webnovel

TPST - Mengucapkan Pagi

"Udah lah, jangan seperti ini. Ada apa sih pagi-pagi udah ganggu?" tanya Aksena yang mencoba untuk menggunakan nada bicara yang biasa saja, meski dalam dadanya dia merasa sesak sebab harus menahan emosi yang sudah meluap.

"Oh, pagi ya?" tanya Mervin dengan nada yang cukup santai seolah tidak sadar kalau memang sekarang adalah pagi hari.

Dari cara Mervin menatap Aksena setelah menanyakan hal tersebut, sepertinya bukan dia yang tidak menyadari waktu, melainkan dia yang mempunyai maksud tertentu.

Aksena menaikkan tangannya, dia mengarahkan jam yang dia gunakan tepat di depan wajah Mervin. "Coba lo lihat sekarang jam berapa!" seru Aksena yang merasa tidak pantas kalau Mervin mempertanyakan apakah sekarang pagi atau bukan.

Sejenak Mervin memperhatikan benda penunjuk waktu yang melingkar apik di pergelangan tangan Aksena. memperhatikan jarum yang perlahan bergerak.

"Bukankah di malam hari juga ada waktu yang sama dengan sekarang?" tanya Mervin dengan begitu enteng.

Mendengar pertanyaan yang baru saja Mervin ucapkan, membuat Aksena terdiam, dia menjadi memikirkan apa yang sudah Mervin ucapkan, dan memang hal itu tidak ada salahnya.

Jam tangan yang Aksena gunakan bukan sebuah jam tangan digital, sehingga jarum pendek dari jam itu hampir menunjuk ke arah angka 7 dan jarum panjangnya yang sudah melewati angka 9.

06:47

Di saat nanti petang juga akan kembali menunjukkan angka atau berada di posisi yang sama, sehingga hal ini membuat ucapan Mervin menjadi sebuah ucapan yang tidak bisa disalahkan.

"Terus, bagaimana cara gue untuk mengatakan kalau sekarang adalah pagi hari dan lo bisa mempercayainya?" tanya Aksena dengan tatapan yang terus fokus seolah menantang Mervin.

"Ucapkan pagi sama gue," jawab Mervin dengan begitu enteng.

Semula saja sepertinya Mervin sudah berniat untuk membuat suasana mengarah ke sana, sebab pada kenyataannya memang Aksena belum mengucapkan hal tersebut.

Bagaimana mau mengucapkan jika Aksena dan Mervin saja beru bertemu sekarang dan sebelumya Aksena tidak mengirimkan sebuah pesan apa pun pada Mervin?

Aksena memutar bola matanya malas, bahkan dia mengalihkan pandangannya ke sekitar. Sepertinya sudah banyak para murid yang berlalu lalang di saat dia dan juga Mervin tengah berada di sini.

Tidak ada yang ikut campur di saat melihat Aksena yang tengah bersama dengan Mervin, selain tujuan mereka untuk segera sampai ke Kelas, mereka juga tidak tahu apa yang sedang Mervin dan juga Aksena bahas.

Beberapa dari mereka memang ada yang dengan sengaja memperlambat langkah kaki mereka untuk bisa melihat Mervin yang tengah bersama dengan Aksena.

Mereka penasaran apa yang sedang dibahas dan juga ada sebagian yang merasa iri, sebab Aksena bisa bertatapan dan berbicara dengan begitu serius bersama dengan Mervin.

*****

"Kenapa malah diem, hm?" tanya Mervin.

Gumaman Mervin berhasil membuat dunia Aksena seolah terbang dengan seketika, karena mendengar Mervin bergumam yang bercampur dengan serak membuat perasaan Aksena tidak baik-baik saja, apalagi saat melihat bagaimana Mervin memandangnya.

"Ya udah, pagi!" ketus Aksena.

Di sini Aksena terpaksa berucap, agar Mervin tidak terus memperhatikan dirinya seperti sekarang, dia ingin bisa segera bebas dari Mervin.

"Jangan ketus," larang Mervin lembut.

Aksena semakin menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Nada bicaranya pelan, ekspresinya juga ramah. Jangan jutek seperti sekarang," jelas Mervin disertai dengan sebuah senyuman yang terukir dengan begitu lebar seolah mencontohkan bagaimana ekspresi yang seharusnya Aksena pasang.

"Lo makin ke sini makin banyak maunya? Heran gue," ujar Aksena.

Mervin sama sekali tidak memikirkan hal tersebut, dia dengan santai melanjutkan kegiatannya. Menunggu Aksena mengucapkan hal tersebut dengan cukup baik padanya.

"Selamat pagi ... Mervin Adelard."

Sebuah senyuman terukir dengan begitu lebar dan percayalah senyuman yang terukir begitu lebar itu menanggung sebuah keterpaksaan yang begitu besar.

Tidak memikirkan apakah Aksena terpaksa atau tidak, tapi Mervin merasa cukup puas dengan hal ini sampai pada akhirnya Mervin mengukirkan sebuah senyumannya.

"Pagi juga, sayang."

Cup

Sebuah kecupan mendarat di kening Aksena dengan begitu penuh kelembutan dan hal ini membuat Aksena mematung sambil memikirkan apa yang baru saja terjadi.

Begitu fokus memikirkan apa yang baru saja terjadi dengan apa yang dirasakan, sampai Aksena tidak menyadari kalau Mervin sudah melangkahkan kakinya.

Pandangan Aksena melirik ke arah di mana sekarang Mervin sedang melangkah, dia memperhatikan postur tubuh Mervin yang begitu bagus, bahkan pundaknya terlihat sejajar.

Kalau satu bulan terus-terusan seperti sekarang, gue bisa gila nantinya.

Apakah Aksena akan tahan dengan semua ini?