webnovel

10. Mencari Cia

Zeno menatap kosong ke segala arah. Pandangannya hanya fokus pada satu titik di mana banyak hal-hal yang mungkin menurutnya sedang berlalu lintas, padahal bukan. Tidak ada siapa-siapa dan Zeno ternyata sedang terlarut dalam lamunannya.

"Di mana lagi aku harus mencari Cia?"

Setelah baru saja mengucapkan itu, tiba-tiba saja senyum lebar terukir di sudut bibir Zeno. Dia mendadak menarik napas dalam-dalam dan tersenyum menyeringai.

"Oh, aku tahu di mana Cia."

Zeno meninggalkan tempat. Sebelumnya, dia sempat beradaptasi dengan lingkungan sekitar yang terlihat begitu temaram. Untungnya, Zeno bisa bangkit dari sana dan beranjak ke arah yang lebih tepat lagi. Lelaki tersebut urung terhadap segala hal yang dipikirkannya, dan hal-hal lain yang menjatuhkan. Dia memang cukup bijak untuk mengambil langkah seperti ini.

Satu persatu langkah kakinya mulai membelah jalanan. Suasana sekitar terlihat sepi diiringi angin kencang yang membuat Zeno sempat mundur untuk menemui sosok yang ingin dia maksud.

"Ah, akhirnya!" Zeno menarik napas. Dia sedikit menyeka keringatnya yang mengembun di dahi. "Noya! Di mana kau?" tanya Zeno dengan nada bicara yang keras. Dia memanggil lelaki tua yang dimaksud, lantas berjalan pelan-pelan mengiringi pergerakan yang menunjukkan sudut-sudut untuk didatangi.

"Ke mana Noya? Apa dia berusaha sembunyikan diri dariku? Oh, tidak. Aku tidak percaya Noya tiba-tiba menjadi seorang pecundang." Saat masih asyik berbincang dengan diri sendiri, tiba-tiba saja tatapan mata Zeno harus berhenti bergerak. Dia menghela napasnya. "Oh, ternyata kau masih ada di sini?" ucap Zeno yang dibalas senyum lebar oleh sosok lawan bicara.

"Ada urusan apa kau kemari, Zeno?" ujar Noya. Laki-laki yang kerap dikenal memiliki multitasking ini terlihat menatap Zeno dengan senyum miring.

"Di mana Cia?" Noya tertawa kecil. "Ada-ada saja kau ini, masa' mencari Cia di sini. Sejak kapan aku menyembunyikan Cia?" balas Noya yang membuat Zeno mengerutkan dahi.

"Serius! Aku mau kau mengatakan yang sebenarnya. Kumohon!" ucap Zeno dengan cara berulang.

Walaupun sedang berbicara serius, tetapi Zeno sadar bahwa dia sedang berhadapan dengan siapa untuk saat ini. Tidak mungkin dirinya bisa melupakan perihal Noya yang jelas-jelas berstatus sebagai bangsa Lycan terpenting. Maka dari itu Noya juga akrab disapa sebagai seorang penghulu. Semua ini jelas-jelas sangat diingat, karena pada dasarnya Zeno memang masih menghargai keberadaan Noya di depannya.

"Aku tidak tahu di mana Cia. Jangan paksa aku!" Sebelum Zeno mengatakan dan mendesak Noya, sosok bangsa Lycan itu sudah mengimbau lebih dulu, menyebabkan Zeno harus berdecak kesal di dalam hatinya.

"Ah, sia-sia. Kupikir dia tahu," batin Zeno dengan pemikiran frustrasi.

Dengan berat hati, akhirnya Zeno berbalik arah. Dia melihat situasi yang mengiringi perjalanannya saat ini memang terlihat begitu aneh. Rasa-rasanya Zeno berpikir jika Noya memang mengetahui di mana keberadaan Cia.

"Kumohon, jangan bercanda, Noya! Di mana Cia? Aku butuh dan sangat ingin bertemu dengannya."

"Sudah kukatakan berapa kali kalau aku tidak mengetahui keberadaan Cia. Di mana dan dia sedang apa, aku juga tidak tahu. Berhenti memaksa, aku lelah."

Dari sana akhirnya muncul perdebatan antara mereka. Zeno cukup sulit menentukan pilihan dan langkahnya harus bergerak ke mana. Dari satu sisi yang berlawanan, Zeno sama sekali tidak melihat bahwa Cia meninggalkan jejak apa pun. Pikiran ini membuat semuanya harus hening dan selesai sampai di sana. Satu persatu hal yang dipilihnya memang menjadi kesempatan Zeno untuk bisa pergi dari sana.

"Cia tidak ada di bumi."

Saat melihat Zeno berbalik arah untuk kedua kalinya, Noya merasa tidak tega. Dia mengatakan hal seperti itu yang membuat Zeno langsung menatap intens ke arahnya.

"Kau serius?" tanya Zeno. Noya mengangguk. "Hanya itu yang kutahu. Selebihnya jangan tanya lagi."

Zeno tidak kuasa untuk memaksa lagi. Mungkin dengan clue yang hanya terhitung sedikit itu, Zeno bisa menyelidiki dengan sendirinya. Namun, pemikiran Zeno lagi dan lagi harus mendapat pencerahan ketika dengan spontan Noya mengungkapkan sesuatu.

"Pergi ke markas besar mereka. Kau tahu mereka siapa, 'kan? Jangan banyak tanya lagi, ini petunjuk terakhir untukmu."

Dari arah yang masih membelakangi Noya, Zeno memejamkan mata. Dia merasa ini adalah petunjuk besar yang bisa mengarahkan langkahnya ke tempat tujuan. Dia sangat puas, karena sebentar lagi kembali bisa bertemu sosok yang dicari-cari, Cia.

"Terima kasih. Aku akan pergi ke sana, sekarang!" Zeno berjalan dengan cepat. Langkahnya sudah terlihat tergopoh-gopoh dan mungkin saja Zeno memang sudah terlalu banyak bergerak menjejaki perjalanan. Dia tetap bertahan, dia yakin akan berhasil menuju ke tempat yang dimaksud.

***

Beberapa waktu melakukan proses perjalanan menuju lokasi, kali ini Zeno tiba di tempat. Dia sudah berdiri di depan sebuah markas besar milik seseorang, yang tak lain adalah wathcer, sang empunya. Tempat ini terlihat lebih gelap dan jauh terkutuk dari tempat-tempat yang sudah pernah didatangi oleh Zeno.

Bahkan, dia sendiri merasa jika ini adalah hal dan kesempatan yang paling buruk karena masuk ke dalam markas gaib. "Apa aku harus bermain cantik? Tapi, withcer tidak bisa diajak main-main. Mereka akan intens terhadap kedatangan siapa saja di markas mereka," ucap Zeno dalam hati.

Dia menggelengkan kepala dan merasa bingung. Baru saja lepas dari rasa frustasinya, kini Zeno harus berhadapan dengan hal sulit seperti ini?

Zeno tidak banyak berpikir ataupun berbasa-basi dengan pikirannya. Dia langsung melangkah cepat meninggalkan posisi sebelumnya dan lanjut untuk memasuki areal tempat di mana banyak sekali kejadian dan sesuatu yang ada di hadapan.

"Ini mungkin tindakan yang benar."

Zeno pun mengobrak-abrik markas milik wathcer dan merasa tidak peduli terhadap respons dari pemilik tempat ini, atas apa yang sudah dilakukannya. Menurut Zeno, siapa suruh mereka berani menyembunyikan Cia?

"Cia, kau di mana? Aku menjemputmu di sini." Teriakan pertama Zeno arahkan ke segala sudut-sudut tempat. Dia tidak tahu lagi harus bergerak ke mana, karena tempat-tempat tersembunyi di markas ini sudah benar-benar dijelajahi.

"Tidak ada. Ke mana Cia?" ucap Zeno dengan embusan napas panjang.

Dia sudah berulang kali mencari-cari, tetapi istrinya itu tetap tidak ditemukan.

Ruangan yang tengah dipijaknya tiba-tiba bergetar. Ada bau dan kekhasan yang mampu dihirup oleh Zeno. Dia pikir, ini adalah tanda-tanda kedatangan bangsa withcer di dekatnya.

Matanya menatap tajam ke segala arah, telinganya berdenging saat sesuatu melesat cepat ke arahnya. Zeno berhasil mengelak. Itu sebuah pisau tanpa pegangan dan terpelanting ke tanah berbatu. Hidung Zeno membau sesuatu, bukan bau khas witches, ini seperti bau orka yang busuk dan tidak mandi berhari-hari.

Saat ini, Zeno berada di sisi lain dari Hutan Northern. Tepatnya di Mauve—Gua keabadian.