari itu tidak bisa menahannya lagi, terutama Flora. Aku tidak ingin mengasuh mereka lagi, merepotkan."

Itu dia, Faker!

"Aku melupakan dua orang itu sejenak." Asheel menggaruk kepalanya.

"Sepertinya kamu sangat kacau? Apakah ada masalah dengan ingatanmu? Oh, apakah kamu baru saja dipukuli di kepalamu yang membuatmu kehilangan beberapa ingatan?" tanya Merlin dengan nada bercanda.

Asheel menoleh, menatapnya.

Menatap matanya yang entah itu serius atau bercanda, Merlin menjadi takut saat dia mundur selangkah tanpa sadar.

Merlin ingin mengatakan: Aku bercanda, tehee~

Tapi tidak ada suara yang keluar dari mulutnya.

Asheel terus menatapnya, membuatnya semakin gugup. Tatapannya seolah mampu menembus melalui jiwanya hingga akar keberadaannya.

Setelah sekian lama...

"Omong-omong, mari pergi ke bawah tanah." Asheel menurunkan pandangannya saat dia berbicara mengajak Merlin. Dia pergi terlebih dahulu sebelum Merlin mengikutinya dari belakang.

Melihat punggung pria itu, Merlin merasakan perasaan aneh yang tidak bisa dijelaskan. Pikirannya melayang ke mana-mana.

'Apa maksud dia menatapku seperti itu?'

Merlin terus menanyakan hal yang sama di benaknya.

Temperamen Asheel telah berubah dibandingkan 3000 tahun yang lalu. Itu masih Asheel seperti biasa, tapi aura disekitarnya menunjukkan dominasi dan kebuasan yang nyata.

Bahkan setelah kekuatannya mampu menciptakan sebuah dunia, Asheel tidak memancarkan sedikitpun kebijaksanaan. Asheel masihlah seorang Chaos Beast.

Pada akhirnya, Merlin hanya menggelengkan kepalanya dan mencoba untuk tidak memikirkannya.

Setelah cukup lama berjalan, keduanya sampai di lab bawah tanah.

"Mari kita lihat kinerjamu." Asheel mulai berbicara saat dia melihat tabung yang berisi tubuh humanoid didalamnya.

Tubuh yang sama yang diciptakan Asheel 3000 tahun yang lalu.

Memindai tubuh itu, mata Asheel sedikit membelalak. "Satu persen peningkatan? Betapa mengejutkan!"

"...." Merlin tidak bisa berkata-kata. "Semua kerja kerasku dalam ribuan tahun terakhir hanya untuk satu persen itu?"

"Fuhahaha, berbanggalah! Satu persen peningkatan sangat memengaruhi kualitas tubuh ini!"

".....Apakah aku benar-benar bisa membanggakannya..?" Merlin ragu-ragu.

Persetan, itu hanya satu persen!

Merlin ingin menangisi kerja kerasnya.

Pbk! Pbk!

Asheel menepuk punggung Merlin sambil tertawa. Beberapa saat kemudian, tawanya mereda sebelum dia berhenti. Gerakan tangannya juga ikut melambat, dan tanpa sadar dia membelai punggung Merlin berulang kali.

Punggung Merlin telanjang karena dia memakai pakaian sehari-harinya. Jadi tangan kasar Asheel juga menimbulkan berbagai rangsangan pada kulit Merlin.

Sambil terus membelai punggung Merlin dengan ekspresi seolah tidak terganggu, Asheel bergumam: "Hm, rasanya aku ingin terus menyentuhmu."

"Hentikan!" Merlin menepis tangannya. Dia memiliki rona merah yang disembunyikam di wajahnya.

Melihat Merlin yang semakin menjauh darinya, Asheel bertanya dengan cemberut: "Apakah aku mengganggumu?"

Merlin tertegun sejenak, sebelum buru-buru menjawab: "Tidak, aku sama sekali tidak terganggu olehmu. Hanya saja, rasanya menyebalkan."

Itu memang menyebalkan.

Bukan karena Asheel yang menyebalkan, tapi Merlin merasa menyebalkan pada dirinya sendiri. Rasanya dia seperti didorong agar tidak jujur pada perasaannya sendiri.

"Yah, kurasa kau harus menunggu giliranmu, bocah." Asheel tersenyum dan menepuk kepalanya sebelum dia berbalik untuk pergi.

Setelah punggung Asheel menghilang, Merlin memegangi kepalanya sendiri dengan kedua tangannya sambil memasang pipi menggembung. "Apa maksudnya itu...?"

Hubungan keduanya menjadi agak aneh semenjak Asheel bangun. Merlin seharusnya sudah tidak tahan lagi akan perasaan gelisah ini, perasaan yang timbul dari dugaan jika Asheel menghilang dari dunianya. Meski Asheel telah kembali sekalipun, tapi kenyataannya memang menyakitkan.

Asheel telah berubah, meski tidak sepenuhnya berubah, tapi masih ada yang berbeda tentangnya. Setelah memikirkannya sejenak, Merlin merasa jika dirinya terlalu egois.

Dia tidak bisa menjalani hidupnya terus menjadi anak-anak bagi Asheel. Toh, dia juga berubah menjadi semakin dewasa, jadi dia harus mentolerir Asheel yang juga sudah berubah.

"Persetan dengan diriku sendiri..."

Saat Merlin keluar dari laboratorium bawah tanah, dia melihat Sera yang tidak bisa menahan senyum di wajahnya sambil memeluk Asheel erat-erat.

Sera terlihat sangat gembira, terus menguyel-uyel disekitar Asheel seolah tidak percaya pada kondisinya.

"Asheel, aku hamil!"

"Eh?" Ekspresi merlin kosong. "Begitu cepat?"

Baru saja kemarin Sera memarahi Asheel, tapi sudah berbuih begitu saja...