webnovel

TERPERANGKAP PESONA CEO (20)

Maaf, ini intronya aja yang serius, coba deh baca tiga bab pertama. *** Apa yang akan terjadi bila ayah sahabat masa kecilmu adalah dalang dibalik hancurnya keluargamu? Nayla, seorang gadis yang berteman dekat dengan Reza, mengalami amnesia setelah kecelakaan tragis. Dirinya melupakan Reza dan segala hal bengis dibalik keluarga sang pria hingga suatu hari... Ia bertemu kembali dengan Reza di perusahaan sang pria! Tapi...Nayla telah berubah menjadi buruk rupa dan bekerja menjadi OB. Reza tak mengenali Nayla pula! Akankah ada kisah cinta diantara dua sejoli ini sementara ayahnya Reza menjadi kaya akibat mengkhianati ayahnya Nayla? Akankah mereka tetap bisa menjadi kekasih ketika keluarga Reza bersikeras menghalangi kisah mereka? Dapatkah Nayla membongkar rahasia dibalik kehancuran keluarganya? Apa yang akan ia lakukan setelah mengetahui bahwa keluarga Reza adalah musuhnya? Inilah kisah "Dari benci jadi cinta" yang sesungguhnya. Romeo dan Juliet zaman modern. . . Simak selengkapnya, di kisah TERPERANGKAP PESONA CEO (20).

da_pink · Teen
Not enough ratings
295 Chs

HARI BERSAMA SORAYA

-POV REZA-

Saya tak punya pilihan, selain menurut saja. Dan pilihan saya, adalah menemani Soraya hari ini. Karena untuk pertemuan nanti malam dengan designer Gunawan, sekaligus sebagai partner saya untuk pergi acara ulang tahun tersebut, adalah Nayla.

Saya tidak ingin yang lain, selain Nayla.

"Baiklah, Papa dan Pak Herman pergi dulu. Sebentar lagi Soraya akan datang. Tolong bersikap baiklah padanya."

Begitulah titah Papa pada saya, anaknya… ah bukan, bonekanya.

Mereka lalu berlalu, pergi meninggalkan saya di dalam jebakan yang berhasil mereka rancang.

Tak lama, Soraya datang dengan wajah semringah.

Oh Tuhan, saya sangat tersiksa dengan keadaan ini. Meskipun dia sangat cantik, tapi sungguh, hati ini sama sekali tak merasakan getaran cinta untuknya.

"Hai Reza."

Soraya melambaikan tangan, mendekati saya, lalu menjulurkan tangannya.

Saya berdiri menyambut kedatangan gadis itu, menyambut uluran tangannya. Seketika dia langsung menyodorkan pipi kanan, menempelkan ke pipi kiri saya, begitu juga pipi kiri, ia tempelkan ke pipi kanan saya.

Ini sudah biasa di barat. Saya tidak menyangka di sini juga begitu adanya. Namun, secara pribadi, saya sangat jarang sekali terlibat tradisi sapa-menyapa seperti itu, untuk lawan jenis, sejenis apalagi.

Saya tak sempat mengelak.

"Kamu udah sarapan? udah lama nunggu aku?"

Saya hanya tersenyum simpul. Tak ingin sarapan kalau keadaannya begini.

"Oh sudah, kamu silahkan ambil sarapannya."

Saya memersilahkan Soraya untuk mengambil sarapannya.

Sementara menunggu, saya juga mengambil kopi dan sepotong roti.

"Lho, katanya udah sarapan."

Protes Soraya sambil tersenyum, dan duduk. Ia meletakkan mangkuk yang berisi sereal dan susu putih di atas meja, serta satu gelas jus jeruk.

"Oh iya, minumnya belum."

Saya jawab singkat saja, sambil menyesap kopi.

Soraya lalu perlahan mulai menyendokkan sereal ke dalam mulut,, sesekali ia mengamati saya, yang terlihat melempar pandangan ke arah luar. Meski dari sudut mata, saya bisa tahu gerakan tubuhnya.

"Oh iya, Za. Acara nanti malam, aku juga diundang lho. Kita pergi barengan aja, gimana?"

Saya tersedak. Mana mungkin. Saya sudah mengirimkan pesan pada Ovhie, agar memberikan perintah pada Nayla untuk mempersiapkan diri nanti malam. Dan saya berikan bonus pada karyawan ruang redaksi, yang bisa mendandani Nayla saya secantik mungkin.

Saya akan menjemput Nayla, di tempat gadis itu bersiap-siap. Di mana pun, akan saya jemput dia.

"Maaf Soraya, saya sudah punya janji dengan seseorang untuk pergi bersama."

Soraya terlihat terkejut.

"Dengan siapa kamu akan pergi, Za?"

Saya lalu meletakkan cangkir kopi di atas meja. Cukup membuat risih dengan cara Soraya bertanya serta raut tidak senang yang ia pancarkan.

"Begini Soraya. Saya rasa hubungan kita belum terlalu dekat untuk saling terbuka satu sama lain. Saya punya kehidupan pribadi, yang tidak boleh kamu lampaui. Kamu adalah rekan kerja, mmm, maksud saya calon rekan kerja, yang juga sangat saya hargai dan hormati privasinya. Karena itu, saya berharap, kamu juga bisa melakukan hal yang sama terhadap kehidupan pribadi saya."

Untuk pertama kalinya, saya berbicara cukup panjang pada seseorang.

Soraya terlihat kesal, ia mendengus dan meletakkan sendok dengan sedikit keras, sehingga menimbulkan bunyi yang cukup mengganggu.

Tabiat seperti ini sangat tidak saya sukai.

Soraya memang sangat cantik, namun ia memiliki attitude yang buruk. Bagaimana bisa ke depan akan memiliki hubungan kerja sama dengan wanita moody seperti ini. Yang bahkan jika tersinggung sedikit saja, ia bisa melakukan tindakan yang tidak sopan begini.

"Aku ada urusan lain, aku duluan!"

Soraya lalu berdiri dan pergi dengan kesalnya.

Ah, saya sangat benci kondisi seperti ini, jika tidak ingat perintah Papa, saya pantang sekali melakukannya, mengejar wanita yang sedang mengambek itu.

"Soraya… tunggu…."

Saya mengejarnya, mengabaikan semua pandangan mata yang menatap kami.

Dia tidak mendengarkan, dan terus saja pergi menuju lift.

Saya akhirnya menarik lengan gadis itu.

"Tolong… maafkan saya."

Ini hal yang sangat susah untuk saya katakan, karena saya merasa tidak salah dalam hal ini. Namun, karena suatu tekanan, akhirnya kata itu terucap jua.

Sungguh kata yang seharusnya saya ucapkan pada Nayla sepanjang hari.

Soraya berbalik, dia menatap saya masih terlihat kesal.

"Kamu itu kenapa, Za? Aku udah berusaha baik sama kamu, agar kita bisa dekat, tapi kamu malah membuat batasan yang menyesakkan begini. Mau kamu apa sih?"

Mau saya apa?

Pertanyaan ini harusnya saya yang tanyakan? Mau dia apa kenapa begini? Membuat tekanan untuk hidup saya semakin berat. Jika saja dia tidak mengadukan apa-apa pada Papa tentang perkataan saya tempo hari padanya, mungkin kejadiannya takkan serumit ini.

"Ah, udahlah. Aku pergi aja."

Soraya memencet tombol lift.

"Ya, saya sudah meminta maaf, harusnya kamu jangan buat ini semakin rumit. Tolong permudahlah semuanya."

Soraya kembali membalikkan tubuh ke arah saya. Ia melipat tangan di dada.

"MAksud kamu apa?"

Wanita ini pintar juga bersandiwara, ia justru pura-pura tidak tahu atas tindakannya itu. Saya mengamati gerak geriknya. Kenapa seolah-olah ia tampak benar-benar tidak paham dengan ujung dari perkataan saya tadi.

"Ya sudahlah. Ayo ikut saya. Hari ini saya punya banyak masa untuk memiliki waktu pribadi denganmu."

Saya berniat mengajaknya pergi, kemana saja yang ia ingini.

"Kamu ini kenapa, Za?"

Dia melihat ke dalam manik mata saya.

"Kalau kamu terpaksa lebih baik nggak usah maksain diri." katanya kemudian.

Jika menuruti keinginan hati, saya benar-benar tak ingin bersikap begini padanya. Seolah tampak mengemis saja. Padahal, saya merasa tak perlu melakukan itu semua. Tetapi, saya harus bersikap baik, agar tak lagi ada masalah antara saya dan Papa.

"Tidak, Ya. Ayo kita pergi ke mana saja, yang kamu mau. Saya punya waktu sampai jam tiga sore nanti."

Saya tak ingin beralasan apa-apa lagi padanya. Yang saya mau, hanya urusan memberinya waktu berdua secara pribadi ini segera usai.

Saya bisa bebas melakukan hal lain, sesuai dengan keinginan hati. Bertemu Nayla, memastikan dia baik-baik saja. Selain pekerjaan, hanya Nayla yang memenuhi pikiran saya sejak tadi.

Soraya tampaknya bisa merasakan ketidak ikhlasan saya untuk bepergian dan memberinya waktu berdua secara pribadi seperti ini. Tetapi, dia tetap saja mengambil kesempatan agar bisa melakukannya, untuk mendekati saya. Dia seolah memang terpikat pada saya, dan berharap sangat bisa menjadi sosok istimewa di hati ini.

"Kamu mau saya ajak kemana, Aya?"

Saya tanyakan hal itu, saat kami sudah berada di dalam mobil yang saya kendarai.

"Aku mau pergi nonton. Ada film bagus yang bisa kita lihat berdua."

Soraya menjawab sambil melihat ponselnya. Ia tampak sudah membooking tiket nonton secara online.

"Ini aku udah beli tiketnya. Kita langsung ke sana ya, Za."

Soraya mengangkat wajah dan menoleh pada saya sambil memperlihatkan layar ponselnya. Benar, dia sudah membeli tiket.

Dia tersenyum manis pada saya.

Saya segera lajukan kendaraan, menuju lokasi yang telah ia sebutkan.

***

***

Ah Soraya. BEnci banget deh.. hahahha

da_pinkcreators' thoughts