1 1. Lelaki Polos

"TOLONG AKU!" teriak seorang lelaki yang memakai kacamata tebal. Ia menggedor-gedor kamar mandi dengan kedua tangannya.

Ini sudah ke sekian kalinya Hwang Soobin dikunci oleh anak-anak nakal di kelasnya.

"Soobin! Kau ada di dalam?!" sahut Park Sol, teman satu frekuensi Soobin yang selama ini mengetahui penindasan yang dilakukan anak nakal itu di sekolahan.

"Hmm! Tolong aku!" Keringat sudah mengucur di dahinya. Mukanya sudah pucat seperti darahnya tersedot habis selama di dalam toilet berukuran satu kali dua meter itu.

Hwang Soobin menderita Klaustrophobia. Mungkin sebentar lagi dia akan pingsan.

Park Sol melepaskan gagang pel yang melintang di depan pintu kemudian membuangnya ke samping.

Ia membuka pintu dengan buru-buru dan mendapati Hwang Soobin lemas di dalam toilet duduk tersebut.

Park Sol masuk lalu memapah Hwang Soobin keluar dari sana.

"Kau tak apa-apa?" tanya Park Sol.

Soobin menggeleng pelan. "Tidak. Aku hampir mati di dalam sana."

"Aku sudah menduga kau ada di sini. Untung aku segera menemukanmu. Mau ke ruang kesehatan?"

"Tidak. Ada pelajaran Kimia. Aku harus mengikutinya."

"Cih! Bahkan kau masih memikirkan pelajaran itu."

Hwang Soobin adalah murid biasa saja. Dia pintar terlihat dari kacamata tebalnya, tapi karena selalu dirundung oleh teman sekelasnya yang tidak menyukainya.

Masalahnya sepele. Saat itu dia hanya membicarakan masalah anime yang ia tonton selama akhir pekan pada Park Sol. Lalu tiba-tiba Han Seongwu mendatangi mejanya lalu mendorong tubuh Hwang Soobin hingga terjatuh ke belakang.

Ia pikir karena suaranya yang kencang saat dia bercerita pada Park Sol. Namun ternyata tidak. Sejak hari itu, Soobin menjadi bulan-bulanan Seongwu.

Pintu digeser oleh Park Sol. Mata Han Seongwu melirik ke belakang dengan sinis.

"Kupikir dia sudah mati," gumam Seongwu yang langsung mendapatkan sambutan tawa dari teman satu gengnya.

"Sebaiknya kita membuat si culun dua juga dikunci," sahut lainnya. Yang mereka maksud adalah Park Sol.

Wajah Park Sol seketika memucat. Soobin yang melihatnya menjadi tidak tega.

Hanya karena dirinya, Park Sol akan menjadi korban selanjutnya.

**

"Belikan aku roti dan susu pisang." Seongwu duduk di atas meja Soobin ketika laki laki itu sedang membaca komik.

Ponsel Soobin langsung dirampas oleh Seongwu membuat Soobin tak percaya.

"Kalau kamu mau ini kembali, belikan aku susu." Seongwu menghitung dengan jari-jarinya. "Sepuluh. Jadi totalnya sepuluh."

Soobin membenarkan kacamatanya yang melorot dengan tangannya. Lalu berdiri tegak membuat Seongwu kaget.

Soobin sangat tinggi. Tingginya 190 senti. Beda lima senti dengan Seongwu.

"Mana uangnya?" Soobin menengadahkan tangannya.

"Uang? Aku tak punya uang. Kau kan anak orang kaya. Pakai uangmu lah. Kau tak akan miskin kalau hanya membelikanku jajanan murahan seperti itu."

Soobin memandangi ponselnya yang tidak terkunci layarnya. Ada sesuatu hal yang tidak boleh dilihat oleh Seongwu. Karena lelaki itu pasti akan menyebarkannya pada teman-temannya.

"Baiklah." Soobin hendak meraih ponselnya hanya untuk menguncinya. Tetapi ponsel itu sudah berpindah tangan pada teman Seongwu lainnya.

Mau tak mau Soobin menyerah. Ia langsung berlari ke minimarket sekolah untuk membelikan apa yang diinginkan oleh Seongwu.

Dengan napas terengah-engah dan langkah yang terburu-buru. Kantong plastik yang ada di kedua tangan Soobin naik turun. Hingga akhirnya, kantong plastik yang dipenuhi oleh susu itu terjatuh berhamburan di atas lapangan berumput hijau.

Mata Soobin membeliak. Rasanya dia ingin mati saja waktu itu. Susu susu itu bahkan ada yang pecah kartonnya hingga tak bisa diminum lagi.

"Pasti kau sedang buru-buru. Pakai susu ini dulu, kau bisa menggantinya kapan-kapan."

Soobin menengadah. Seorang siswi dengan rambut panjang sepunggung memasukkan susu yang baru dia beli ke kantong yang baru.

"Sana. Kau pasti akan mendapatkan masalah kalau tidak buru-buru."

Soobin mengangguk. Ia melihat papan nama yang ada di dada kiri perempuan itu. Namun hanya terbaca nama Ri.

Dia siapa ya? Soobin berpikir keras. Jelas jika siswi itu bukan dari kelasnya.

Namun gadis itu sudah berbalik kemudian berlari mengejar temannya.

Baru lah setelah itu Soobin sadar jika dia tidak bisa membuang waktunya lebih lama.

Dia memegang kantong plastik itu sangat erat. Layaknya dia sedang memegang nyawanya sendiri.

Namun, ketika dia masuk ke ruangan. Seluruh pandangan murid satu kelas mengarah padanya dengan tatapan mengejek.

"Dia menyukai Soomi? Yang benar saja," bisik teman satu kelasnya.

"Soomi kan sudah memiliki pacar."

"Soobin Soomi. Jangan jangan dia menyukai Soomi karena nama mereka hampir sama." Kemudian tawa satu kelas menggema. Membuat Soobin langsung memandang ke arah Seongwu yang mengibaskan ponselnya.

"Wah! Aku baru tau kalau kau ternyata stalkernya Soomi. Bagaimana bisa kau menyimpan foto-fotonya dari media sosial?" teriak Seongwu.

Soobin langsung melirik ke arah Soomi. Raut wajah wanita itu menunjukkan ketidaksukaannya pada Soobin.

Sudah jelas jika cintanya bertepuk sebelah tangan.

"Yya! Soomi, apa kau menyukai Soobin? Lihat dia, sepertinya dia sangat menyukaimu?" tanya Seongwu sengaja mempermalukan Soomi.

"Jangan mengatakan omong kosong murahan. Dia sama sekali bukan tipeku." Soomi bahkan tak mau menatap wajah Soobin.

Soobin meletakkan susu dan rotinya di atas meja. Ia mengejar Seoungwu dan merebut ponselnya dari tangan Seongwu.

"Aku sudah membagikan puisi yang kau buat untuk Soomi. Kata Soomi itu sangat menjijikan."

Soobin melihat ke arah Soomi yang sedang duduk. Seongwu yang duduk di atas meja Soomi terus mengejek Soobin di depannya.

"Berikan ponselku." Soobin mencoba merampas ponselnya tapi sia sia.

"Sepertinya ada banyak rahasia di ponsel ini. Jangan-jangan, kau mengikuti Soomi sampai rumah?"

"Mana mungkin!" seru Soobin tak terima.

Soomi memundurkan kursinya dengan kakinya. Ia menatap penuh benci pada Soobin.

"Hapus semua foto dan puisi itu dari ponselmu. Aku sungguh sungguh tidak tahan jika ada laki laki yang menyukaiku seperti dirimu!"

Sepintas Soobin dapat melihat di sudut mata Soomi ada air mata yang mau menetes. Soomi pasti sangat membencinya saat ini.

"Yah, sudah tidak menyenangkan. Kau sudah ditolak, jadi sebaiknya kau ganti target." Seongwu turun dari bangku dan melangkah ke arah murid perempuan gemuk.

"Nah kau sangat cocok dengan dia." Seongwu menunjuk siswi perempuan itu dengan matanya.

"Sangat cocok," lanjut Seongwu.

Soobin hanya bisa mengepalkan tangannya. Cinta sepihak yang dia pendam selama satu tahun akhirnya menjadi hancur seperti itu karena ulah Seongwu.

"Kau mau apa? Kau pikir aku akan takut kau melotot seperti itu padaku?" tantang Seongwu.

Kenapa hanya aku yang diganggu? Kenapa bukan orang lain yang diganggu? Laki laki culun di sekolah ini bukan hanya aku. Soobin membatin.

avataravatar
Next chapter