252 Penyimpangan Kisah

"Aku diculik oleh saudaraku sendiri. Selamatkan aku seperti tuan putri, oke?"

"..." Asheel melihat surat di kamar Sera dan terdiam. Alisnya berkerut begitu dalam, dalam hatinya, dia merasakan amarah yang pernah dia lupakan.

Gemuruh! Gemuruh!

Awan petir meledak di langit, mewarnainya hingga begitu gelap seolah-olah dunia sedang suram. Alam Dewa yang mengatur Omniverse harus menanggung kesengsaraan dari penghakiman Penguasa Kekacauan hanya karena emosinya yang sedang tidak baik.

Ya, ini amarah.

Meski Asheel sedikit mengetahui amarah di hatinya ditujukan kepada siapa, tapi kemungkinan besar dia marah pada Istrinya sendiri, yaitu Sera.

"... Jangan seenaknya masuk ke dalam panggungku, betapa merepotkannya kau ini..."

Asheel langsung menghancurkan bukti surat itu dan segera keluar dari rumahnya. Menyadari dunia luar sangat gelap saat ini dikarenakan dirinya, Asheel segera menarik napas dalam-dalam dan menenangkan emosinya.

Pilar cahaya yang menghangatkan jatuh, menembus awan gelap hingga membubarkan pengaruhnya. Langit menjadi terang sekali lagi saat kekuatan yang sebelumnya menekan Alam ini telah menghilang.

Ya, itu karena Asheel telah menenangkan diri.

Sekarang, dia sedang memikirkan kemana dia harus pergi menyelamatkan Sera. Dia sama sekali tidak bisa melacaknya karena Sera diam-diam menghapus jejaknya menggunakan «Void».

"Hhh, aku yakin jika dia meninggalkan petunjuk. Tapi ... Ahh, betapa merepotkan! Apakah ini cara membalasmu setelah aku memanjakanmu selama berbulan-bulan?!"

Asheel sama sekali tidak puas dengan Sera. Dia berjanji akan menghukumnya setelah dia membawanya pulang nanti, dan pada saat itu ... dia akan menampar pantatnya.

Kemudian dia menatap ke arah suatu tempat, tepatnya di kantor Supreme One.

"Sayang sekali, Zel.. Zer.. siapapun itu. Tapi kisahmu yang baru saja dimulai itu akan berakhir disini. Karena selanjutnya, aku dan Sera lah yang akan menggantikan kisahmu."

...

Sementara itu, di suatu tempat di High Omniverse yang disebut Abyss.

Dunia tampak merah saat badai darah yang sangat menakutkan menyapu langit di atas menjadi semerah darah. Awan merah, daratan merah, segalanya diwarnai dengan warna merah.

Doomland.

Ini adalah Alam Iblis yang pernah ditaklukan oleh Penguasa Kekacauan di awal debutnya. Di wilayah Omniverse terdalam yang disebut teritori Abyssal, yang mana menjadi habitat asal Kaum Abyssal pada awalnya, disitulah tempat itu berada.

Di kastil megah yang berdiri di tanah yang begitu biadab itu, terdapat sebuah penjara bawah tanah yang sangat mewah dengan berbagai fasilitas canggih terpasang didalamnya.

Dan di ruangan itu, terdapat seorang wanita dengan rambut putih salju dan mata merah darah. Penampilannya yang juga sangat cocok dengan darah itu mengingatkan jika dia sangat mirip dengan vampir.

Tapi tidak, sebenarnya itu adalah Sera.

Beberapa jam sebelumnya, seseorang menyusup ke rumahnya saat Asheel sedang berkebun di gunung Yanshen. Dia hampir mengira itu pencuri, tapi setelah dipikir-pikir lagi, siapa yang berprofesi menjadi pencuri di Alam Dewa yang mengatur Omniverse ini?

Ternyata, itu adalah saudara tirinya, Zerdite Ollgod. Pria itu tanpa ampun mengurungnya menggunakan kekuatan mistik saat dia dalam keadaan tak berdaya.

Bercanda, sebenarnya saat itu seseorang yang menjadi musuh bebuyutannya menghubunginya melalui Dimensional System.

Orang itu adalah D, yang juga menjadi broker untuk Zerdite, sekaligus sebagai penguasa asli Abyss. Wanita gelap itu menyuruh Sera untuk memainkan peran untuknya, sebagai ganti imbalan tertentu.

Meski Sera sangat enggan karena permintaan itu berasal dari musuh bebuyutannya sendiri, tapi dia tetap mengikutinya bahkan jika dia akan membuat Asheel marah.

Ide Zerdite untuk bersembunyi di Alam Iblis juga karena usul D, dan dengan demikian Sera juga ikut dibawa ke sana. Karena Sera masih dibutuhkan, Zerdite memperlakukannya dengan baik, tentu saja tindakannya itu tidak memperhitungkan jika orang yang dia culik adalah saudari tirinya sendiri.

Sekarang, Zerdite sedang duduk di tahta kastil yang sangat mewah itu. Kursi tahta pernah diduduki oleh Penguasa Kekacauan, dan setelah sekian lama kursi itu kosong, pria itu mendudukinya.

Bertahan hidup di Alam yang membusuk ini sebenarnya adalah sebuah masalah, tapi itu tergolong masalah kecil karena tidak sampai mengancam nyawanya.

Udara dipenuhi oleh racun, apalagi mata air di tempat ini. Bahkan air yang mengalir adalah racun yang sangat mematikan, tapi penduduk di tempat ini sudah terbiasa, dan dengan demikian menjadikan mereka sangat kuat bahkan saat mereka adalah warga biasa.

Saat ini, dihadapan Zerdite adalah orang-orang yang berlutut. Mereka semua adalah Iblis kuat yang sebelumnya memimpin wilayah ini.

"Mulai saat ini, aku adalah Raja di dunia ini." Zerdite mengumumkan dengan sombong.

Para Iblis didepan hanya bisa sujud padanya karena perbedaan kekuatan yang sangat besar.

"Sesuai keinginanmu, Yang Mulia!"

"Sesuai keinginanmu, Yang Mulia!"

"Sesuai keinginanmu, Yang Mulia!"

"..."

Meski mereka tampaknya patuh, para Iblis itu sedang menggigit bibir mereka dengan tidak berdaya. Zerdite juga tidak repot-repot untuk membuat mereka patuh sepenuhnya karena tujuannya berada di tempat ini adalah bersembunyi.

Saat dia menguasai seluruh Omniverse, alam kecil seperti ini sudah tidak berguna lagi baginya, atau bahkan dia akan menghancurkannya mengingat fakta jika tanah ini adalah sah milik Penguasa Kekacauan.

Hanya memikirkan Asheel hanya membuat moodnya menurun. Dengan suasana hati yang down secara tiba-tiba, dia mengusir orang-orang didepannya dengan segera.

Lagipula, dia hanya akan memperlakukan mereka seperti pelayan.

Tapi sebelum itu, dia mengingat hal yang tidak mengenakkan saat perjalanan menuju kastil sebelumnya. Dia memanggil salah satu Iblis dan segera memerintahkannya:

"Hancurkan semua patung Penguasa Kekacauan dan ubah menjadi patungku, itu lebih layak."

Iblis itu merasa tidak percaya untuk sesaat, tapi merasakan aura mengerikan yang menimpanya, dia segera mengangguk berulang kali.

Setelah Iblis itu pergi, Zerdite kemudian mengeluarkan sesuatu dari balik jubahnya. Tangannya memutar-mutar orb gelap yang baru saja dia keluarkan.

"Aku bisa merasakan kekuatannya ... benda ini, seharusnya sangat kuat..!"

Seringai lebar segera menghiasi wajahnya saat moodnya kembali meningkat. Fakta bahwa benda ini berada ada di tangannya sekarang juga karena Asheel secara tidak langsung telah menyerahkannya kepada dirinya.

...

Sementara itu, di Alam Dewa yang mengatur Omniverse, tepatnya di kantor Supreme One.

"Apa kau sudah menemukan anak durhakamu?" Asheel dengan tidak sopan bertanya pada Supreme One.

Supreme One menggelengkan kepalanya, "Aku tidak bisa melacaknya."

Bahkan saat jawabannya terdengar mengecewakan, Asheel masih memiliki ekspresi tenang di wajahnya. "Kurasa aku tahu dimana itu."

"Aku juga memikirkan tempat yang sama." Supreme One mengangguk.

"Betapa mudahnya kita menebak, apakah anak durhakamu bodoh atau sesuatu? Satu-satunya tempat yang tidak bisa dilacak olehmu hanyalah teritori D. Jawabannya semudah itu."

"Apa yang akan kamu lakukan, Asheel-kun? Meskipun kita tahu tempatnya, tapi Administrator D meninggalkan banyak bekas teritori yang pernah dia ciptakan. Akan membutuhkan banyak waktu untuk mencari dari semua tempat itu."

"Tidak masalah, aku bisa sekalian memusnahkan teritori Abyssal dari muka Omniverse. Bukankah itu diam-diam menjadi keuntunganmu?"

"Sshh! Sshh! Pelan-pelan, Asheel-kun! Seseorang akan mendengarnya!"

"...." Asheel agak tidak bisa berkata-kata. Ruangan ini telah disadap oleh D? Begitu menakutkan..!

"Terserahlah.."

Asheel kemudian keluar dari ruangan dan segera menciptakan pintu untuk keluar dari Alam ini.

Saatnya mengembara di High Abyss!

...

Situasi Sera saat ini.

Meskipun dikurung di suatu ruangan, namun segalanya terpenuhi kebutuhannya. Bahkan fasilitas di tempat ini lebih baik daripada di rumahnya sendiri.

D benar-benar bisa menjamunya dengan baik.

'Kurasa dia tidak seburuk itu.'

Seketika pemikiran itu muncul di benaknya, Sera segera menggelengkan kepalanya berkali-kali seolah sedang kesurupan. Bagaimanapun, yang menyenangkannya saat ini adalah D, dan dia sangat yakin jika orang itu memiliki motif yang lebih dalam.

'Tenanglah, ada bayi kecil di tubuhku saat ini...'

Mengelus perutnya yang membesar, Sera merasa agak kesepian karena Asheel tidak ada di sisinya.

'Kurasa aku tahu kenapa dia begitu marah...'

Sera menyadari kesalahan yang telah dia lakukan, tapi dia tampak tidak menyesalinya. Meski tempat ini lebih nyaman dari rumahnya, tapi sama sekali tidak ada kenyamanan di hatinya semenjak dia terpisah jauh dari Asheel.

Yang ada hanya kegelisahan dan kecemasan. Inilah yang Asheel selalu rasakan saat tidak ada Sera di sisinya.

'Haruskah aku kembali?'

Pemikiran itu juga langsung muncul di pikirannya, tapi sekali lagi, dia segera menekannya.

Jika dibilang, Asheel sangat pilih kasih sayang. Coba saja jika yang dia rindukan adalah Albedo atau Yasaka, dia tidak akan merasa secemas ini saat dipisahkan dari mereka.

Masih ada obsesi jika Sera adalah segalanya pada diri Asheel.

'Aku harus menanggung semua kemarahan dan kecemasannya, ini juga demi dirimu sendiri...!'

Pada akhirnya, Sera masih lanjut bermain internetnya di tempat ini.

avataravatar
Next chapter