webnovel

Chapter Tujuh

Suasana hati Calvin tidak baik. Sama sekali tidak baik. Padahal sebelumnya ia sudah sempat melupakan perasaan tidak suka yang muncul saat melihat Edward mencium Kiara kemarin. Tapi sekarang, perasaan itu kembali lagi begitu ia mendapati pria itu berada di dalam rumah liburannya, duduk di sofa ruang tamunya dan melambai, menyambut Kiara yang baru pulang dari jalan-jalan sambil tersenyum lebar.

"Aku membawakan pie buatan pengurus vilaku. Kau harus coba." Katanya saat Kiara bertanya kenapa Edward ada di sana.

"Kelihatannya enak." Kiara membungkuk di atas meja, memerhatikan pie apel yang memang terlihat lezat.

"Oh, Mr. Stratton. Aku tidak tahu anda kembali kemari." Edward bertanya saat melihat sosok Calvin berdiri di belakang Kiara, ia sama sekali mengabaikan tatapan tajam yang selama sesaat terlihat di wajah Calvin.

"Aku datang untuk ikut liburan." Jawab Calvin, "dan jangan memanggilku Mr. Stratton. Itu panggilan untuk ayahku." Lanjutnya sambil melangkah menuju dapur.

"Oh, oke. Makin banyak orang makin menyenangkan." Kata Edward tanpa menghiraukan suasana hati Calvin yang benar-benar memburuk. "Ngomong-ngomong, Cheryl mengundangku ikut makan siang di sini. Apa tidak masalah?"

Calvin bisa merasakan urat di dahinya seperti tertarik saat mendengar perkataan Edward. "Tentu saja, kau tamu Cheryl. Aku hanya menumpang ikut liburan." Ijin Calvin berusaha menahan ketidaksukaannya.

Cheryl yang kembali dari pantry sambil membawa beberapa piring dan alat makan mengerutkan dahinya pada Calvin saat mereka berpapasan. Calvin hanya mengedikkan bahu dan berjalan lurus melewati Cheryl. Adiknya itu hanya menggelengkan kepala, namun Calvin sempat melihat sudut bibir gadis itu berkedut menahan senyum.

Ia meraih cangkir dan mengisinya dengan teh hangat yang sudah disiapkan Marcella sebelum pergi, wanita paruh baya itu akan kembali tak lama lagi untuk mulai menyiapkan makan siang. Calvin menarik salah satu kursi meja makan lalu duduk, ia bisa melihat ruang tamu dari tempatnya duduk. Lebih tepatnya pemandangan Edward dan Kiara yang sekarang sedang asyik mengobrol. Calvin menyesap tehnya.

"Cheryl tadi bercerita kalau kau baru saja membuka sebuah galeri di London?" Edward bertanya dengan nada antusias, "Kau seorang fotografer?"

"Ya, aku baru kembali ke London beberapa waktu lalu. Sebelumnya aku tinggal di Amerika." Jelas Kiara sambil melirik Cheryl yang sudah seenaknya menceritakan soal pekerjaannya pada Edward. Gadis itu hanya nyengir dan menghindari tatapan Kiara.

"Oh," Edward menganggukkan kepalanya kemudian memerbaiki posisi duduknya dan membuat tubuhnya lebih condong ke arah Kiara, Calvin bergerak tidak senang di kursinya.

"Ingat aku pernah bilang aku pekerja seni?" Edward bertanya pada Kiara, gadis itu mengangguk sambil menyuapkan sepotong pie apel ke mulutnya, "Aku bekerja di salah satu teater di London. Mungkin aku bisa menghubungkanmu dengan pemimpin teater kami. Kurasa kami punya banyak koleksi foto dan video pementasan. Siapa tahu mereka tertarik untuk memamerkannya di galerimu."

"Benarkah? Boleh, tentu saja." Bahkan dari kejauhan Calvin bisa menduga kalau mata cokelat Kiara pasti berkilat senang.

Perasaan tidak senang yang belum pernah ia rasakan tiba-tiba muncul saat ia melihat Edward mengulurkan tangannya dan menggenggam tangan Kiara yang bebas sambil tersenyum. Jari-jari Calvin yang memegang cangkir berisi teh langsung mengetat, sedikit lagi dan ia harus membersihkan lantai dapur karena menghancurkan cangkirnya.

"Setelah aku kembali ke London, aku akan menghubungimu." Ujar Edward berusaha meyakinkan Kiara.

Kiara membalas dengan tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Perlahan-lahan Kiara menarik tangannya yang berada di genggaman Edward, menyadari itu Edward melepaskan pegangannya dan minta maaf.

Calvin kembali menyesap tehnya, berharap tidak ada yang menyadari bahwa ia sedang berusaha menyembunyikan senyum.

***

Calvin menarik kursi di depan meja kerja kecil di dalam kamarnya menghadap ke laptopnya yang sedang berusaha terhubung dengan panggilan video. Ia membuka kaleng minuman di tangannya dan baru saja hendak meneguk isinya saat panggilan videonya akhirnya terhubung.

"Kau tahukan kalau inti dari berlibur adalah tidak mengurus pekerjaan?" Tanpa basa-basi Danny langsung bertanya dengan nada kesal padanya, "Ditambah, ini sudah di luar jam kerjaku, Boss. Astaga, baru juga dua hari kau di sana."

Calvin tidak membalas kata-kata Danny, dengan santai ia minum sambil mengangguk-angguk merespon kekesalan rekan kerjanya itu.

"Aku masih tidak bisa memercayakan pekerjaanku pada orang yang lebih sering melarikan diri dari pekerjaan." Calvin menyipitkan mata menatap Danny.

"Hei, hei…aku masih menyelesaikan pekerjaanku walau masih menyempatkan diri untuk menikmati hidup. Tidak seperti bossku yang satu ini." Danny balas menyindir Calvin.

Calvin mengacuhkannya dan melanjutkan pertanyaannya seputar keadaan di tempat kerja. Selama beberapa saat mereka sibuk membahas soal pekerjaan dan kontrak-kontrak yang dipasrahkan Calvin pada Danny.

Setelah kaleng kedua ia habiskan, Calvin merenggangkan badannya yang mulai terasa kaku.

"Jadi…apa Edward sudah mulai mendekati Cheryl?" Danny bertanya sambil berjalan meninggalkan kursinya menuju ke pantry dapur yang berada tepat di belakangnya.

Calvin diam selama beberapa saat sebelum akhirnya memutuskan untuk mengatakan yang sebenarnya pada Danny, "Bukan Cheryl yang berusaha ia dekati, itu Kiara, sahabat Cheryl yang ikut berlibur dengannya."

Danny yang sekarang sedang memunggungi Calvin dan sibuk membongkar isi lemari esnya tiba-tiba berbalik menatap Calvin dari layar laptopnya. "Kalau bukan Cheryl, kenapa kau kepikiran sampai segitunya?"

Calvin memalingkan wajah ke arah lain karena tidak tahu harus bagaimana menjawab pertanyaan Danny, saat ia melirik lagi ke arah layar laptopnya, wajah Danny yang kelihatan antusias sudah memenuhi layar dan membuatnya terkejut.

"Apa-apaan?!" Protesnya sambil memegang dadanya yang berdetak kencang

"Seperti apa orangnya?" Tanya Danny, "Teman Cheryl itu, seperti apa dia?"

Alis Calvin bertaut, "Apa urusannya denganmu?"

Senyum Danny melebar, "Well, bisa jadi dia yang akan jadi kekasih Edward Jones selanjutnya, kan?"

Perkataan Danny membuat telinga Calvin terasa terbakar dan membuatnya tanpa sadar menatap Danny dengan tajam. Tapi sepertinya pria di seberang sambungan video sama sekali tidak menyadari, atau bahkan lebih tepatnya tidak peduli.

"Mungkin aku bisa berkenalan juga dengan teman Cheryl itu." Lanjut Danny dengan nada bercanda, "Siapa tahu aku bisa dapat tanda tangan, foto, atau bahkan tiket pertunjukan Edward Jones dengan mud..."

Belum selesai Danny bicara, Calvin mengakhiri sambungan video dan mematikan laptopnya dengan kasar.

"Apa-apaan dia itu?" Calvin bangkit berdiri dan berjalan modar-mandir di dalam kamarnya.

"Bagus." Ia melemparkan kedua tangannya ke udara, "Bagaimana aku bisa tidur kalau sedang kesal begini." Gerutunya sambil menatap kesal ke arah tempat tidurnya.