webnovel

The Fleeing Chaos Demon

Asheel Doom, iblis yang lahir dari kekacauan, dan orang yang terlahir sebagai raja, kabur karena takut dengan mimpi yang dia alami. Dia pergi sambil mengajak rekan-rekannya yang ia temui di masa lalu, dan mereka tiba di sebuah dunia modern yang terdapat iblis, malaikat, malaikat jatuh, dan dewa. Ini hanyalah kehidupan sepasang Dewa yang dibuang ke Alam Fana.

Nobbu · Anime & Comics
Not enough ratings
289 Chs

Puncak Kekacauan 6

"Exterminate Ray!"

Merlin menembakkan segumpal energi magis terkonsentrasi yang tampak seperti laser ke arah para Malaikat dan Iblis.

Lawan yang terkena serangannya langsung musnah, dan serangan itu mengenai beberapa dari mereka secara langsung.

"Uhh, hanya satu mantra itu saja sudah membuat cadangan mana-ku berkurang banyak."

Merlin sedikit terhuyung setelah melepaskan serangannya, tapi dia tidak berani menurunkan kewaspadaannya karena beberapa musuh telah menargetkannya.

"Whirp Explosion!"

Merlin melepaskan aliran udara tak terlihat dan mengayunkannya ke arah mereka, dan saat aliran menembus mereka, partikel di dalamnya akan meledak yang membuat mereka hangus.

Ophis yang diam-diam melayang tidak jauh dari sana hanya menontonnya dengan bosan. Saat dia terus menonton Merlin, beberapa musuh juga mendekatinya.

"Pengganggu."

Dengan wajah yang tabah, dia mengeluarkan nada kesal. Mengarahkan tangannya ke banyak musuh yang mendekatinya, semburan ledakan energi muncul dari telapak tangannya.

Atsmosfer terasa memanas setelah suhu ruang itu sendiri naik ke tingkat yang menakutkan.

Ratusan Malaikat dan Iblis yang mendatanginya musnah tak tersisa, dan tidak meninggalkan apa-apa selain debu.

Merlin melongo melihat eksekusi gerakan Ophis, tidak menyangka Ophis sebenarnya sekuat itu. Ini adalah pertama kalinya dia melihat kekuatan Ophis secara langsung.

Tapi dia tidak bisa mengaguminya lebih lama lagi karena dia merasakan banyak musuh mendatanginya dari banyak arah. Magic sense-nya cukup sensitif pada apa yang berhubungan dengan magis.

Pada akhirnya, dia masih akan melawan mereka semua.

...

Dari kejauhan yang sama, Sera menonton mereka dengan ekspresi bosan.

"Ophis-chan masih seperti biasa, dan Merlin-chan..." Saat matanya selesai menilai Merlin, dia membuka mulutnya sekali lagi: "Dia akan menjadi penyihir yang hebat, hanya saja bertarung seperti itu tidak cocok untuknya."

Dari evaluasinya, penyihir seperti Merlin tidak bisa dengan bebas mengeluarkan mantranya sesuka hati dan harus berpikir dua kali untuk memilih serangan mana yang cocok untuk menghadapi jenis musuh tertentu.

Tidak seperti saat ini, Sera melihat Merlin yang sepertinya sangat senang menguji semua mantra yang telah dia pelajari, seperti seseorang yang tidak sabar untuk mempraktekan apa yang orang itu pelajari selama ini.

"Jika itu Merlin-chan, aku yakin dia akan menyadarinya segera. Hanya saja..." Pandangannya lalu beralih ke proyeksi layar di depannya, yang menunjukkan Asheel yang sedang duduk di takhtanya. "Ugh, perasaanku buruk. Wanita jalang itu pasti menargetkannya lagi!"

Perkataannya mengacu pada orang yang menuntun Asheel menjadi seorang Penguasa Kekacauan sejati. Saat itu dia belum lahir karena kisah Asheel dan sosok misterius itu terjadi saat Asheel masih menduduki kekuasaannya di Alam Iblis.

Sosok misterius yang berada di balik layar dan mencoba mengendalikan Asheel, walaupun dia sendiri pernah bertemu dengannya, kesannya pada wanita itu sama sekali tidak baik.

Dia yakin jika Asheel selama ini telah perhatikan oleh sosok misterius itu. Jika dibilang, sosok misterius itu hanya melihat Asheel sebagai hiburan semata dan kadang-kadang akan memberi kesulitan pada Asheel.

Tapi setiap tindakan yang dilakukannya bisa dengan mudah diatasi oleh Asheel. Sera berpikir wanita itu akan menyerah karena rencananya tidak berhasil, tapi dia salah besar karena wanita itu malah lebih terhibur pada apa yang dilakukan Asheel.

Dan yang lebih menjengkelkannya lagi, Asheel merasa baik-baik saja pada apa yang dilakukan wanita itu terhadapnya.

Yang bisa dia lakukan selama ini hanyalah menjauhkan wanita itu dari Asheel sejauh mungkin. Untunglah perasaan Asheel pada Ibunya sangat kuat saat itu, dan mengambil inisiatif untuk pergi dari sisi wanita itu dan kembali ke Alam para Dewa yang mengatur Abyss.

Cukup tentang itu, sepertinya kesadaran Asheel mulai pulih, dan dia yakin Asheel saat ini merasa canggung pada apa yang telah dia mulai dengan semua kekacauan ini.

Dia tidak peduli apakah dunia ini akan hancur atau seluruh makhluk akan musnah. Yang dia pedulikan hanyalah Asheel.

...

"Ehm, kurasa aku harus pergi..?"

Asheel dengan bingung duduk di takhtanya, tidak tahu lagi harus bagaimana kedepannya. Dia baru saja melakukan sesuatu untuk membuat Raja Iblis dan Dewa Tertinggi bergerak dari tempatnya dan memaksanya untuk datang ke Britannia. Akan sayang jika kedua bossy dunia ini tidak menaiki panggung setelah dia mempersiapkannya sedemikian rupa.

Saat dia bingung, dia tiba-tiba merasakan sentakan rasa sakit di dadanya, tepatnya pada Inti Kekacauan-nya yang gelisah.

"Ugh, aku tahu ini. Tentang kesadaranku yang mulai pulih, berarti waktuku sudah tidak lama lagi. Aku harus pergi ke Danau Salisbury secepatnya!"

Saat dia memindai Inti Kekacauan-nya, apa yang dilihatnya sampai membuatnya membelakakan matanya karena Inti Kekacauan miliknya begitu gelisah saat kecepatan perputarannya sangat cepat dan memompa energi terus menerus mengalir ke seluruh tubuhnya.

Inti Kekacauan terus bergetar hebat saat setiap gerakan yang dilakukan Asheel terasa sangat menyakitkan.

Asheel memaksa dirinya untuk tenang dan menstabilkan Inti Kekacauan dengan segala cara yang dia bisa.

Jika dilihat dari luar, wajah Asheel hanya sedikit berkedut dengan semua rasa sakit yang dia rasakan.

Seharusnya eksistensi seperti dirinya tidak bisa lagi merasakan rasa sakit, tapi Asheel sudah berbeda keadaannya sejak awal.

Saat dia berada dalam keadaan yang tidak terduga, Elizabeth dan Meliodas sekali lagi merangkak ke tahta Asheel yang melayang. Tapi tahta itu mulai goyang dan tidak bisa mempertahankan keseimbangannya lebih lama lagi.

Saat mereka berdua sampai di atas sekali lagi, mereka menemukan Asheel yang bertingkah aneh.

Asheel duduk di tahtanya seperti sebelumnya, hanya saja kepalanya menunduk dan tidak memperlihatkan ekspresi Asheel saat ini karena wajahnya tertutup bayangan rambutnya. Tubuhnya bergetar seperti sedang menahan sesuatu di dalam dirinya.

"Kesempatan!"

Meliodas akan melesat dan menyerang Asheel yang tidak memperhatikan sekelilingnya, tapi Elizabeth segera menghentikannya.

"Tunggu, Meliodas!"

Bocah pirang itu berhenti karena perkataannya dan melihat Elizabeth dengan bingung.

"Aku mempunyai firasat buruk jika kamu menyerangnya."

Meliodas yang mendengarnya lalu mengerutkan kening, sebelum matanya membelalak dan melesat ke depan Elizabeth untuk melindunginya.

Tapi hanya karena aura misterius yang baru saja menyebar ke sekelilingnya membuat dia berteriak kesakitan.

"Aarrrrrrgggghh!

Matanya merah, otot di tubuhnya membengkak, dan dia tampak seperti telah terkontaminasi oleh sesuatu yang sangat jahat.

"Meliodas!"

Elizabeth tidak tahu apa yang terjadi pada Meliodas dan hanya bisa cemas. Tapi hanya satu detik berlalu, teriakannya berhenti dan Meliodas sudah pingsan dengan tubuhnya jatuh tanpa tenaga.

"Cepat pergi dari sini, nak. Mulai saat ini akan sangat berbahaya."

Dia mendengar suara anggun dari seorang wanita, dan tanpa sadar dia mendongak. Seorang wanita cantik dengan rambut putih salju, mata merah, dan tubuh langsing.

Matanya hanya bisa melongo setelah melihat sosoknya, Elizabeth bahkan melupakan apa yang terjadi pada Meliodas sejenak.

"Oh, buruk, buruk."

Sera tanpa sadar mengaktifkan pesonanya dan menatap gadis itu dengan canggung. Tanpa berkata apa-apa lagi, dia hanya melambaikan tangannya.

Elizabeth merasa tarikan kuat dari belakang dan tidak bisa menahan tekanannya lagi, dan hanya bisa membawa tubuh Meliodas ikut bersamanya.

Saat dia berada di udara, dia mendengar suara wanita cantik itu sekali lagi.

"Perang belum berakhir bahkan jika Asheel tidak ikut campur lagi. Dua Dewa-mu sudah melangkah ke Britannia. Nah, selamat bersenang-senang."

Hanya itu yang bisa didengar oleh Elizabeth terakhir kali sebelum dia menyeimbangkan sosoknya dan membawa Meliodas ke pelukannya.

...

"Ya ampun, aku tidak menyangka aura kekacauan sudah mempengaruhi ruang di sekitarnya. Akan sangat gawat jika dimensi ini berlubang mengingat letaknya sangat dekat dengan Alam Kekacauan."

Sera memijat pelipisnya setelah melihat keadaan Asheel. "Bahkan bocah pirang itu langsung pingsan setelah merasakan sendiri betapa kacaunya energi itu. Kemudian..."

Matanya lalu memindai ruang di sekitarnya, dan dia tidak bisa tidak menggelengkan kepalanya.

"Aura kekacauan sudah menggerogoti ruang ini dan jika dibiarkan, maka akan benar-benar berlubang."

Melihat keadaan itu, Sera hanya menyentakkan tubuhnya dan mengeluarkan auranya sendiri. Energi kacau yang sudah menyebar langsung dinetralkan dan hanya meninggalkan ruang yang telah rusak.

Dengan lambaian tangannya, ruang itu langsung pulih dalam sekejap. Saat itu, Sera mendengar suara Asheel di sebelahnya:

"Jadi begitu... aura yang akrab ini... kau... pemegang Void (Ketiadaan)..."

Mendengar suara lemah yang Asheel ucapkan dengan susah payah, Sera hanya tersenyum.

"Nah, setelah kau tahu, kau harus menyesal karena ada yang tidak kau ketahui tentang diriku."

Jika Ophis berada disini, dia pasti akan merasa terkejut. Inilah yang selama ini dia cari, dimana keheningan mutlak berada dan tidak ada yang mengganggunya.

Ketiadaan.

Dengan kekuatan Sera, Ophis bisa dengan mudah mendapat apa yang dia inginkan. Sebelumnya, energi kacau yang lepas dari Asheel dengan paksa dilenyapkan oleh Sera menggunakan kekuatan Void, jadi kekuatan ini benar-benar menakutkan karena mampu memaksa objek apapun kembali ke ketiadaan.

"...Tapi, bagaimana bisa...? Seharusnya ... bukan kamu yang memilikinya...?!"

"Aku diam-diam bekerja keras tanpa kau sadari, Asheel."

Setelah puas dengan jawaban yang dia terima, Asheel tersenyum penuh kasih padanya.

"..Aku mengerti... kalau begitu ...aku menyerahkan sisanya kepadamu..!"

Asheel merasa kesadarannya semakin berat, dan tidak lama kemudian, dia sudah kehilangan kesadaran.

"Ya, tidurlah dengan tenang. Kau bisa mengandalkan wanitamu ini."

Segera, Sera membawa tubuh Asheel di bahunya dan sosok mereka berdua menghilang seketika, menyisakan tahta yang kehilangan kendali dan jatuh ke bawah.