1 Unpredictable Meeting

"Alfa, bangun."

Tubuh Alfa terasa berguncang. Dia bergerak tidak nyaman dan membalikkan posisi tubuhnya.

"Alfa, bangun!"

Semakin kuat guncangan yang Alfa rasakan, makin dia menutup tubuhnya dengan selimut. Tidak siap untuk bangun.

"Susah banget sih dibangunin!" Gian, roommate Alfa berdecak kesal sebelum meninggalkan kamar. Dia membanting pintu agak keras agar Alfa bisa tahu kalau dia kesal.

Setelah Gian meninggalkan kamar, Alfa membuka matanya, tetap enggan untuk bangun. Dia masih dalam posisi memeluk bantal guling dan hangat di bawah selimut tebal berwarna biru kesayangannya, pemberian dari ayahnya.

Jam sudah menunjukkan pukul 11 siang tapi Alfa merasa malas untuk bangun. Dia tidak tidur semalaman, lebih tepatnya tidak bisa tidur. Kejadian semalam masih membuatnya berpikir keras dan gelisah. Perasaannya tidak nyaman. Semalaman dia mengerjakan laporan sambil sesekali melihat profil Instagram seseorang yang membuatnya tidak bisa tidur.

Ini semua gara-gara Diana, vokalis band indie rookie Localzone yang sedang naik daun, yang mengisi acara open house partner perusahaan EO tempat Alfa bekerja semalam. Tidak ada yang memberitahu Alfa kalau guest star malam itu adalah Localzone. Kalau dia tahu dari awal, pasti Alfa akan mencari seribu alasan untuk tidak menghadiri acara itu.

Kenapa dari sekian banyak kesempatan dia harus bertemu Diana disana? Di situasi yang jelas-jelas dia harus bersikap profesional dan tenang. Bagaimana bisa dia bersalaman dengan Diana tanpa ada rasa aneh di dadanya? Dengar nama Diana saja rasanya ingin loncat.

"BANGUN!"

Gian tiba-tiba membuka pintu dengan keras dan membuat Alfa kaget. Alfa melempar bantal ke arah Gian dan mengumpat. "Sialan lo!"

Gian tertawa sejadi-jadinya. Dia mengambil bantal yang terjatuh di lantai dan melemparnya balik ke Alfa.

"Bangun anjir, Al. Lo lupa kita mau ngapain hari ini?" Gian menarik selimut Alfa dan melipatnya seperti seorang ibu. Alfa langsung bangun dan merapikan spreinya dengan rambut yang acak-acakan.

"Kan acaranya jam dua, Bang. Kenapa buru-buru banget sih?" Alfa mengacak-acak rambutnya yang sudah acak-acakan sambil mengalungkan handuk di lehernya.

"Anak-anak mau sekalian sarapan, Al." Gian tersenyum lebar ke arah Alfa yang wajahnya kusut seperti orang yang sepanjang hidupnya selalu kesal.

"Sarapan kok siang."

Alfa mandi dan bersiap-siap untuk pergi.

---

Siang itu Gian, Alfa, Bara, Adit, Tristan, Dylan, dan Jevan menghadiri acara launching EP salah satu kenalan mereka, Iyan. Iyan adalah teman Gian yang sering mampir ke kosan karena Gian juga ikut berpartisipasi di EP perdana Iyan.

"Thank you banget udah mau dateng. Gue seneng liat kalian rame gini, merasa di support banget." Iyan mendatangi Gian dan melakukan bro fist sebelum memeluk Gian.

"Selamat, Yan! Gue juga seneng bisa ikut campur tangan di EP pertama lo." Gian tersenyum lebar. Menjadi seorang produser musik memang impiannya sejak kecil dan sebagian sudah diwujudkan oleh Iyan di album kecilnya.

Mereka menyalami Iyan bergantian. Mengingat betapa seringnya Iyan ke kosan mereka membuat mereka ikut senang. Tidak menyangka kosan mereka bisa menjadi sarana kesuksesan untuk orang lain.

"Enjoy acaranya ya. Gue mau samperin yang lain dulu, nanti kelar acara kita minum lagi." Iyan meninggalkan mereka dan menghampiri tamu lain.

Mereka mengambil satu meja di ujung ruangan, yang agak jauh dari keramaian, dan menikmati hidangan yang sudah dihidangkan secara prasmanan. Tidak ada pembicaraan berarti sampai tiba-tiba Iyan naik ke atas panggung dan membuat ment.

"Buat semua hadirin, sebelum gue menyanyikan beberapa lagu di EP pertama gue, gue mau memberikan penampilan pembuka yang berkesan buat kalian semua. Inspirasi dan motivasi gue untuk bikin EP dan bisa sesukses mereka. Please welcome, Localzone!"

Semua hadirin bertepuk tangan, beberapa ada yang berteriak antusias. Hanya ada satu orang yang tidak terlihat senang sama sekali, jangankan senang, bereaksi saja tidak. Dia diam dan tidak melirik ke panggung saat Localzone naik.

"Terima kasih semuanya. Localzone seneng banget bisa menghibur dan sekaligus hadir menyambut EP pertama Kak Iyan, lyricist kesayangan kita semua. Selamat untuk EP-nya, Kak!"

Suara yang jelas Alfa kenal membuatnya makin kaku. Dia benar-benar hanya diam, pupil matanya pun membesar karena kaget dan detak jantung yang tidak terkontrol. Di dalam hatinya, dia sedang mengutuki kejadian ini.

"Al, lo kenapa?" Bara yang menyadari perubahan mimik wajah Alfa menyenggol lengannya dan melihat ke arah Alfa. Alfa hanya menggeleng dan kembali menikmati makanannya dengan perasaan tidak nyaman.

Alunan gitar mengisi ruangan, suara lembut Diana mengiringi setiap dentingan gitar yang dimainkan Tio, si gitaris handal Localzone. Diana bernyanyi dengan sangat lembut dan bagus. Tidak heran band indie ini bisa sangat meroket, vokal sebagus ini sayang untuk disia-siakan.

"Vokalisnya cantik ya," gumam Dylan yang diiyakan oleh Tristan dan Adit. Alfa melirik ke Dylan sebelum akhirnya melanjutkan makanannya lagi.

Penampilan Localzone berakhir dengan baik. Semua orang bertepuk tangan dan Diana menunduk mengucap terima kasih sebelum turun dari panggung. Momen yang sekaligus mengembalikan detak jantung Alfa ke normal.

"Eh, Al! Lo bukannya semalem ketemu mereka ya? Gue liat di story-nya Zena. Gila lo, ketemu artis nggak ngomong-ngomong." Dylan berbicara sambil mengunyah kue, membuatnya menjadi lebih menyebalkan.

"Elo yang gila, Dy. Alfa mah sering banget ketemu artis, liat yang masih kecil gini ngapain di bilang," ucap Tristan menimpali.

Alfa cuma diam. Sialan, pikirnya.

Acara peluncuran EP yang seharusnya menyenangkan menjadi berat bagi Alfa yang harus menghindari Localzone. Nggak lucu kalo dia ketemu mantannya saat bersama sahabat-sahabatnya. Nggak ada satu pun yang tahu kalo Diana adalah mantan Alfa saat SMA. Sudah lama sekali, tak perlu dikhawatirkan sebenarnya, tapi cara mereka berakhir membuat hubungan mereka jadi aneh. Kurang lebih lima tahun tidak berhubungan menjadi alasan yang baik untuk Alfa dan Diana tidak saling menyapa lagi.

"Gue secara khusus mau manggil dua orang yang berkontribusi besar buat EP ini. Dua orang yang setia banget nemenin gue stres dan excited. Dua orang yang kamarnya gue pake buat nulis ini itu. Gian dan Alfa, gue minta dengan sangat hormat buat naik ke atas panggung." Iyan melihat ke arah Gian dan Alfa.

Terlihat perbedaan reaksi yang drastis dari Gian dan Alfa. Gian tersenyum dengan bangga, sedangkan Alfa, bisa ditebak ya, wajahnya kaget setengah mati. Gian langsung jalan sambil menarik tangan Alfa sedikit. Alfa menolak tapi Gian sudah terlanjur senang. Jangan rusak kebahagiaan orang lain, dia cuma perlu naik ke atas panggung.

"Dan terakhir, gue mau panggil Diana yang sangat membantu gue dalam proses perilisan EP ini. Na, kalo nggak ada lo mungkin EP ini bakal ketunda terus."

Mati. Alfa mati gaya. Diana akan berdiri di sebelahnya. Diana, mantan pacarnya 6 tahun lalu, akan berdiri di sebelahnya. Jelas-jelas dari tadi dia menghindari kontak mata dengan Diana tapi kenapa malah akhirnya begini?

Diana naik ke atas panggung dengan senyum yang lebar dan manis. Dia dengan santai berdiri di atas panggung, tepat di sebelah Alfa. Diana masih tersenyum lebar sebelum bertemu mata dengan Alfa. Senyumnya sempat pudar tapi sekian detik kemudian dia tersenyum kembali sambil menunduk sedikit, seperti gestur menyapa.

Diana bergeser sedikit mendekat ke Alfa. Dia menghadapkan wajahnya ke dekat telinga Alfa sambil menunduk dan menutup sebagian wajahnya.

"It's been a long time, Kak."

avataravatar