webnovel

4. Asal Mula

Tujuh ribu tahun yang lalu, sang dewi bulan sedang bersusah hati. Kekuataannya mulai melemah dan dia belum mendapatkan wadah yang tepat untuk menyalurkan energi.

"Bagaimana dengan anak-anakmu? Apakah tidak ada yang sesuai?" Hecate menggeleng lemah. Kesedihannya membuat awan gelap memenuhi langit malam. "Kata Rhea, hanya ada satu cara ini untuk aku coba."

"Apa itu?"

"Meleburkan diri dan kekuatanku bersama Naitura."

Naitura adalah sebuah pohon suci dan abadi di Olympus. Tepatnya di sisi barat daya dari istana utama. Batang pohon itu kokoh, berkilau, seolah ada serbuk emas di sana. Kemudian daun-daunnya berwarna hijau terang, bahkan jika keadaan gelap pun, dedaunan itu akan bersinar. Bunga-bunga Naitura berwarna perak berkilau. Indah, tetapi pohon ini tak tersentuh.

Dikatakan dalam sebuah kitab, karena kesucian pohon ini, para setengah dewa tidak dapat menyentuhnya. Bahkan, jika mereka bersikeras untuk berdiri di dekat Naitura, mereka akan meleleh dan menjadi pupuk alami bagi pohon ini.

Naitura hanya menerima kemurnian. Tidak boleh ada cacat setitik pun. Jika berhasil membujuk dan bersikap baik pada pohon ini, maka dia akan mengabulkan permintaan sang pemohon.

"Kau gila?!" pekik Selena. "Tidak, tidak! Pasti ada cara lain."

"Selenaaa," bujuk Hecate. "Jika aku tiada, kau yang akan menggantikanku. Bukankah itu hal yang bagus?"

"Kau pikir mudah menjadi dewi bulan? Menentukan takdir seseorang, menentukan mate beberapa makhluk, serta mengatur ke mana bulan berjalan? Itu tidak mudah, Hecate!"

"Tapi juga tidak sulit, 'kan?"

"Takdir wadah kekuatanku nanti, aku sendiri yang akan menentukan, kau tak perlu takut. Jika dia benar-benar terlahir, maka dia istimewa, dan cukup perlakukan dia seperti anak-anakku yang lain."

Selena tak bisa membalas lagi ucapan pendahulunya. Dia hanya duduk diam di atas hamparan rumput berwarna emas ini. Selena takut jika tak bisa mengemban tugas dengan baik. Selang tiga menit dengan keheningan, Hecate berdiri dan berjalan anggung menuju Naitura berada.

Hecate sudah memantapkan hati dan tidak ada satu orang pun yang bisa mematahkannya. Setiap jejak kaki dewi bulan tersebut, menyisakan warna merah pada rerumputan.

Dia mengambil jarak sepuluh meter jauhnya untuk mengamati. Menggenapkan seribu tekad untuk meleburkan diri bersama Naitura. Langkah kakinya dibuat sepelan mungkin saat melangkah. Hecate menembus gelembung barrier dengan mudah, kemudian dia melepaskan sutra yang melekat pada tubuhnya.

Hecate, dengan tubuh polosnya, merengangkan tangan dan membiarkan Naitura mengisap sari-sari kekuatannya. Cahaya-cahaya kecil berpindah posisi, dari tubuh Hecate menuju Naitura. Indah, tetapi menyakitkan.

Terakhir, setelah semua energinya terkuras habis, dewi bulan tersebut mendongakkan wajah dan memohon agar keinginannya dikabulkan secara langsung. Naitura terbelah menjadi dua, seolah meminta sang dewi untuk segera masuk. Benar saja, Hecate segera melangkah dan ditelan oleh Naitura. Pohon itu bersinar dengan terang beberapa saat dan kembali lagi seperti semula.

Di sisi lain, Selena menangis terisak-isak. Perlahan gadis itu bangkit dan berjalan tergesa ke arah Naitura. Setengah berlari agar dirinya cepat sampai. Dalam diam, dia menatap pohon suci tersebut. Menunggu dan menerka-nerka, apakah keinginan Hecate berhasil dikabulkan atau tidak.

Lalu, setelah berjam-jam dia menunggu dan tidak ada apapun, Selena kembali guna menemui Zeus. Dewa dari segala dewa.

Tidak ada yang lebih menyakitkan dari sebuah kehilangan. Selena bahkan belum siap menggantikan Hecate. Namun, siap atau tidaknya Selena, dia tetap harus menggantikan posisi itu. Tidak akan dia biarkan posisi dewi bulan jatuh kepada yang lain—yang tidak bertanggung jawab.

"Selena?" ujar Zeus.

"Bagaimana bisa kau diam saja? Aku yakin bahwa kau tahu kan mengenai hal ini?" cecar Selena, menggebu-gebu.

Athena geram dengan gadis di bawah sana yang tak tahu sopan santun. Dia akan membalas, tetapi tepukan jemari Zeus di bahunya membuatnya urung. "Ini akan berhasil, Selena. Namun, butuh waktu bagi Naitura untuk menyerap kekuatan besae Hecate. Butuh sebulan atau bahkan bertahun-tahun. Bersabarlah."

"Setelah buah itu lahir, kau akan ku lantik untuk menggantikan posjsi Hecate. Sementara menunggu, kau bisa berendam di dalam Sungai Iglasios." sambung Zeus.

Selena menghela napas. Benar kata Zeus, dia butuh ketenangan pikiran segera. Akhirnya, gadis itu membungkukkan badan dan segera berlalu dari sana.

***

Sebulan, dua bulan, bahkan setahun telah berlalu. Hari ini, semua dewa dikejutkan dengan munculnya rune-rune yang menghiasi langit mereka. Rune tersebut berwarna ungu keemasan dengan sinar perak yang menyala saat memudar.

Zeus bahkan tidak tahu apa yang akan terjadi. Dalam beberapa menit, salju yang tak pernah menyapa Olympus, kini turun memenuhi rerumputan emas tersebut. Salju-salju ini tidak berwarna putih, melainkan perak dengan warna emas di bagian tepinya.

Lagi-lagi, para dewa berdecak kagum. Kemudian, angin datang berembus, sehingga menerbangkan kembali salju-salju itu ke udara dengan dramatis. Tepat sepuluh menit kemudian, semuanya berhenti di tempat. Salju-salju terhenti di udara, bahkan embusan angin pun bisa terlihat dengan mata. Rune-rune yang bermunculan di langit juga berhenti. Meninggalkan pendar perak yang membuat penerangan malam itu menjadi lebih hangat.

Zeus menyadari sesuatu, dia sedikit berlari ke arah Naitura. Hal itu diikuti oleh dewa-dewa lain, termasuk Selena. Mereka semua berkerumun di luar gelembung barrier.

Seperti yang diperkirakan oleh Zeus, hal itu terjadi. Bunga-bunga yang bermekaran di Naitura berjatuhan, menumpuk menjadi satu, dan kemudian kelopak-kelopak bunga terlepas perlahan. Benda itu mengudara dengan indahnya, seolah-olah menari.

Kumpulan kelopak itu membentuk sesuatu. Sinar yang tiba-tiba menyeruak, membuat para dewa menyipitkan mata mereka. Hingga hal yang ditunggu-tunggu itu mendarat dengan sempurna di akar Naitura.

Sesosok bayi perempuan.

Bayi itu adalah himpunan kekuatan Hecate. Fisik, mental, takdir, kehidupan, dan pasangannya, telah ditentukan oleh Hecate. Bayi itu bernama Cia.