3 Trauma Rere

Mata Rere sembab karena menangis. Sedari tadi sopir pribadinya melirik dari kaca mobil. Uncle Mutu, begitulah pria keturunan India itu dipanggil Rere. Pria itu telah menjadi sopir pribadinya sejak berkuliah di Kuala Lumpur Malaysia.

"Rere. Kenapa awak diam sedari tadi? Apa yang tengah berlaku pada awak? Awak tak seperti biasanya?" Uncle Mutu memberanikan diri bertanya. Pria itu sudah menganggap Rere seperti anak sendiri. Ainil, bunda Rere yang menitipkannya agar uncle Mutu menjaga anaknya selama di KL.

"Tidak mengapa uncle. Jangan risau tentang saya. Saya baik-baik saja."

"Darimana awak semalam? Kenapa tidak pulang?"

"Saya tidur di rumah kawan."

Tak ada pembicaraan lagi antara uncle Mutu. Keduanya hening hingga sampai apartemen. Rere terlihat gelisah dan sedih. Segera ia buka pintu apartemennya yang dikunci melalui sandi. Rere masuk kamar lalu pergi ke kamar mandi.

Rere mandi dibawah guyuran shower. Ia menangis terisak-isak. Bukan ini yang ia mau. Dia hanya ingin menolong, kenapa harus terjebak cinta satu malam dengan pria yang ia tolong? Rere tipe perempuan yang baperan alias mudah tersinggung. Ia tak terima dengan ucapan pria itu. Menjebaknya demi harta. Bukan mau sombong. Sedari lahir Rere sudah kaya raya. Menjijikan sekali pria itu. Jika tahu ini yang akan terjadi mungkin Rere tak akan pernah membantu pria itu.

"Bodoh, aku bodoh." Rere meratapi nasibnya. Tangisannnya pecah bak anak sungai. Ia merasa kotor dan hina. Kesuciannya telah direnggut oleh orang yang tak pantas mendapatkannya. Kesucian yang ia jaga demi suaminya kelak telak dirampas pria itu.

"Aku kotor," pekik Rere membenturkan kepalanya ke dinding kamar mandi hingga pelipisnya berdarah.

"Rere apa yang terjadi?" Tia, sahabat Rere masuk ke dalam kamar mandi karena mendengar tangisan dan pekikan Rere.

Tia menyentuh pipi Rere. Ia tatap bola mata Rere dengan dalam, mencoba mencari akar permasalahan yang dialami Rere.

"Tia." Rere memeluk Tia erat.

"Ada apa Re?" Tia bertanya-tanya dan heran dengan perubahan sikap sahabatnya. Semalam Rere masih baik-baik saja. Mereka tertawa bersama menikmati gemerlapnya kota KL. "What's wrong?"

"Gue kotor Tia." Tubuh Rere merosot ke lantai.

"Kenapa Re? Cerita sama gue?" Tia ikut duduk di lantai bersama Rere. Keduanya basah terkena guyuran shower. "Kenapa lo semalam menghilang? Gue malah menemukan handphone lo di parkiran bar. Ada apa Re?"

Dengan bibir gemetar Rere menceritakan kejadian yang menimpanya bersama Dino. Tubuh Tia langsung lemas setelah mendengarkan pengakuan Rere. Ia bisa melihat jika sahabatnya mengalami depresi. Cobaan apa yang akan datang pada Rere setelah percobaan pembunuhan yang menimpanya seminggu yang lalu. Itu semua terjadi karena Rere menyelamatkan seseorang. Ia pun dicari-cari oleh sang pembunuh karena menjadi saksi mata pembunuhan itu dan menyelamatkan salah satu korban.

"Lo trauma Re. Semua akan baik-baik saja. Gue ada bersama lo."

Tia tahu jika sahabatnya mengalami trauma dan depresi. Kesialan Rere terjadi karena menolong orang. Rere orang yang sangat peka dan peduli dengan orang lain.

Tia membantu Rere mandi lalu memakaikan pakaiannya. Tia juga mengobati pelipis Rere yang berdarah. Rere masih saja terisak ketika Tia membersihkan lukanya.

"Gue kotor." Napas Rere sesak.

"Jangan bahas lagi. Lo ga kotor. Hanya ketiban sial saja. Lo terlalu baik sebagai manusia. Lo terlalu peka dan peduli sama orang."

Tia bergegas menuju dapur membuatkan sarapan untuk Rere. Bagaimana Rere tidak stress jika kesuciannya ternoda. Rere juga menjadi saksi mata atas kematian aktris terkenal Malaysia Ananya Shyla.

"Makan dulu Re." Tia membawakan nasi goreng.

Rere hanya diam, tak menggubris Tia. Gadis itu masih shock dengan peristiwa yang menimpanya. Bagaimana bisa Rere mengalami hal buruk ini?

"Apa salah gue?" Rere menatap Tia.

"Kesalahan apa?"

"Kenapa setiap tolong orang gue mengalami kesialan?"

"Lo ga sial Re. Cuma kebetulan saja.Tia mengelus lengan Rere pelan.

"Gue enggak tahu lagi harus bagaimana. Kenapa semuanya terjadi?"

"Sabar Re. Ini ujian buat lo. Makan yuk?" Tia mendekat lalu menyuapi Rere makan.

"Aku tidak mau." Rere menggeleng.

"Lo harus makan biar ga sakit. Nanti maag lo kambuh."

"Tia." Rere kembali menangis.

Tia meletakkan sendok di atas piring. Ia peluk Rere lalu memberinya semangat.

"Siapa yang mau menikah dengan gue? Gue sudah tidak suci lagi."

"Pernikahan ini bukan karena kita masih perawan apa tidak tapi hati." Tia menyentuh dada Rere.

"Bagi pria Indonesia keperawanan itu penting. Aku...…." Rere menangis terisak-isak.

"Bagaimana dengan Angga?" Rere ingat kekasihnya.

"Lupakan dia untuk sementara waktu. Pertama, lo harus pulihkan mental dulu. Ini tidak mudah untuk lo. Gue paham dan mengerti apa yang terjadi. Lo trauma Re."

"Bantu gue."

"Gue pasti bantu lo. Gue akan ada di sisi lo. Percayalah. Gue akan melindungi lo apa pun yang terjadi."

Ketika malam tiba Rere menjerit ketika tidur. Ia mimpi buruk. Percintaan panas yang ia lakukan dengan Dino terlintas di ingatannya. Merasa kotor dan hina karena menikmati apa yang terjadi malam itu.

"Tidak…tidak…." Rere memekik memegang kepalanya.

"Ada apa?" Tia bangun dari tidurnya.

"Kenapa pria itu hadir dalam mimpi gue. Gue tidak mau mengingat malam terkutuk itu. Gue tidak mau," ucap Rere seperti orang kesetanan.

"Tenang Re." Tia memeluk sahabatnya agar tak menggila

***

Seminggu Yang Lalu....

Rere baru pulang nongkrong bersama teman-teman di kantor. Kali ini Rere membawa motor, tak mau dijemput dan diantar Uncle Mutu. Seorang staff di kantor bagiannya mengalami kenaikan jabatan. Mereka merayakannya di sebuah restoran Korea. Mereka bernyanyi dan makan bersama. Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam waktu KL. Para senior di kantor sudah menawarkan diri untuk mengantarkan Rere pulang namun gadis itu menolaknya karena bisa pulang sendiri.

Ketika sampai di sebuah jembatan Rere mengerem mendadak motornya. Ia melihat sebuah mobil berwarna merah terbalik. Asap mengepul. Ia terperanjat dan kaget. Bingung dengan apa yang terjadi. Rere seperti orang kehilangan akal.

"Gesa," panggil wanita yang mengendarai mobil. Tubuhnya berlumuran darah. Napasnya tersengal-sengal. Untuk bernapas saja ia merasa kesulitan. Sakit ia rasakan di sekujur tubuhnya. Kepalanya terbentur saat mobil terbalik. Si wanita sudah berusaha menguasai medan, tapi naas rem mobil blong.

"Ya kakak. Bertahanlah."

"Sepertinya ada yang ingin membunuh suamiku," ucap Ananya dengan suara pelan. Susah payah ia bicara.

"Jangan cakap macam tu kakak. Mungkin ada sedikit khilaf."

"Bila kereta ini dibawa suamiku. Korang tahu apa yang akan berlaku. Apa ini sebab aku menolak cintanya lelaki gila itu?"

"Jangan cakap macam tu. Kakak Ananya bertahanlah." Gesa memangku Ananya.

avataravatar
Next chapter