webnovel

The Cruel Denzel

Denzel merupakan pewaris tunggal perusahaan Benjima. Di usianya yang terbilang masih muda yaitu 27 tahun ia sudah bisa dibilang sukses. Ia juga sudah dipercaya oleh keluarganya untuk menjadi seorang Presdir diusianya yang sekarang. Perusahaan Benjima merupakan perusahaan terkaya di Skotlandia. Denzel dikenal sebagai Presdir yang dingin.Ia bisa bersikap kejam pada siapapun. Karena itu ia dijuluki The Cruel Man saat berada dikantor. Namun siapa sangka sikapnya mulai berubah saat bertemu dengan gadis berusia 22 tahun. Gadis yang merupakan sepupu dari mantan kekasihnya semasa SMA.

Murni_Ningsih_8363 · LGBT+
Not enough ratings
10 Chs

Membahas Jessica

Malam harinya Denzel dan Engin pergi ke salah satu pup ternama di kota Edinburgh, ibu kota negara Skotlandia. Kerlap kerlip lampu disko yang tamaram menghiasi seisi ruangan. Edinburgh banyak menawarkan wisata malam yang menarik dari kehidupan malam di kota itu meskipun tidak sepadat kota-kota besar di Eropa lainnya.

Pup kelas bintang lima di Victoria street menjadi pilihan Denzel, Engin, Richard dan Julian untuk berkumpul malam ini. Keempat sahabat itu memilih tempat di Victoria Street karena tempat itu menjadi salah satu jalan paling indah di Edinburgh. Victoria Street adalah mahakarya arsitek Thomas Hamilton, orang di balik jaringan keajaiban neo-klasik Edinburgh.

Biasanya Pup di Victoria street buka mulai pukul 23.00 hingga pukul 03.00 dini hari. Denzel dan Engin tiba tepat pukul 23.15 setelah menempuh perjalanan hampir sejam dari perusahaan Benjima. Setelah mereka menyelesaikan pekerjaan terakhirnya Denzel meminta Engin untuk menghubungi Richard dan Julian untuk berkumpul di salah satu Pup di Victoria street.

Denzel duduk didepan meja bartender dengan segelas wine yang sudah ia pesan sebelumnya ditemani dengan Engin yang juga memesan minuman beralkohol yang sama. Denzel dan Engin menikmati alunan musik yang dilakukan secara live oleh DJ wanita sexy dengan pakaian yang sangat minim.

"Kemana mereka kenapa belum datang?" Denzel melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya.

"Entahlah mungkin ada sedikit kendala dalam perjalanan mereka." ucap Engin laki-laki yang menjadi karyawan Denzel jika di perusahaan namun akan menjadi sahabat jika diluar jam kerja.

Saat mereka menunggu datanglah dua orang wanita malam yang mulai bergelayut manja di tubuh kedua lelaki itu. Denzel segera mengeluarkan sesuatu dari dalam saku. Mengambil beberapa lembar uang untuk ia berikan pada para wanita malam.

"Ini untuk kalian, pergilah." perintah Denzel entah kenapa lelaki itu tidak bergairah dengan para wanita penggoda yang ada di dalam Pup malam ini.

" Nggak asik lu." ucap salah satu wanita setelah mengambil uang dari tangan Denzel.

"Tumben." ucap Engin meledek ke arah Denzel.

Denzel hanya mengangkat kedua bahunya secara bersamaan. Dan bersamaan dengan itu muncullah Richard dari pintu masuk Pup. Engin yang melihat salah satu sahabat nya masuk melambaikan tangan memanggil Richard untuk berkumpul dengan dirinya.

"Sorry bro jalanan macet jadi gue terlambat." ucap Richard begitu mendudukkan diri dikursi samping Engin dan segera memesan minuman yang sama dengan kedua sahabatnya itu.

"Mana Julian?" tanya Richard saat ia melihat formasi sahabatnya yang belum lengkap.

"Belum tiba." jawab Denzel menyesap kembali minuman beralkohol sejenis wine.

Richard menatap Engin kemudian membisikkan sesuatu pada daun telinga pria itu. "Apa yang terjadi dengannya?"

"Tadi siang ia menerima undangan pernikahan dari Jessica yang akan diadakan sebulan lagi?"

"Apa!!" teriak Richard saat mendengar kabar bahwa mantan kekasih sahabatnya itu akan menikah. Setahu Richard, Jessi memang akan menikah namun itu masih beberapa bulan lagi.

"Kenapa lu onta?" tanya Denzel mendengar teriakan Richard.

"Onta lu pikir gue orang timur tengah." gerutu Richard saat dirinya disamakan dengan salah satu binatang khas daerah timur tengah itu.

"Tapi kelakuan Lo sama kayak onta, sama-sama banyak minum." ucap Denzel yang melihat ada tiga gelas wine yang kosong karena sudah lelaki itu habiskan.

"Ngomong-ngomong soal timur tengah, apa lu teringat sesuatu." Richard bertanya pada Denzel berusaha memancing pembicaraan mengenai Jessica.

"Jangan bahas dia." sungguh perasaan Denzel hari ini begitu kacau saat ia tahu gadis yang masih ia cintai akan menikah sebulan lagi.

"Dia siapa?" terdengar suara bass laki-laki yang berada dibelakang Denzel ia adalah Julian. Laki-laki yang paling tua diantara mereka. Karena Julian adalah Kakak kelas ketiganya. Dan menjadi sahabat saat tergabung dalam club basket di sekolah kala itu.

"Kenapa kau begitu terlambat." sela Denzel sebelum menjawab pertanyaan Julian.

"Sorry tadi gue lihat cewek cantik, motornya mogok jadi gue antar dia dulu baru kesini." ucap Julian memberi tahu alasan dirinya terlambat datang.

"Tumben nggak lu ajak ke hotel?" goda Richard.

"Karena dia terlihat seperti gadis baik-baik dan masih polos."

"Dia siapa yang tadi kalian bahas?" tanya Julian sambil memesan minuman yang sama dengan ketiganya.

"Ayo kita ke ruangan yang sudah Engin pesan." ajak Denzel berdiri meninggalkan tempat duduknya menuju ruang VIP yang sebelumnya sudah dibooking oleh Engin satu jam sebelum kedatangan mereka. Diikuti oleh Julian, Richard dan Engin yang mengekor mengikuti langkah kaki presiden direktur perusahaan Benjima itu.

Di dalam ruangan sudah ada empat wanita malam yang siap melayani tamu VIP mereka. Namun baru ingin membelai lembut lengan Denzel semua wanita itu diminta keluar oleh Engin. "Kalian keluarlah dulu." Keempat wanita itu pun mengikuti perintah Engin meskipun terlihat sedikit kesal.

"Jadi siapa dia?" tanya Julian yang begitu penasaran dengan pembicaraan mereka sebelum dirinya tiba.

"Jessica siapa lagi." ucap Richard menjawab rasa penasaran Julian.

"Kenapa dengan dia bukankah ia sudah menetap di Turki dan akan segera menikah dengan lelaki berdarah Asia." Julian tidak menyadari ekspresi apa yang diperlihatkan oleh wajah Denzel. Engin menginjak kaki Julian pelan memberi isyarat dengan memajukan dagunya menunjuk agar ia melihat ke arah Denzel.

Denzel membayangkan senyuman hangat dan manis yang selama beberapa tahun berlalu telah menghiasi hari-harinya. Kini hati Denzel terasa hampa ketika senyum itu tidak dapat ia temui. Namun saat membayangkan senyum Jessica tiba-tiba terlintas bayangan Jane dalam pikirannya namun Denzel menyangkalnya. Ia menggelengkan kepala berkali-kali untuk mengusir bayangan gadis yang baru saja ia temui hari ini.

Ketiga lelaki lain melihat apa yang Denzel lakukan. Jullian merasa iba sebab hampir 3 tahun Denzel menjalin hubungan dengan wanita itu sebelum akhirnya memutuskan hubungan yang terjalin cukup lama. Denzel juga berubah menjadi pria yang dingin semenjak Jessica memutuskan untuk pergi melanjutkan kuliahnya di negara yang terkenal dengan makanan kebabnya itu.

"Apa kamu akan datang ke pernikahan Jessi?" tanya Julian saat keheningan tercipta diantara mereka.

"Entahlah aku belum memiikirkan hal itu." jawab Denzel menuang sebotol wine ke dalam gelas kosong yang berada diatas meja kemudian menyesapnya dengan tatapan kosong ke arah depan.

"Kau harus datang brother." jawab Julian mengambil segelas wine yang Denzel tuang tadi.

"Kenapa?" tanya Engin dan Richard serempak membuat keduanya saling pandang dan kemudian tersenyum.

"Karena itu menunjukkan kalo lu udah move on darinya, ya walaupun kenyataannya belum." Julian menenggak minuman itu hingga habis tak bersisa dan mengisinya kembali hingga penuh.

"Gue pikir juga begitu." jawab Engin menanggapi ucapan Julian.

"Lalu siapa yang akan menemani dia untuk menghadiri acara itu?" Richard menunjuk ke arah Denzel yang masih mendengarkan solusi dari sahabatnya.

"Tidak mungkin kan salah satu wanita malam disini, itu tidak akan terlihat baik." ucap Richard ikut menyesap minuman beralkohol yang menemani mereka malam ini.

"Sudahlah nanti akan aku pikirkan, jangan membahas tentang Jessica lagi aku akan segera move on kalian tenanglah sekarang kita berpesta." kemudian mereka bersulang menikmati malam yang panjang di pup tersebut hingga pagi menjelang.