webnovel

Bab 20

Agneta baru saja pulang dari sekolanya, sekola akhir-akhir ini sudah mulai tidak efektif karena UN sudah di lakukan hanya tinggal menunggu pengumuman kelulusan.

Ia memutuskan untuk menemui Sella yang mengatakan dia berada di cafe milik Reza salah satu sahabat kekasihnya. Agneta dulu pernah di ajak ke sana dan dia sudah mengetahui tempatnya. Entah kenapa ia selalu semangat ke sana beberapa minggu ini. Karena di sana ada Davero, pria yang selama 3 tahun terakhir menjadi idamannya. Walau hanya mengaguminya dari jauh, Agneta cukup senang. Dia sadar diri, seorang Davero tak akan mungkin bisa mau melirik gadis biasa seperti dirinya.

Sesampainya di cafe milik Reza, Agneta di sambut oleh Sella juga ada Gina yang merupakan kekasih Reza. Di sana mereka semua sedang berkumpul bersama kekasihnya kecuali Bruno dan Arie yang tidak pernah tampak membawa kekasih. Agneta sedikit menebarkan tatapannya ke seluruh ruangan mencari sosok yang di incarnya tetapi tak ia temukan.

"Hai Agneta," sapa mereka semua membuat Agneta tersenyum pada mereka semua dan membalas sapaan mereka.

Cukup lama Agneta duduk di sana dan memperhatikan interaksi mereka. Hingga deru mesin motor terdengar dan membuat semuanya menoleh. Di sana Dave baru saja datang dengan menggunakan motor besarnya dan tampak gagah dengan jaket kulit hitamnya. Dan yang membuat Agneta kecewa, Dave datang bersama seorang wanita cantik. Ia tau siapa wanita itu, dulu wanita itu adalah Kakak kelasnya yang terkenal paling cantik dan banyak di idolakan banyak pria. Sella mengusap lengannya seakan memahami apa yang di rasakan Agneta. Agneta hanya tersenyum kecil pada Shella.

Wanita itu langsung menyapa semua orang yang ada di sana, Dave hanya tersenyum kecil pada mereka semua hingga tatapannya tertuju pada Agneta yang langsung memalingkan wajahnya ke arah lain.

Cukup lama mereka berbincang-bincang, wanita yang di ketahui bernama Eliza itu tampak akrab dengan Bruno sedikit membuat Dave kesal. Dave menarik tangan Eliza dan membawanya ke sisi tangga. Terdengar mereka berdebat satu sama lain yang entah membahas apa. Hingga Dave memilih pergi meninggalkan cafe meninggalkan Eliza yang kembali bergabung dan kembali berbincang dengan Bruno seakan tak terjadi apapun dengan mereka.

***

Malam itu, Agneta kembali di paksa oleh Sella untuk datang ke club tempat biasa mereka nongkrong. Awalnya Agneta menolak tetapi Sella memaksanya. Akhirnya Agneta menyusul ke club itu.

Saat ia berjalan di lorong club yang sepi, ia mendengar pertengkaran dan umpatan dari seseorang. Ia mencari sumber suara hingga sampai pada lorong lain yang menghubungkan ke toilet. Di sana Dave tengah membabi buta menyiksa seorang pria yang Agneta ketahui bernama Bruno. Dave memaki dan mengumpat pada Bruno dengan menyebut nama Eliza. Agneta yang kebingungan harus bagaimana, akhirnya berusaha melerai mereka dengan meminta tolong. Beberapa orang berpakaian serba hitam datang menghampiri mereka berdua dan memisahkan Dave yang masih memukuli Bruno.

Dave yang kesal melepaskan cengkraman orang-orang itu dan beranjak pergi, tetapi saat berbalik ia beradu pandang dengan Agneta. Tanpa berkata apapun Dave menarik pergelangan tangan Agneta dan menyeretnya pergi meninggalkan club itu.

"Kak Dave, aku akan di bawa kemana?" tanya Agneta.

Dave tak mengatakan apapun selain menyeret Agneta memasuki mobilnya dan meninggalkan area itu dengan kecepatan tinggi. Dave tampak mabuk, dan pandangannya mengerikan menurut Agneta.

"Kak-"

"Diam!"

Mendapat bentakan itu, Agneta akhirnya memilih diam membisu dengan menggigit bibir bawahnya karena ketakutan.

***

Mobil Dave memasuki area parkir sebuah apartement mewah di daerah Semarang. Agneta semakin kebingungan dengan semua ini. Dia kembali bertanya tetapi Dave tak menjawabnya dan malah menuruni mobilnya dan membukakan pintu penumpang untuk Agneta dan sedikit menarik tangan Agneta untuk keluar dari dalam mobil.

"Kak, kita akan kemana?" tanya Agneta masih merengek tetapi Dave tetap diam membisu dan memasuki lift saat pintunya terbuka lebar.

"Kak-"

Agneta mematung saat Dave memojokkannya ke dinding lift dengan kondisi tubuh mereka yang menempel. Aroma alkohol begitu menyengat keluar dari pernapasan Dave.

"Bukankah kau menyukaiku dan selalu ingin dekat denganku?" pertanyaan itu spontan membuat mata Agneta membelalak lebar.

"A-"

"Aku mengetahui segalanya, jadi jangan melawanku!"

"Tapi Kakak mau apa? Kenapa membawaku ke sini?" tanya Agneta masih sangat ketakutan apalagi dengan posisi mereka yang seperti sekarang ini.

Pertanyaan Agneta menggantung di udara karena pintu lift terbuka dan Dave kembali menarik Agneta keluar dari lift dan berjalan menyusuri lorong apartement yang tampak sepi seperti tidak berpenghuni.

"Kak-"

"Diam!" seru Dave dengan tajam dan akhirnya Agneta diam saja walau hatinya berdebar-debar antara bingung dan takut.

Sesampainya di dalam apartement, Dave melepaskan genggamannya dan begitu saja meninggalkan Agneta sendiri di ruang tamu dengan kebingungannya. Dave duduk di atas sofa seraya menekan pangkal hidungnya.

"Bisakah ambilkan aku minum di lemari es," suara Dave terdengar parau. Agneta tau itu perintah kepadanya, dengan gerakan bingung, Agneta celingak celinguk mencari letak dapur hingga ia menemukannya di sudut ruangan berdampingan dengan toilet. Agneta masuk ke dapur dan mengambil satu botol air mineral dingin begitu juga dengan gelas yang ada di sana. Ia kembali berjalan menghampiri Dave yang masih duduk bersandar di sofa.

"Ini minumnya," ucap Agneta. Dave mengambil botol air tanpa gelasnya, ia langsung minum air dari botolnya dengan sangat rakus membuat Agneta mau tak mau mengernyitkan dahinya dan tanpa sadar menelan salivanya sendiri saat melihat leher Dave yang begitu seksi dengan jakunnya yang naik turun.

"Ada apa?" pertanyaan itu menyadarkan Agneta kalau Dave sudah selesai meneguk minumannya. Dengan segera Agneta mengalihkan pandangannya seraya menggelengkan kepalanya.

Hening

Dave menatap Agneta yang berdiri di dekatnya dengan canggung. "Agh sial, obat apa yang di berikan si keparat itu!" gumamnya membuat Agneta meremas kedua tangannya sendiri yang memegang gelas mendengar umpatan Dave.

Agneta memekik saat Dave memeluknya dari belakang dan menyusupkan wajahnya di sela rambut dan lehernya.

"Kak-"

"Kamu wangi sekali, aku suka wangi strawberry di tubuhmu. Sangat segar," gumam Dave melantur.

"Kak, tolong jangan seperti ini," gumam Agneta berusaha melepaskan pelukan Dave. "Kak-"

Ucapan Agneta terhenti dan matanya membelalak lebar, saat Dave menarik rahangnya dan memangut bibirnya yang terbuka.

Ciuman pertamanya....

Agneta merasa tubuhnya melemas mendapatkan ciuman mendadak dari Dave. Tidak kasar, tetapi juga tidak lembut. Ini sungguh panas, hingga membangkitkan gelenyar aneh di dalam tubuh Agneta. Agneta tak paham dengan apa yang terjadi dengan tubuhnya, yang pasti dia merasa geli, lemas.

Agneta memukul pundak Dave saat ia sudah tak bisa bernafas dan Dave melepaskan pangutannya hingga ia menghela nafasnya dan mengambil nafas dengan rakus.

"Manis," gumam Dave tersenyum mengerikan dan itu semakin membuat Agneta ketakutan.

"Kak, tolong jangan seperti ini," gumam Agneta masih dengan nafas tersenggal-senggal dan berjalan mundur menjauhi Dave.

"Kenapa? Bukankah kau menyukaiku," ucap Dave berjalan santai mendekati Agneta.

"Aku mohon Kak, aku tidak ingin seperti ini," ucap Agneta.

"Lalu apa yang kau harapkan, Neta? Kau ingin aku menembakmu dan kita jadian, menjadi sepasang kekasih yang menciptakan kisah romantis? Begitu?" tanya Dave dan Agneta masih berusaha menghindar.

"Kak, aku mohon-"

"Aku tidak bisa berhenti, Neta. Salahmu, saat itu berada di sana," ucap Dave tak merasa bersalah.

"Kak-"

Ucapan Agneta terhenti saat Dave menarik Agneta dan dengan mudahnya memangku tubuh Agneta membawanya ke dalam kamar. Agneta masih berontak dan meminta lepas, tetapi Dave malah melemparkan tubuhnya ke atas ranjang dan tanpa menunggu lama lagi langsung menindih tubuh Agneta supaya tak lepas.

"Kak, tolong jangan seperti ini!" isaknya mulai menangis. "Tolong-"

"Teriaklah, apartement ini kedap suara. Percuma saja kau menghabiskan suaramu," bisik Dave dan mulai menjamah tubuh Agneta.

Hati Agneta merasa teriris saat Dave merobek pakaiannya, pujaan hatinya telah menodainya. Agneta memang menyukai Dave, tetapi tidak dengan harus menyerahkan dirinya seperti ini.

Rasanya sangat sakit, bahkan di dalam hatinya. Walau Dave tak memperlakukannya dengan kasar.

"Arrghhhh!!"

"Oh Shitt!" umpat Dave saat menerobos penghalang milik Agneta. "Kau masih perawan!" Dave menatap Agneta dengan keterkagetannya. Tetapi Agneta malah memalingkan wajahnya diiringi isakan tangisnya.

Ia telah mengecewakan semua keluarganya, ia telah mengecewakan kepercayaan dari keluarganya.

"Kau milikku sekarang, Neta," bisik Dave sangat parau seraya menggerakkan tubuhnya.

Setiap hujatan yang di berikan Dave, terasa sangat perih dan menyakitkan. Agneta tidak merasakan apapun selain rasa sakit dan kecewa di dalam hatinya. Kenapa harus seperti ini?

Semakin lama, gerakan Dave semakin cepat hingga mencapai puncaknya. Tubuhnya ambruk di atas tubuh Agneta dan sempat mengecup pipi Agneta. Dave seakan buta, dan tidak memperdulikan isakan dari Agneta.

Dave melepaskan penyatuan mereka dan tertidur di samping Agneta dengan memeluk tubuh gadis itu. Agneta masih menangis, menangis dalam diam merasakan rasa sakitnya. Kenapa harus berakhir seperti ini. Rasa sakit dan kecewa mendera Agneta.

Deru nafas di belakangnya terasa damai dan teratur. Agneta melepaskan pelukan Dave dan beranjak menuruni ranjang dengan gerakan pelan. Ia melihat kemejanya terkoyak tak berbentuk karena ulah Dave. Ia segera memakai celananya kembali dan mengambil kemeja milik Dave yang ada di keranjang cucian. Ia memakainya dan juga memakai jaket yang sebelumnya di gunakan Dave. Tanpa menoleh lagi ke arah Dave, Agneta pergi meninggalkan apartement dengan rasa kecewa dan rasa sakit.

Ia bersumpah akan melupakan Dave, dan dia akan berusaha membencinya. Tak akan ada cinta lagi di dalam hatinya untuk seorang Davero...