webnovel

Terjerat Rindu

 Seorang perempuan dengan mengenakan gaun pengantin tengah berlari di antara pohon-pohon yang menjulang tinggi. Mencoba menghindari kejaran beberapa laki-laki dengan pakaian serba hitam. Satu di antaranya yaitu sang suami. Laki-laki yang baru beberapa jam menjadi suaminya. “Yaz, ayo berhenti! Aku enggak akan macam-macam,” teriak laki-laki yang bernama lengkap Raynor Ambara. Raynor masih terus mengejar sang istri yang masih berlari sekuat tenaga. Mendengar teriakan Raynor, bukannya berhenti. Feiyaz malah semakin cepat berlari. Gaun pengantin, sepatu hak tinggi juga hiasan kerudung yang menjuntai ke bawah tidak menyurutkan Feiyaz untuk kabur dari sana. Suara tembakan menggema di udara, memberikan Feiyaz peringatan. Namun, bukannya berhenti Feiyaz malah terus berlari.  

faiz_bellzz · Urban
Not enough ratings
1 Chs

Bab 1. Berlari

Seorang perempuan dengan mengenakan gaun pengantin tengah berlari di antara pohon-pohon yang menjulang tinggi. Mencoba menghindari kejaran beberapa laki-laki dengan pakaian serba hitam. Satu di antaranya yaitu sang suami. Laki-laki yang baru beberapa jam menjadi suaminya.

"Yaz, ayo berhenti! Aku enggak akan macam-macam," teriak laki-laki yang bernama lengkap Raynor Ambara. Raynor masih terus mengejar sang istri yang masih berlari sekuat tenaga. Mendengar teriakan Raynor, bukannya berhenti. Feiyaz malah semakin cepat berlari.

Gaun pengantin, sepatu hak tinggi juga hiasan kerudung yang menjuntai ke bawah tidak menyurutkan Feiyaz untuk kabur dari sana. Suara tembakan menggema di udara, memberikan Feiyaz peringatan. Namun, bukannya berhenti Feiyaz malah terus berlari.

Rasa sakit di kaki karena keseleo, Feiyaz abaikan. Dalam benaknya hanya ingin segera kabur dari hutan ini. Namun, entah nasib buruk atau nasib baik yang akan datang. Karena kini Feiyaz salah jalan, ia sampai di ujung tebing. Membuatnya tidak memiliki pilihan yang bagus. Mundur masuk jurang, maju masuk perangkap sang suami.

Para tukang pukul sudah mengelilingi Feiyaz dari jarak aman. Raynor maju perlahan. "Ayo Sayang, kemarilah." Raynor mengulurkan tangannya.

Feiyaz menggeleng. "Tidak. Aku tidak mau. Jika kamu maju, aku akan mundur." Feiyaz mencoba mengancam.

Raynor terlihat panik ketika melihat Feiyaz mundur satu langkah. "Jangan! Aku mohon jangan, itu berbahaya. Diamlah, aku tidak akan maju lagi," ujar Raynor menghentikan langkahnya. Mencoba membujuk sang istri.

"Aku enggak akan mundur lagi, tapi aku minta kamu jangan menjualku," ujar Feiyaz dengan suara bergetar.

Dengan cepat Raynor menganggukkan kepalanya. "Aku enggak akan menjual kamu. Lagi pula, tidak mungkin aku menjual istriku sendiri."

Feiyaz masih diam di tempat. Ia bingung harus bagaimana lagi. "Sebenarnya siapa kamu? Kenapa kamu membawaku ke dalam hutan? Apa aku akan di mutilasi?" tanya Feiyaz. Ia sudah memikirkan yang tidak-tidak.

"Aku suami kamu, Yaz. Ayo kemarilah, aku tidak akan melakukan apa pun kepadamu." Raynor kembali mengulurkan tangannya. Wajahnya terlihat sangat khawatir, takut Feiyaz salah melangkah.

Feiyaz belum bisa mempercayai ucapan Raynor. Ia masih ragu. "Seorang Mafia selalu memiliki cara licik. Aku tidak mau termakan omong kosongmu."

Raynor menghela nafas panjang sebelum berbicara. Ia mengangguk, wajahnya terlihat gusar. "Aku memang penjahat. Tapi aku tidak mungkin menjahati istri sendiri. Aku mencintaimu, Yaz."

Feiyaz masih mencoba mengelak, ia menggeleng. "Kamu sudah jahat padaku Ray. Kamu membohongi aku," ucap Feiyaz dengan butiran air mata yang menghiasi wajahnya.

"Aku tidak membohongimu. Aku tidak mengatakannya karena kamu tidak bertanya," ujar Raynor lembut, tangannya masih terulur.

Feiyaz diam setelah mendengar ucapan Raynor. Ia sadar bahwa apa yang di katakan Raynor itu benar. Feiyaz tidak pernah bertanya apa pun, ia tidak pernah berkomunikasi dengan Raynor selama hari ini tiba. "Kamu berbohong Ray, kamu tidak menepati janjimu," ucap Feiyaz setelah lama diam.

Raynor terenyak mendengar ucapan sang istri. "Maaf untuk itu, kamu kemarilah. Aku akan menjelaskan semuanya."

Feiyaz cukup dibuat penasaran dengan ucapan Raynor. Ia memang ingin tahu alasan dibalik laki-laki itu meninggalkannya dulu.

Melihat Feiyaz diam, Raynor segera menganggukkan kepalanya kepada Ken. Ini adalah kesempatannya agar bisa meraih Feiyaz. Suara tembakan itu kembali menggema, membuat Feiyaz yang sedang berpikir refleks berjongkok karena kaget dan takut. Tidak mau menyia-nyiakan kesempatan, Raynor segera berlari menghampiri Feiyaz kemudian membawa tubuh semampai itu ke dalam gendongannya.

Tanpa merasa terganggu dengan pukulan dan cakaran yang di berikan Feiyaz saat berontak, meminta diturunkan. Raynor terus melangkah melewati semak belukar di ikuti orang-orangnya dari belakang. Hari sudah gelap membuat perjalan sedikit terhambat. Namun, tidak menyurutkan Raynor untuk membawa sang istri pulang.

"Lepas Ray, aku mau pulang. Aku enggak mau di jual!" teriak Feiyaz. Ia masih berusaha turun dari gendongan sang suami. Namun, usahanya sia-sia. Hingga ketika tenaganya sudah habis, Feiyaz baru berhenti berontak. Tubuhnya lemas hingga tidak sadarkan diri.

"Maafkan aku, karena tidak menepati janji, Yaz," gumam Raynor lirih, "kita berlari cukup jauh juga," ujar Raynor kepada Ken.

Ken mengangguk. "Istrimu sangat cepat dalam berlari." Ken memuji istri tuannya. Ia cukup kewalahan mengejar perempuan cantik yang selalu menutup wajahnya dengan niqab itu. Harus berhati-hati agar tidak menyentuh dan menyakiti istri tuannya. Lebih baik mengejar musuh dengan berbagai macam cara. Raynor menyunggingkan senyum mendengar ucapan Ken. Kepercayaannya.

Mereka tiba di sebuah kastel tidak terpakai. Gerbangnya tinggi tidak terurus. Banyak tanaman merambat dan berlumut di tembok, membuat kesan angker begitu terasa. Pantas saja Feiyaz kabur begitu melihat bangunan yang disebut Raynor sebagai rumah.