12 Who Was Right?

Setahun berlalu sejak kematian Eclesia, sudah setahun pula Aidan dan Darren kembali melaksanakan misi yang sama. Namun, mereka seolah dibodohi oleh pikiran masing-masing.

Semua strategi yang mereka rancang seolah tiada berguna sampai detik ini. Seperti mengisyaratkan bahwa dunia saja tidak mendukung apa yang mereka lakukan.

Setiap rencana dan niat yang baru mereka bangun dengan baik, selalu saja hampir mengenai titik terang pencarian mereka. Namun, entah kesalahan dimana, tiba-tiba semua seakan kabur lagi dan lagi, tanpa menyisakan jejak untuk dianalisis secara mendalam.

Mereka memang tidak pernah terpikir untuk menyerah, tetapi mereka juga terkadang merenung memikirkan rencana sedemikian apalagi yang harus diperbuat untuk menuntaskan misi sialan ini.

Kekesalan yang teramat sudah sering mereka alami. Mental dan fisik mereka memang sudah sangat terlatih seperti baja untuk bertahan dalam situasi dan kondisi apapun.

"Sialan!" Seru Darren.

"…."

"Kemana sih ini?! Mengapa beberapa data bisa berubah hanya dalam hitungan detik?!" Ucap seseorang.

"Huft! Ren, Shawn, lo berdua fokus di titik ini aja." Ucap Aidan yang semakin gusar.

"Lo mau kemana Aidan?"Tanya Shawn.

"Tidak ada waktu lagi, dua tahun sebelum misi ini ditutup paksa sama Kepala. Gue harus bertindak langsung. Maaf meninggalkan kalian, gue udah nyediakan identitas baru gue. Perkembangan apapun yang ada harus saling dikomunikasikan dengan baik."Ucap Aidan.

"Sialan lo, Aidan!" Ucap Darren yang merasa kesal dengan tindakan Aidan tanpa mengonfirmasi terlebih dahulu kepada mereka.

Maaf ren… setelah semua berlalu.. Kita harus pergi. Tunggu saja waktu yang menuntaskan misi ini.

Kini, mereka terbagi lagi menjadi dua pihak meskipun tujuan mereka sama. Untungnya Darren tidak bisa marah berlarut-larut dengan sahabatnya yang satu itu. Merekapun kembali melakukan strategi yang lebih inovatif dari sebelumnya.

Sementara di suatu ruangan…

"Kepala! Apa yang anda lakukan?!" Ucap Shawn.

"Kamu diam saja, misi ini hanya pembodohan belaka. Lebih baik kamu jangan ikut campur, saya akan pindahkan kamu ke divisi Eclipse besok."

"Maaf, saya tidak bisa, misi ini tanggung jawab saya."

"…"

"Ck! Pa! Sudah cukup menyiksa mereka berdua dengan bertindak curang seperti ini!"

"Kamu masih kecil, tidak usah ikut campur persaingan ini!"

"Sampai kapan?! Ternyata semua menjadi rumit karena papa yang merusak semua rencana mereka! Papa tidak tahu bagaimana perjuangan mereka untuk terus bertahan dan bangkit! Tahukah anda mereka bisa saja gila dengan semua ini, HAH?!"

BUGH!

"DIAM KAMU! Kamu tahu apa mengenai misi ini?! Kamu tahu apa seberapa bebal pemikiran mereka?! Kamu tahu apa seberapa pentingnya kemenangan dalam persaingan ini?! Kamu tahu apa mengenai kelicikan CIA? Mengenai misi yang harusnya Aidan dan Darren lakukan demi FBI! Bukan buang waktu seperti ini! Papa udah berjuang demi kejayaan FBI. KAMU TAHU APA, SHAWN?!"

"Aku memang gak pernah sepemikiran dengan anda, TUAN KEPALA FBI."

"Argh! Kenapa kamu lebih membela mereka Shawn?!"

"Karena aku! Tahu betapa sakitnya kehilangan orang yang paling disayang! kehilangan orang yang sangat berarti dalam hidupku! Jika anda bertindak lebih jauh dari ini, anda akan benar-benar kehilangan saya seumur hidup ANDA." Ujar Shawn sambil menunjuk Kepala FBI.

Setelah itu, Shawn segera pergi meninggalkan ruangan papanya yang membuatnya semakin sesak mengetahui keadaan yang sebenarnya.

Seolah seorang papa yang merusak perjuangan anaknya beserta rekan-rekannya. Shawn tidak habis pikir mengenai ini semua.

Rencana apalagi yang akan dilakukan FBI sehingga mengharuskan Aidan dan Darren berhenti dari pencarian pembunuh tersebut?

Terlebih lagi, Shawn ikut bertanggung jawab atas misi ini. Ia tidak tahu lagi harus berada di pihak mana, entah membela papanya? Atau tetap memperjuangkan misi Aidan dan Darren? Ia memang sudah terlanjur mendalami misi ini.

Tanpa sepengetahuan Shawn, kepala FBI tersebut terduduk di kursi kemegahannya memandangi fotonya bersama wanita yang sangat ia cintai di suatu taman yang indah. Wanita itu adalah mama Shawn.

Tidak pernah seharipun ia tidak teringat dengan kenangan bersama wanita manis itu. Ia yang memutuskan menjadi seorang agen harus rela menerima nasib hidup seperti ini. Inilah yang membuatnya melarang Shawn menjadi seorang agen sejak dulu.

"Semuanya akan menjadi lebih menyedihkan setelah ini, tunggu saja."

Di ruangannya, Shawn hanya mengotak-atik seluruh program di komputernya. Memerika secara teliti setiap detail rencana mereka. Ia tidak ingin papanya berhasil membuat mereka menghadapi kegagalan lagi.

Cukup sampai yang terakhir itu, Shawn benar-benar tidak mengizinkan papanya menang dalam persaingan ini.

You're wrong about us.

We will show you,

What's the meaning of

"The Real Struggle", Sir.

avataravatar
Next chapter