webnovel

Namara dalam Bahaya

"Percayalah aku tidak akan menyusahkan Tuan." Namara mencoba meyakinkan Eros. Dia benar-benar penasaran dengan kondisi Hutan Carax.

Akhirnya Eros mengangguk. "Aku akan memberimu hukuman jika sampai membuat masalah di sana," ucapnya dengan penuh penekanan.

Namara mengangguk. Kemudian dia mengikuti Eros menuju Hutan Carax. Kain yang ada di tangannya mulai meronta-ronta. "Bisakah kalian melepaskanku? Urusan ini sudah selesai bukan?"

"…."

Tidak ada yang menjawab pertanyaan kain itu. Akhirnya dia mengerang kesal. "Apa kalian ini sepasang kekasih? Kenapa tidak ada kehangatan sama sekali? Benar-benar memuakkan."

"Jangan mengatakan omong kosong," desis Namara. Dia mengikuti cara Eros untuk menyiksa kain itu, yaitu dengan cara meremasnya.

"Aduh, aduh …. Jangan terlalu kejam padaku! Aku ini hanya bertanya asal. Kenapa kau sangat marah?" gerutu kain itu.

Namara mengerutkan bibir tidak senang.

Kemudian kain itu kembali melanjutkan omong kosongnya. "Siapa nama kalian? Aku belum memiliki nama. Bisakah kalian mengusulkan nama padaku? Tentunya harus nama yang keren."

"White," ucap Eros tiba-tiba.

"Hanya itu? Tidak, itu terlalu jelek."

"Lebih lengkapnya adalah Stupid White," imbuh Eros.

Seketika Namara langsung terkekeh. Stupid White. Nama yang cocok untuk kain yang banyak bicara itu. Dia menjadi heran, kenapa bisa Atne menciptakan roh yang menyebalkan seperti itu?

"Hei! Bukankah aku bilang nama yang keren? Pasti kau tidak ingin aku memiliki nama yang lebih bagus darimu, kan?" Kain itu bersungut-sungut.

"White, bisakah kau diam?" tanya Namara dengan panggilan baru itu.

"Apa-apaan White! Aku tidak suka nama itu!" Kain itu memprotes. Namara hanya terkekeh menanggapinya. Meskipun kain itu cukup menyebalkan, tetapi sedikit menghibur juga.

Eros mengabaikan dua makhluk itu. Dia terus melangkah sampai akhirnya tiba di luar Hutan Carax. Lokasi hutan itu memang tidak begitu jauh dari akademi Selshi.

Namara langsung takjub melihat pohon carax yang sangat banyak. Masing-masing dari mereka memang memiliki ukuran yang sangat besar. Sudah pasti usia mereka sudah begitu tua.

Pohon carax memiliki susunan daun yang spiral. Ukuran daunnya tidak lebih lebar dari telapak tangan manusia. Tepi daunnya sedikit bergerigi. Pohon itu juga memiliki banyak akar gantung, seperti pohon beringin.

Namara sudah pernah melihat pohon carax, tetapi ukurannya jauh lebih kecil dari yang ada di depan sana. Itu memang sedikit gila. Apa lagi pohon carax adalah pohon yang cukup langka.

"Kalian harus berhati-hati. Aku tidak ingin mati, toloonngg …," rintih White.

"Jika kau terlalu banyak bicara aku jamin kau akan mati," kata Eros. Akhirnya White mau tutup mulut.

Setelah itu Eros mulai memasuki wilayah Hutan Carax. Namara mengikutinya dari belakang. Tidak ada jejak atau tanda-tanda seseorang pernah datang ke sana. Mungkin karena waktu sudah berlalu cukup lama.

Mereka menyusuri hutan yang rimbun itu. Hanya ada sedikit cahaya matahari yang bisa menembus tajuk-tajuk pohon yang lebar. Udara menjadi lembab dan dingin.

"Di mana celah itu terbuka?" tanya Eros.

White diam, tidak mau bicara. Akhirnya Namara menggosok kain putih itu. "Hei!"

"Katanya aku disuruh diam," protes White.

"Kau boleh bicara sekarang," ucap Eros dengan rahang yang mengetat. Dia benar-benar sudah merasa jengkel pada roh kain itu.

"Emm. Masuk lebih dalam lagi. Jika kau melihat dua pohon carax yang berhimpitan maka di sana tempatnya."

Mereka pun masuk lebih dalam lagi. Semakin jauh mereka melangkah, Namara merasa semakin tidak nyaman. Rasanya seperti sedang berjalan menuju kematian.

Perasaan seperti itu terus berlanjut sampai dia melihat dua pohon carax yang saling berhimpitan. Akar gantungnya lebih banyak dari pohon lain membuat pohon itu terlihat lebih menakutkan.

Dia mencoba mencari celah tanah yang diceritakan oleh White. Namun, tanah di sana terlihat sangat normal. Tidak ada retakan-retakan apalagi celah-celah yang bisa menelan manusia.

Atau mungkin ini semacam perangkap?

Eros meningkatkan kewapadaannya. Daripada secara diam-diam menyelidiki, dia lebih memilih memberi tahu kedatangannya pada pohon. Dia butuh celah yang dimaksud agar bisa masuk ke dalam.

Kaki kanannya mengetuk tanah beberapa kali. Angin berembus menggoyangkan dedaunan. Namun, selain itu tidak ada apa pun yang terjadi. Mungkinkah perlu cara tertentu untuk membuka celah?

Eros melangkah mendekati kedua pohon itu. Tangannya terkepal dan dengan sembarangan dia meninju salah satu batang pohon yang sangat besar.

Baannggg!

Pohon carax bergoyang-goyang. Beberapa daunnya berguguran. Eros kembali meninju untuk memprovokasi pohon. Jika pohon itu marah mungkin celah akan terbuka.

Banngg, baanggg, bbaanngg!

"Apa pria itu sudah gila? Apa dia tidak takut pohon itu akan menelannya hidup-hidup?" White tercengang melihat tindakan Eros. Pria itu benar-benar mencari kematian.

"Dia memang bukan orang normal," gumam Namara.

Saat itulah tiba-tiba tanah bergetar. Bunyi retakan-retakan mulai terdengar. Namara melangkah mundur ketika melihat tanah di bawah kakinya mulai membentuk retakan-retakan kecil.

"Itu datang, itu datang!" White mulai terlihat panik. Namara sendiri meningkatkan kewaspadaannya.

Kretaakk ….

Kedua pohon carax yang berimpitan saling menjauh satu sama lain. Akhirnya celah tanah yang lebar benar-benar tercipta di antara dua pohon carax.

Sayap hitam langsung muncul di punggung Eros. Dia melesat mendekati Namara, berniat membawa perempuan itu bersamanya. Namun, hal yang tidak terduga terjadi.

Sebelum Eros benar-benar menggapai Namara, akar cokelat tiba-tiba keluar dari dalam celah tanah. Dengan kecepatan kilat akar itu melesat dan menyambar tubuh Namara lalu mengikatnya erat-erat.

"Ah …."

Jantung Namara seakan berhenti berdetak. Dia tidak bisa mengerti apa yang selanjutnya terjadi. Yang bisa dia lihat hanyalah kelebatan-kelebatan bayangan beserta dengan perasaan ditarik yang sangat cepat.

Eros terkejut melihat ini. Dia tidak pernah menyangka bahwa yang akan ditargetkan oleh pohon itu adalah Namara. Kenapa harus wanita itu?

Dengan cepat dia melesat mengejar akar pohon. Tanpa merasa ragu dia terjun memasuki celah yang lebarnya mungkin hanya 2 meter. Namun, semakin masuk ke dalam celah itu menjadi semakin lebar.

Dinding-dinding celah terlihat begitu kasar. Kini udara menjadi semakin gelap seiring dengan dia yang turun semakin dalam. Tangan Eros terangkat menciptakan bola lampu spiritual.

Dia terus turun hingga waktu yang tidak diketahui. Tidak bisa dibayangkan, jurang itu ternyata sangat dalam. Mungkin beratus-ratus meter sebelum akhirnya kedua kakinya bisa menyentuh dasar jurang.

Meskipun Eros sudah kehilangan Namara, dia tidak terlihat panik. Dia tahu rasa panik tidak akan menyelesaikan masalah, justru itu akan menghambat jalan pikiran seseorang.

Tangan Eros mulai menyatu. Kedua matanya ditutup rapat. Kemudian segel tangan rumit mulai dilakukan dengan begitu cepat.

Bola-bola lampu spiritual muncul satu persatu sampai akhirnya jumlahnya ada begitu banyak. Tempat yang semula begitu gelap kini berubah menjadi terang benderang.

Eros membuka kedua matanya. Apa yang pertama dia lihat adalah ….

Beberapa tubuh dipakukan ke dinding jurang. Akar cokelat besar mengikat tubuh mereka lalu ujungnya yang lancip dan tajam menusuk tepat di jantung mereka.

Anehnya orang-orang itu masih hidup. Eros bisa mendengar napas mereka meskipun sangat lemah. Tubuh-tubuh itu sudah kaku dan pucat. Guratan-guratan hijau tampak memenuhi kulit mereka seperti sulur-sulur tanaman.

Eros mengerutkan kening. Situasi ini sungguh tidak benar. Jelas ada tujuan tertentu yang diinginkan oleh akar-akar pohon itu.

Kedua mata Eros langsung berkilat dengan cahaya dingin. Ini tidak baik. Namara benar-benar dalam bahaya.

Next chapter