webnovel

Part - 15

PART 15

Della menyisir rambutnya di depan cermin. Tampak sedikit termenung, memutar kembali ingatannya tadi siang. Wanita itu yakin jika dirinya tidak salah melihat. Jelas sekali jika Della mengenalnya. Tetapi sedikit keraguan terpantri dalam hatinya. Sepertinya tidak mungkin.

Della ingat betul dengan postur tubuhnya, bahkan cara-caranya melangkah dan bahasa tubuhnya. Semua sama. Sangat persis, intonasi suara itu masih sama seperti yang sering didengarnya dulu. Tidak ada yang berubah meskipun itu hanya sebatas desisan.

Della mengenalnya begitu baik.

Mengerutkan dahi, tampak berpikir keras hingga tak menyadari kedatangan Rey. Suaminya itu melemparkan tubuhnya di atas ranjang dan memejamkan mata. Memijit kening sembari meringis pelan. Kemudian menoleh pada Della yang masih seperti posisi semula, sedikit pun tidak menoleh pada kedatangan Rey.

“Del, lo punya obat sakit kepala nggak? Gue pusing nih.” Della tersentak. Kembali menyisir rambutnya. “Lo mikirin apa sih? Serius amat melamunnya dari tadi.” Gerutunya menoleh pada Della yang sedang meletakkan sisir di atas meja. Menoleh pada Rey lalu menghela nafas.

Beranjak dari kursi, menghampiri Rey. Ikut bergabung di atas ranjang, berbaring di bawah selimut yang sama lalu memeriksa kening suaminya. “Pusing kenapa?” Tanyanya tanpa menjawab pertanyaan suaminya.

Rey membuka kelopak mata, “Perubahan cuaca kayaknya.” Menumpukan tangannya pada tangan Della di lehernya. Merasa hawa hangat menjalar di seluruh tubuhnya dari tangan wanita tersebut. Rey merasa lebih baik sekarang.

Della mengangguk. Turun dari ranjang lalu membuka laci, meletakkan obat di atas nakas kemudian keluar kamar menuju dapur. Mengambil air minum untuk Rey. Della kembali lagi, memberikan obat tersebut pada suaminya yang sedang meringis. Kepalanya berdenyut, Rey paling tidak suka jika sudah sakit begini.

Lelaki itu meneguk air dalam gelas tanpa sisa. Mengangsurkan gelas kosongitu pada Della kemudian merebahkan tubuhnya. Della meletakkan di atas nakas, membentangkan selimut untuk menutupi tubuh Rey hingga leher.

Membaringkan tubuhnya lalu memutar menghadap Rey, lelaki itu mendekat. Bersandar di dada Della, sembari memeluk perutnya. Della tersenyum tipis, mengelus-elus rambut pendek Rey. Membuat lelaki itu memejamkan mata nyaman.

Della kembali berbaring, Rey mengerang tidak ingin diganggu dari posisi sebelumnya. Wanita itu pun berusaha mengamankannya dengan membawa kepala Rey bersandar di dadanya. Mengelus-elus dengan tangan kanan dan tangan kiri memeluk punggung lebar suaminya.

Barulah lelaki itu merasa aman. Nafasnya mulai teratur, Della berdecak. Rey terlihat seperti anak berumur lima tahun. Sangat rewel dan manja meski hanya meriang sedikit saja. Della menerawang masa lalu, dia juga akan melakukan hal yang sama jika sedang sakit. Tidak ingin jauh dari mamanya. Ingin selalu dipeluk dan ditemani. Sama sekali tidak mengijinkan mamanya beranjak barang sebentar saja.

Tersenyum semakin lebar, Della yakin Rey tidak akan bangun lagi. Maka dia pun menyusul Rey, memejamkan mata untuk berselancar ke alam mimpi. Mengistirahatkan tubuhnya dari kepenatan sepanjang hari.

Selama pernikahan keduanya, ini kedua kalinya Rey meriang. Sungguh Della dibuat repot olehnya. Rey berbeda dengan yang lain. Lelaki yang tidak ingin berkomitmen itu memiliki rasa manja luar biasa.

Bahkan Della sendiri tidak percaya. Dia hanya demam, tetapi terlihat seperti sakit parah yang harus di operasi. Tidak membiarkan Della pergi menjauh, selalu ingin di dampingi. Della memeluknya sembari mengelus-elus rambut, barulah Rey bisa tidur nyenyak. Terkadang ditengah malam Rey terjaga karena tidak menemukan istrinya di sana. Della hanya ke kamar mandi atau mengisi air minum saja. Tetapi lelaki itu histeris memanggilnya.

Bahkan untuk makan saja harus di suapin. Ke kamar mandi harus di dampingi. Della pun harus mempersiapkan diri sebisa mungkin menahan ego. Tidak membiarkan Rey terbaring sendirian di ranjang, sementara dirinya pergi berama Tina.

Benar. Keesokan paginya, Della menyiapkan bubur untuk Rey. Lelaki itu tetap pergi bekerja, mengatakan baik-baik saja. Della meringis kala Rey selesai mandi. Wanita itu membantunya memasang dasi, mengenakan jas, lalu memilih sepatu dari rak.

“Hati-hati... jangan dipaksa kalau pusing.” Kata Della. Rey mengangguk, wanita itu mengecupnya singkat. Merasakan badan Rey hangat.

Lalu Della turun, memandang kepergian suaminya. Menghela nafas panjang sebelum melangkah ke lobby. Della mencari keberadaan Tina, sepertinya wanita itu belum datang. Memang pagi ini Della dan Rey pergi lebih awal. Della bangun karena Rey tidak bisa tidur nyenyak.

Della melirik angka yang tertera di layar komputernya. Menghela nafas panjang kemudian meraih ponsel. Mencari nomor kontak Rey, menanyakan kabarnya. Enah kenapa, Della merasa khawatir. Pikirannya tidak tenang.

Hal yang sering sekali membuat Della resah sendiri karena rasa tidak tega jika mengetahui kebenarannya. Della merutuk dalam hati, kebersamaannya bersama Rey membuatnya berbeda. Della tidak menyukainya, dia bukan lagi sama seperti sebelum bertemu dan membuat perjanjian. Della sekarang lebih peduli dan melakukan hal-hal yang bertentangan pada keinginannya dulu. Mengukuhkan hatinya untuk tidak tergoda tergantung pada orang lain.

Sekali lagi Della menghela nafas panjang. Suaminya mengabarkan jika dirinya pulang lebih awal. Rasa pusing menderai sehingga tidak memungkinkan dirinya berada di kantor sampai sore.

Della menyuruh Rey makan lalu minum obat. Jika perlu ke rumah sakit. Tetapi Rey menolak, menginginkan Della pulang lebih awal. Rey tidak ingin sendirian di rumah. Membuat wanita itu tersenyum sembari menggeleng-gelengkan kepala.

“Hayooo… lagi gombalan sama suami?” Tina menebak, tiba-tiba berdiri di samping Della, mengagetkan wanita tersebut.

Della berdecak, mengerutkan dahi serta memajukan bibirnya. Tina mengganggu saja. “Bukanlah… ini Rey lagi meriang. Udah balik duluan.” Jawab Della kembali mengetikkan pesan di ponsel. Tina mengganggunya, sehingga Della menunda membalas pesan suaminya. Kini ponselnya berdering, menampilkan nama Rey di sana. Della memutar bola mata, dasar Rey, jika sudah tidak enak badan pasti tidak sabaran.

“Lama banget balasnya.” Dari seberang Della mendengar Rey berdecak. Merengut karena Della mengabaikannya.

“Ada Tina, sebentar.” Jawab Della memberikan kode pada Tina untuk diam.

“Oh, yaudah… cepet pulang nanti. Jangan pergi kemana-mana. Langsung pulang.” Ucapnya kembali mengingatkan.

Della memutar bola mata. “Bawel banget.” Gerutunya.

“Kalau gue nggak meriang sih nggak apa-apa lo pergi. Tapi masalahnya gue lagi meriang.”

“Iya, iya…. Tar, mau dibawain apa?” Tawar Della mengalah. Lihatlah, dia langsung mengalah. Menawarkan makanan pula. Itu bukan Della sekali. Dia akan memberontak, tidak peduli. Melanjutkan keinginannya tanpa ingat pulang. Tidak peduli pada sekitarnya.

“Sate… pedes.”

Della mengiyakan. Mereka mengobrol beberapa saat, lalu Della menutup sambungan. Kembali menatap Tina yang sedang menyengir lebar. Della memutar bola mata, Tina selalu menggodanya.

“Cie… perhatian banget sama suami. Nanyain mau makan apa segala.” Tina semakin menjadi-jadi, menutup mulut dengan wajah mengejek sahabatnya. Della sama sekali tidak terpengaruh. Dia kembali menatap layar komputer di depannya. Menyeleksi naskah untuk yang kesekian. Della tidak menghitung berapa naskah yang telah diperiksa setengah hari ini.

“Lo udah tau gimana Rey kalau meriang. Manja banget, nggak bisa gue jauh sebentar. Langsung merengek kayak bocah.” Della menjelaskan sembari menghela nafas panjang. Menatap Tina yang sama sekali tidak bisa menghentikan senyumnya.

“Cinta kali dia sama lo makanya pengen deket-deket aja.” Tina kembali cekikilan.

“Nggak usah ngarep deh. Nggak akan ada yang berubah dari kita sedikit pun. Rey selalu bisa buktiin ucapannya. Begitupun gue, sampai sekarang perasaan gue biasa-biasa aja di depan itu bayi besar.” Ucapnya meyakinkan.

“Yakin??” Tina mengedipkan mata. Della berdehem, menyuruh Tina kembali ke kubikelnya. Della ingin segera menyelesaikan pekerjaan agar bisa kembali lebih awal. Dengan berat, Tina akhirnya kembali ke kubikelnya setelah melempar candaan sekali lagi untuk sahabatnya yang dibalas dengan memutar bola mata.

***

“Udah… nggak mau lagi.”

Rey meneguk air minum dari gelas. Meletakkan di meja lalu memperhatikan Della yang masih saja melahap satenya. Rey sudah kenyang, satu porsi sedang hanya menyisakan tiga tusuk sate lagi. Semuanya habis dimakan.

Della menyambar sisa milik Rey, memasukkan ke mulut lalu mengunyah. “Mau makan nasi? Biar minum obat.” Tanya Della menyerngit.

“Nggak. Udah kenyang banget.” Jawab Rey menggeleng. Wajahnya keringatan karena sate yang dimakannya begitu pedas. Sengaja agar rasa panas dalam tubuhnya keluar. Lalu setelah ini Rey akan merasa lebih baik.

“Minum obat kalau begitu.” Rey mengangguk. Della beranjak dari kursi menuju kamar. Mengambil obat untuk Rey. Dia telah mengajak Rey ke rumah sakit atau klinik, tetapi Rey menolak. Mengatakan baik-baik saja tetapi tetap sangat rewel.

Della kembali lagi, memberikan obat untuk Rey lalu setelah itu mengangkat piring kotor ke wastafel. Mencuci langsung kemudian menyusun ke dalam lemari piring. Della kembali lagi ke meja makan. Mengajak Rey tidur.

“Belum ngantuk sih, Del. Mau nonton dulu.” Elak Rey menolak langsung ke kamar. Sejak kembali dari kantor, Rey tidur hingga Della kembali sehingga sekarang sama sekali belum merasakan kantuk. Mungkin sebentar lagi, efek obat yang baru diminumnya.

Mengelus-elus kepala Rey di pangkuannya. Sesekali Della meluruskan pandangannya pada layar datar di depannya. Tersenyum pada acara komedi yang sedang tayang. Sedangkan Rey telah memejamkan mata, sesekali kedua matanya terbuka jika mendengar acara tersebut semakin ramai. Lalu kembali memejamkan mata.

Setengah jam berlalu, akhirnya Rey merasa kantuk. Mengambil posisi duduk, Rey memandang Della yang sedang menatapnya. Lelaki itu pun mengajaknya tidur sebab kantuk sudah menyerang.

Sebelum benar-benar memejamkan mata, Rey kembali mengganggu Della. Merepotkan wanita itu dengan meminta cium sebelum tidur. Della mengecup bibirnya sekilas tetapi Rey meminta yang lebih. Ingin lebih lama dan panas, Della pun kembali mengalah.

“Rey, lo tidur gih. Tar makin sakit.” Della menjauhkan wajah lelaki tersebut. Rey cemberut, tetapi menuruti kemauan istrinya. Menyandarkan kepala di dada Della kemudian memejamkan mata.

“Lo manja banget sih kalau sakit. Melebihi gue semasa kecil.” Kata Della mengingat kembali masa kecilnya sedang sakit demam. Wanita itu harus benar-benar memastikan Rey tidur untuk bisa memejamkan mata. Jika tidak, suaminya itu akan tetap mengganggu, meminta dielus-elus kepalanya.

***