5 Kesepakatan ⭐

Novel ini hanya ada di aplikasi WebNovel kalau ada di aplikasi lain berarti dibajak

Saya kasih catatan karena udah banyaknya kasus novel dibajak, dan saya kena, ga dapet royalti

Jadi bagi pembaca belum tahu apa itu aplikasi WebNovel, kalian bisa download aplikasi bertuliskan WebNovel di playstore

Di WebNovel koinnya lebih murah dan ada voucher baca gratis sampai 3 loh

Terima kasih,

Nona_ge

***

"Kau mau menyewa aku?" tanya Denis memastikan.

Faye mengangguk, "Kau tahu aku sedang membuka restoran baruku di samping."

"Itu restoran mu!?"

Faye mengangguk lagi, "Apakah aneh?"

"Tidak, aku pikir kau mau membuatku bekerja menjadi Chef di tempatmu," sahut Denis.

Kini giliran Faye yang terkejut. Chef? "Kau bisa memasak?"

"Aku lelaki idaman dari segala idaman," kata Denis menggoda, "aku pandai memasak Fay, makanya banyak wanita menyukaiku~" Ia mengedipkan sebelah matanya menggoda.

Faye tidak tahu Denis pandai memasak, kencan kemarin Denis sama sekali tidak menyinggung masalah memasak, tadi pagi juga tidak dibuatkan sarapan, "Kalau begitu aku ingin minta kembalian uangku."

"Eh? Kenapa!?"

"Karena kau tidak membuat sarapan untuk aku," Faye menyahut santai.

"Kau yang bilang kontrakku sudah berakhir, jadi aku tidak menunjukan keahlianku padamu," sahut Denis mendekati, "aku akan tunjukan nanti malam atau besok jika kau mau, Fay~?" berbisiknya menggoda.

Faye terbatuk, lupa jika menyewa Denis pasti ingin menginap di hotel; karena Denis sudah meremukkan hatinya mana mungkin akan membiarkan hal tersebut. Ia ada rencana lain lagi pula, "Tentu."

"Sungguh!?" Denis tidak percaya usahanya semudah itu diterima Faye padahal kemarin sama sekali tidak mempan.

Faye mengangguk, "Datanglah saat pembukaan restoran aku, Denis."

"Tentu saja jika aku bisa menghabiskan waktu denganmu, sayang~" Denis menggoda lagi.

Faye menyeringai samar akan antusias Denis yang pasti membayangkan hal-hal dewasa bersamanya.

"Kalau begitu aku kembali, Kakakku sudah menunggu," kata Denis.

"Iya," Faye menjawab, setelahnya Denis pergi dengan melambaikan tangan.

Entah kenapa Faye merasa dicampakkan oleh Denis, yang aneh sekali belum pernah merasakan seperti ini.

Faye menepuk keningnya.

Jangan berpikir yang tidak-tidak, Mia sedang menunggu penjelasannya.

***

Faye kembali ke tempat Mia, dia begitu bingung dengan apa yang baru terjadi, minuman yang dipesan mulai mencair.

Faye menjelaskan dengan rinci kejadian kencan kemarin, bagaimana mereka bermain boling, berbelanja pakaian hingga akhirnya memergoki teman Denis jalan dengan om-om yang membuat mereka berakhir di hotel. Ia tidak cerita soal seks mereka karena privasi, langsung loncat ke pagi harinya bagaimana sebuah video call Claudia menjadi masalah dari semua ini, di mana Claudia melihat cincin di jari manisnya dan Denis yang nakal tidak mau mendengar, melambaikan tangan ke Claudia.

"Wow, hidupmu berubah drastis karena kencan," Mia berpendapat setelah diam mendengarkan.

Faye mengembuskan napasnya, "Benarkan? Hidupku berantakan, dan Denis tidak mau tanggung jawab! Tidak mau!"

"Dia tidak?"

"Dia tidak mau membenarkan salah paham ini, memintaku mengurusnya sendirian, kau tahu? Makanya aku mau dia merasakan apa yang aku rasakan nanti malam," kata Faye tajam.

"Nanti malam?"

"Kau tahu, acara peresmian restoran milikku," kata Faye kalem, "aku minta dia untuk datang sebagai Sugar Baby-ku."

"Apa rencanamu, katakan Fay," kata Mia tertarik.

Faye tersenyum lebar, "Kau akan tahu nanti malam," Ia lebih senang melihat orang-orang terkejut akan idenya.

Mia mengerti, "Aku harap idemu berjalan lancar."

Faye harap juga, tidak tahu apa jadinya jika rencananya gagal.

***

Setelah mengobrol dengan Mia, mereka kembali bekerja, Faye sedikit merasa bersalah karena telah 'menculik' Mia yang merupakan Chef di restoran barunya, jadinya staff dapur kerepotan ditinggal Mia.

Mia bilang tidak apa-apa jadi Faye bisa menghabiskan waktu mengerjakan tugasnya, mengecek semuanya sudah siap tidak ada kendala.

Sejujurnya pembukaan ini bukanlah sesuatu yang besar, Faye hanya menggunting pita, namun kesalahpahaman status menikahnya, Claudia jadi mengundang rekan kerja untuk hadir mengumumkan status palsu ini.

Ketika bertemu dengan Claudia meminta Denis untuk datang memperkenalkan pada keluarga mereka yang dijawab Faye tenang mengiyakan.

Waktu terus berlalu, hingga akhirnya acara pembukaan hampir tiba satu jam lagi, Faye yang saat itu memeriksa keadaan dapur pun terkejut melihat keluar jendela banyak para wartawan berkumpul di gerbang pintu.

"Siapa yang mengundang mereka?" tanya Faye terheran-heran merasa tak mengundang wartawan dalam acara pembukaan sederhana seperti ini, dan sepertinya acara itu live.

"Kurasa Mamamu ada hubungannya deh, Fay," Mia menyahut cemas.

"Tentu saja," bagaimana bisa Faye lupa? Ia segera keluar dari dapur dan naik ke lantai atas di mana Claudia berada, "Mama, kenapa ada wartawan di depan restoran?"

"Oh, itu karena Mama mengijinkan untuk meliput restoranmu, Fay," Claudia menyahut dengan santainya.

Faye paham sekarang kenapa rekan kerja Claudia pulang dan kembali lagi dengan pakaian resmi mereka seperti mau ke pesta, "Mama! Ini cuma gunting pita bukan acara kepresidenan!"

"Oh, Fay. Kau anak satu-satunya jelas saja pengumuman pernikahanmu harus banyak orang yang tahu. Kau Faye Grace," Claudia menjelaskan santai lagi tanpa peduli betapa paniknya Faye, "Denis sudah datang?"

"Fu—" Faye terlalu fokus dengan acaranya hingga tidak sadar apakah Denis sudah datang atau belum, "Mama diam di sini, iya?" katanya memperingatkan agar tidak berulah lebih lagi sementara dirinya turun ke bawah, keluar mencari Denis di antara wartawan dan orang-orang.

Di sini begitu ramai, efek wartawan menarik perhatian orang-orang di sekitar restorannya, mereka mengira ada artis atau semacamnya.

Faye mencari lagi lebih dalam tanpa peduli wartawan yang melemparkan pertanyaan padanya hanya membalas singkat nanti tunggu pembukaan. Akhirnya setelah perjuangan melewati kerumunan, matanya melihat Denis sedang berdiri paling belakang dengan raut kebingungan, dan apa yang dikenakan Denis? Kemeja putih dan celana hitam? "Apa pula yang kau kenakan!?"

Dia nampak kebingungan mengecek pakaian yang dikenakannya, "Huh? Kau bilang untuk hadir ke pembukaan restoranmu jadi aku iya memakai pakaian terbaik aku, kau tadi tidak bilang akan seramai ini! Apa-apaan ini, Fay?" Ia menjelaskan masih dengan wajah yang kebingungan.

"Mamaku."

"Mamamu!?" Denis mengulangi ucapan Faye sebelum tertawa kecil, "kau anak Mama rupanya iya, sayang~"

Faye menyipitkan matanya. Tidak, ini semua karena Denis, mereka berada di situasi seperti ini, "Ugh, sudahlah ikut aku saja, nanti kau akan mengerti."

"Eh? Bukankah aku hanya menonton?" tanya Denis kebingungan.

Faye memutar bola matanya, tidak ingin berlama-lama, ditariknya tangan Denis menembus kerumunan yang kian ramai.

Ketika sampai di dalam, Faye mengecek lantai bawah siapa tahu Claudia tidak menurut, tapi tidak ada yang berarti masih di atas.

"Fay, kita mau ke mana?" Denis yang sejak tadi diam, bertanya juga.

"Kau akan tahu kok." Masih menggandeng tangan Denis, Faye naik ke lantai atas di mana Claudia sendirian sibuk menelepon.

"Itu, 'kan!?" Denis nampaknya ingat dengan wajah Claudia, "apa yang kau rencanakan?" tanyanya jengkel mulai mengetahui motif Faye sesungguhnya.

Faye hanya melipat tangan sambil berkata santai, "Aku gagal meyakinkan Mamaku, jadi kau urus masalah itu."

"Faye ...." Denis mencoba membuka suara.

"Tidak, tidak Faye lagi!" kata Faye emosi yang selama ini dipendam pun muncul, "Ini bukan salahku saja! Ini salahmu juga! Kau yang bandel memunculkan wajahmu di telepon tadi pagi, dan aku membersihkan salahmu sendirian sementara kau enak reunian dengan Kakakmu!"

"Jangan bawa nama Starla," kata Denis dingin.

Faye memutar bola matanya. Dari semua ucapannya yang diprotes justru soal Starla? "Baiklah aku tidak, sampai mana kita? Ah iya, lalu karena Mamaku begitu antusias dengan pernikahan kita yang memang sejak awal tidak ada, dia menyewa wartawan untuk mengumumkan pernikahan kita di pembukaan restoranku. Sekarang kau di sini coba bujuk Mamaku."

Denis tertunduk, "Aku tidak yakin, Fay, aku hanyalah orang asing, jika denganmu saja Mamamu tidak mau mendengar, bagaimana bisa aku sukses membujuk Mamamu?"

"Kau punya dua pilihan, bujuk Mamaku atau menikah kontrak denganku," kata Faye tajam.

"Apa?" Denis mengerutkan keningnya, tidak suka dengan pilihan yang diberikan.

Sayangnya Faye tidak peduli, menutup rapat bibirnya.

"Aku tahu kau tidak suka menikah kontrak denganku, tapi hanya itu pilihan lainnya," kata Faye kalem, "memangnya kau pikir aku suka? Jangan harap. Aku juga berpikir menikah hal yang sakral. Kalau kau mau, kita bisa daftar tanpa perlu perayaan atau hal yang tidak penting lainnya."

Denis berpikir cukup lama.

"Bagaimana?"

"Aku akan membujuk Mamamu," sahut Denis, dan berjalan menghampiri Claudia.

Faye menepuk keningnya, bersumpah Denis adalah lelaki yang keras kepala yang ditemui, jangan lupakan suka merayu juga. Ia tidak bisa membayangkan tinggal bersama Denis dengan segala rayuan agar tidur bersama, "Pikiranku mesum," keluhnya ikut menyusul Denis.

"Selamat malam," Denis menyapa hangat.

Claudia melirik sebentar, begitu tahu itu Denis, ditutup teleponnya menggunakan tangannya, "Sebentar iya, Pa." katanya, "Denis kau datang!" serunya semangat empat lima, dan tanpa basa-basi memeluk Denis erat, "selamat datang di keluarga, Grace."

"Uh ...." Denis kebingungan.

"Faye sudah bilang mengenai pengumuman pernikahan kalian?" Claudia bertanya.

"Sejujurnya mengenai pernikahan kami—" Denis mencoba berbicara.

"Oh, maaf iya Denis sayang, Mama harus melanjutkan telepon dengan Papa," Claudia memotong.

"Uh ...."

"Kalian mau menenangkan diri di sini berdua sebelum acara di mulai?" tanya Claudia lagi memotong ucapan Denis tanpa jeda, "Mama turun ke bawah kalau begitu, bye," lanjutnya, dan tanpa jawaban dari Denis atau pun Faye, beranjak pergi melanjutkan menelepon, "Maaf menunggu lama, Pa."

Faye tertawa mengejek ketika Claudia telah hilang dari pandangan matanya, "Kerja yang bagus Tuan Denis~"

"Oh, diamlah," kata Denis dingin.

Faye mengangkat bahunya acuh tak acuh, "Aku sudah mencoba dari pagi sampai sekarang, kau sudah mengerti betapa frustrasinya menghadapi Mamaku, bukan?"

"Kutarik kata-kataku tadi pagi, Mamamu bukan orang yang semangat, tapi tidak mau mendengar ucapan orang lain," kata Denis sambil mengembuskan napasnya, "kau tak bisa menggantikan aku dengan yang lain?"

Faye tertawa keras, "Lelucon yang bagus, aku akan mencobanya jika kau tidak menunjukan dirimu di telepon, jadi maaf iya sayang jika mengecewakan, kau tak bisa digantikan, kau pasti takkan di sini kalau ada orang lain yang menggantikanmu, sayang~"

Denis mengembuskan napasnya, melirik ke sampingnya, "Aku berpikir apakah melompat ke gedung sebelah aku bakal selamat ...?"

Mata Faye melebar, "Apa!? Kau ingin kabur?"

"Bergurau," kata Denis.

"Tidak lucu," kata Faye dingin, "bagaimana?" Ia mengungkit lagi pilihan yang diberikan.

Denis tertunduk.

Kenapa Denis merasa ini sesuatu yang besar sekali? Faye juga sih, tapi tidak seberat Denis.

Setelah sekian lama bertarung dengan pikirannya, Denis akhirnya menatap Faye dan berkata serius, "Baiklah kita menikah."

Faye mengembuskan napasnya lega, "Nanti kita bicarakan lagi."

Denis tidak menjawab, tertunduk memikirkan akan menikah, sesuatu yang telah lama dihindarinya semenjak lulus sekolah menengah atas.

Faye melirik tubuh Denis menimbang-nimbang apakah cocok buat acara, "Aku akan ambilkan jaket dan dasi untukmu."

"Eh? Tidak usah," kata Denis.

"Jangan menghalangiku, kau akan tahu betapa marahnya Mamaku mengetahui kau berpakaian berandalan begitu di acara resmi begini," Faye menasihati.

"Ini kasual, Fay," kata Denis tersinggung akan gaya pakaiannya dinilai jelek oleh Faye.

Denis itu tidak tahu perumpamaan, kah?

"Duduk saja di sini, aku akan mengambilnya," kata Fayd, "duduk, iya?" Ia mengulangi sambil menekankan kata duduk sebab tahu Denis bakalan main-main ke bawah.

Denis itu pria yang tak suka diam apalagi karyawati di restoran banyak yang cantik.

Denis hanya melambaikan tangan tidak tertarik, dan duduk di kursi.

Faye pun turun mencari Mia yang masih sibuk di dapur, "Kau punya dasi?"

"Untuk apa?" Mia bertanya balik.

"Denis."

"Deni—" Faye buru-buru menutup mulut Mia sebelum bisa membuat kegaduhan, baru dilepas setelah Mia mengangguk takkan panik, "Aku tidak bawa."

Faye berpikir bagaimana mendapatkannya. Pulang ke rumah cukup jauh, waktu takkan cukup, "Ah, Oliver, tadi kemari bawa jas dan dasi?" tanyanya berharap pada Olivier yang merupakan Sous Chef di sini juga memiliki perawakan tubuh sama dengan Denis.

Oliver juga orang yang disiplin serta kerapihan.

"Aku punya, tapi buat apa?" Oliver bertanya balik.

Mata Faye berbinar-binar, tahu bertanya pada Oliver takkan salah, "Aku butuh sebentar kok Oliver. Tolong pinjamkan, iya?" pintanya memohon dengan menyatukan kedua tangannya.

"Baiklah, kau sampai memohon begitu, mana mungkin aku menolak permintaan Pemimpin restoran?" kata Oliver, "ikuti aku."

Faye mengangguk, mengikuti dari belakang menuju tempat ganti pakaian yang menyatu dengan ruangan Oliver. Ia memang memisahkan ruangan Oliver dan Mia agar tidak terjadi hal yang terlarang mengingat mereka memiliki sejarah berdua.

Oliver membuka lemarinya, mengambil jas hitam serta dasinya, menyerahkannya padaku, "Ini Bos. Aku harap tetap bersih saat Bos kembalikan."

Faye menerimanya dengan senang hati, "Terima kasih, akan aku urus dengan baik, kembalilah bekerja Oliver."

Oliver mengangguk dan kembali ke ruang dapur.

Dengan pakaian di tangannya, Faye bergegas kembali ke tempat Denis berada, masih duduk memandang bosan langit malam saat sampai, "Sudah ada, kau pakailah," katanya melirik jam di tangan, "cepatlah, acara sudah mau di mulai sedikit lagi."

Denis yang masih memakaikan dasi milik Oliver di lehernya menyahut acuh tak acuh, "Hm."

Faye yang melihat Denis kesulitan membantu dengan sigap, "Kau ini seperti anak kecil, apakah tidak pernah memakai dasi sewaktu di sekolah?" tanyanya sambil melipat dasi menjadi segitiga.

"Tidak, aku memakai saat upacara saja," kata Denis, "terakhir aku pakai saat kelulusan itu juga dibantu Kak Starla."

Faye menepuk-nepuk dada Denis setelah selesai memasangkan dasi, "Dan kau di sini mengejek aku anak Mama padahal kau Adik manja."

"Iya maaf deh," kata Denis terdengar seperti sindiran daripada maaf.

"Ayo, acara akan di mulai, kita ke bawah," Faye mengajak dan ketika berjalan, Denis menggandeng tangannya tiba-tiba.

"Setidaknya pegangan tangan agar semua orang tidak curiga sama kita," kata Denis santai.

Faye tidak menjawab karena benar ucapan Denis tadi, tidak ada yang tahu mengenai ini kecuali Mia. Ketika mereka sampai, acara telah di mulai dengan pembawa acaranya, "Mama!?"

Denis nyengir, "Mamamu begitu antusias sekali dengan kita, iya?"

Tentu saja Claudia antusias, yang begitu bahagia dengan pernikahan bohongan ini. Pemandu acara yang sudah Faye sewa jadi keenakan tak bekerja, berdiri di belakang Claudia.

Faye menggelengkan kepalanya.

Bagaimana bisa ini terjadi?

Faye menatap kosong ke depan, hanya mendengarkan apa yang Claudia katakan setengah-setengah.

Hanya karena video call dan sepasang cincin.

Cincin.

Video call.

Ingin rasanya Faye bakar cincin yang terpasang di jari manisnya.

Faye tersadar dari lamunannya setelah Denis menyikut pelan, "Hm?" Ia merespon singkat, enggan beranjak dari sini.

"Namamu dipanggil, Fay," Denis berbisik padaku.

Faye tersadar segera kaitan tangan mereka dan berjalan ke depan. Pembawa Acara yan disewanya memberikannya gunting, tanpa berkata, dipotongnya tali pita putih yang membentang sepanjang pintu restorannya.

"Iya, dengan begini cabang restoran Grace resmi telah dibuka."

Semua bertepuk tangan yang membuat Faye juga ikut bertepuk tangan, meskipun hatinya sedang kusut, tetapi pembukaan restorannya membuat senyum di bibirnya terukir lagi.

Faye senang bisa membuka restoran keduanya dan tempatnya kali ini sangat strategis.

Faye juga harap restorannya berjalan lancar.

"Oh, ada satu lagi yang ingin kami bagikan pada para wartawan dan warga sekalian," kata Claudia, "aku ingin membagikan kabar bahagia dari Anakku, Faye Grace."

Faye maju untuk berdiri di samping Claudia, melirik Denis yang yang berada di belakang, meminta menghampirinya juga.

Di sinilah drama di mulai.

Faye mengulas senyum palsunya membiarkan para wartawan mengambil gambarnya dan Denis yang sedang berpegangan tangan, "Aku Faye Grace, menyatakan diriku telah menikah dengan—" ucapannya terhenti tersadar selama ini tak mengetahui nama keluarga Denis.

"Denis Annora," Denis sepertinya mengerti Faye tidak tahu nama keluarganya memilih meneruskan, "kami tidak melangsungkan pernikahan, jadi agak mengejutkan bagi kalian."

Faye mengembuskan napasnya, mengukir senyum sekaligus memamerkan cincin yang berada di jari manisnya beberapa sesaat.

Jepretan demi jepretan diambil serta pertanyaan menyusul mengenai bagaimana, kapan, mengapa, siapa, mengenai hubungan mereka berdua.

Faye tidak menjawab, hanya menundukkan kepala sopan sebelum kembali ke belakang membiarkan Claudia yang menjawab.

Satu masalah selesai.

Faye bangga pada diri sendiri bisa menipu mereka semua, diliriknya pasangan palsunya, Denis pun tersenyum sambil menepuk pelan punggungnya menenangkan.

Satu acara lagi dan Faye akan bebas.

***

Setelah pengumuman tadi, di luar dugaan Claudia melarang masuk para wartawan dengan alasan agar Faye bisa fokus melayani rekan undangan atau tepatnya rekan kerja Claudia.

Faye sedikit senang tentunya, tapi sejujurnya lelah terus tersenyum atas pernikahan palsunya, hatinya menjerit minta pertolongan pada entah siapa. Untuk membuat tubuhnya rileks, Faye kabur dari acara untuk memesan alkohol langsung pada Mia yang sibuk di dapur.

"Lihat dirimu, sudah menikah, aku bangga sekali," kata Mia disertai tawa mengejek.

Faye menghabiskan minuman dengan sekali tegukan, "Hahaha ... lucu sekali mengingat awalnya aku begini karena kalah taruhan darimu," sindirnya balik.

"Benar, aku biasanya tidak percaya takdir, tapi sepertinya pertemuanmu dengan Denis sudah ditakdirkan Tuhan," kata Mia dengan mata yang berbinar-binar.

"Oh?" Faye merespon singkat.

Mia melirik di belakang Faye, dan menyeringai, "Suamimu tampaknya tidak bisa jauh-jauh darimu, Fay."

Faye terbatuk-batuk setelah mendengarnya, dan menoleh, benar ada Denis sedang kemari, "Kau mau minum juga?" Ia menawarkan.

Denis menggelengkan kepalanya, lalu menatap Mia.

"Ah ...," Faye lupa mereka belum mengenal satu sama lain secara resmi, "Denis, kenalkan dia Mia, dia Head Chef di restoranku ini sekaligus sahabat terbaikku."

Mereka saling berjabat tangan.

"Denis."

"Mia, senang bertemu denganmu akhirnya Denis," kata Mia, "atau Sugar Baby Faye~" bisiknya menggoda.

Mata Denis membulat, "Dari mana kau tahu!?"

Mia mengedipkan matanya jahil, "Aku yang membuat keajaiban di antara kalian berdua~"

Faye memutar bola matanya mendengar kata keajaiban keluar dari mulut Mia, kutukan kata yang lebih tepat.

"Begitukah?" Denis berpikir mencoba mengingat apakah pernah bertemu dengan Mia sebelumnya.

"Ngomong-ngomong, kenapa kau di sini? Kau sudah puas mengobrol dengan mereka?" Faye bertanya.

Di luar dugaan, Denis kenal dengan beberapa rekan kerja Claudia memberi pertanyaan mengenai keluarga Denis yang mungkin menjalani bisnis juga, nama Annora rasanya tidak asing di telinganya. Ia akan mencarinya di internet jika Denis engga cerita tentunya.

"Jangan begitu, sayang~" Denis mengeluarkan lagi rayuannya setelah lama bersikap serius selama acara.

"Hm ...." Faye merespon malas, memainkan gelas ke kiri dan kanan.

"Bagaimana kalau kita keluar dari sini?" Denis memberikan saran, "kau terlihat bosan, Fay. Kita ke tempat yang menyenangkan bagaimana?"

"Satu-satunya tempat yang aku inginkan iya di rumah," Faye menyahut murung, yang masih lama bisa ke sana, pesta belum selesai.

"Kau mau langsung ke intinya!?" Denis terkejut sebelum tersipu malu, "kau itu tidak sabaran iya, sayang~"

Faye menepuk keningnya.

Sementara Mia tertawa, "Kau begitu terang-terangan iya Denis, aku suka."

Faye memutar bola matanya, "Hati-hati Mia, nanti dia jadi sombong."

"Aku tidak kok," kata Denis, "mau tidak?"

"Kau bergurau, iya? Aku pemilik restoran di sini, semua akan sadar aku tidak ada, mereka pasti mencari terutama Mamaku." kata Faye.

Kabur dari acara malam-malam begini, Faye bukan Cinderella.

"Jadi? Apa masalahnya?" Denis bertanya santai, "jangan biarkan mereka menghalangi kebahagiaanmu, Fay."

Faye tidak merespon.

Kabur dari acara peresmian restoran sendiri terdengar aneh dari segala aspek.

"Baiklah, berarti hanya aku yang akan pergi," kata Denis santai.

"Eh? Kau pasanganku malam ini!" seru Faye memprotes.

"Lalu? Aku takkan membiarkan kau menghalangiku, Fay," kata Denis, "seperti yang aku bilang, 'kan? Aku hanya akan membiarkan arus membawaku, maksudku naluriku."

Naluri?

Faye berpikir, nalurinya juga ingin keluar dari sini, tapi ....

"Bye~" Denis melambaikan tangannya dan melangkah pergi.

Faye meletakkan gelas di atas meja dan mengejar Denis, "Tunggu!"

Denis berhenti, "Hm?

"Aku ikut!"

avataravatar
Next chapter