webnovel

Perjalanan Bisnis Bara ( 1)

"Males ah berdebat sama lo." Bara sebal karena kalah debat.

"Papi dan om Bara bere kenapa debat melulu sih? Orang dewasa ini aneh. Berantem tapi temanan juga." Alana berkomentar.

Semua orang dalam ruangan itu tertawa terbahak-bahak. Alana dengan mulut ajaibnya.

"Aduh nak, kamu lucu sekali." Zico mencubit pipi Alana.

"Papi sakit." Alana mengomeli Zico.

"Kasihan mami diperebutkan. Aku dan Leon memperebutkan mami, lalu papi dan om Bara bere."

"Alana bisa enggak manggil om tanpa embel-embel bere?" Bara tak suka dengan gelar yang disematkan Alana.

"No." Alana geleng-geleng kepala menolak permintaan Bara.

"Besok jadwal bos ke Kuala Lumpur pertemuan bisnis dengan Tuan Irfan Khan. Terus berlanjut ke pesta pernikahan anak Tuan Irfan. Pestanya digelar tujuh hari tujuh malam. Biar beliau terkesan, bos harus datang tiap hari ke pesta beliau. Tuan Irfan undang bos untuk pesta selama seminggu. Kemungkinan bos dua minggu di KL."

"Harus ya?"

"Haruslah, kalo mau dapatkan project dari beliau."

"Lama dong disana? Kesepian dong."

"Ajak aja keluarga lo. Biar enggak kesepian. Rere dan Leon ajak sekalian." Zico memberikan ide.

"Enggak usah bang. Gue enggak mau ke Kuala Lumpur," tolak Rere tegas. KL memberikan kenangan buruk untuk Rere sehingga ia tak mau menginjakkan kakinya disana. Dulu Rere tinggal dan menetap di KL.

"Kenapa Re?" Tanya Bara polos. Hanya sebatas menguji padahal ia sudah tahu alasan adiknya itu tak mau ke KL.

"Enggak mau aja bang. Lagian bosan juga. Tempat wisata disana itu-itu saja." Rere memberikan alasan. Tangannya mendadak menggigil dan dingin jika bahas Kuala Lumpur.

"Ya sudah kalo begitu. Gue enggak maksa."

"Leon yuk kita ke sebelah." Rere membawa Leon ke rumah mereka.

"Adik tiri lo itu misterius banget," ucap Zico ketika Rere sudah pergi dengan Leon.

"Rere maksud lo?"

"Siapa lagi Bar. Kalo bukan Rere." Zico meminum teh hangat. "Sampai sekarang dia bungkam siapa ayah kandungnya Leon. Masa lo yang jadi papanya Leon."

"Biarkan aja Zi. Gue takut tanya lebih dalam. Kayaknya dia korban pemerkosaan deh. Trauma gitu tiap gue tanya. Harusnya laki-laki yang hamilin dia tanggung jawab. Kalo gue ketemu laki-laki itu, gue hajar tahu nggak. Seenaknya hamilin adik gue setelah itu kabur."

"Sama bunda Ainil enggak cerita juga bos?" Giliran Dian yang bertanya.

"Sama bunda juga enggak cerita." Bara geleng-geleng kepala.

"Semenjak papa menikah dengan bunda Ainil hidup kami berwarna. Gue jadi punya adik seperti Rere. Gue juga merasakan jadi papa meski itu bukan anak gue. Gue rela kok jadi papanya Leon. Enggak tega bilang ke dia kalo gue bukan papa dia."

"Lo bapakable banget Bar. Ngemong si Leon. Orang-orang ga nyangka kalo lo bukan Bapak dia."

"Alhamdulillah Zi. Itu lo awas bikin Dian hamil lagi tahun depan. Kayak kucing lo buat. Hamil tiap tahun. Lo pikir hamil enggak capek apa. Gue aja morning sickness dulu, udah lelah dan taubat. Gimana ma Dian yang hamil tiap tahun?"

"Sewot aja lo. Dian aja enggak protes kenapa lo yang protes? Lagian Dian hamil ada lakinya kok." Zico malah menunjukkan kemesraan di depan Bara. Tanpa tahu malu Zico merapikan rambut Dian yang acak-acakan.

Bara mau muntah dan eneg melihat keromantisan mereka.

"Jangan sirik Bar." Zico mencibirkan bibirnya.

"Om Bara bere. Gendong." Alana merentangkan tangan.

Bara bangkit lalu menggendong Alana. Mata Bara berembun mengingat mantan istrinya. Bara yakin jika anaknya telah lahir dan seusia dengan Alana. Mungkin lebih tua anaknya empat bulan daripada Alana. Morning sickness Bara berhenti ketika sudah sembilan bulan. Bara menandai bahwa anaknya sudah lahir. Zico pun mengalami hal yang sama ketika Dian hamil Alana. Ketika Alana sudah lahir baru morning sickness Zico berhenti.

Bara menggendong Alana dengan tatapan penuh arti. Dalam hati Bara ingin sekali bertemu sang anak dan memeluknya, mencurahkan kasih sayang dan cintanya. Alasan Bara belum menikah selama ini karena ingin menemukan anaknya dulu. Bara melakukan pencarian seorang diri tanpa bertanya pada Dian dan Herman. Menurutnya percuma bertanya pada mereka berdua karena tak akan mendapatkan jawaban.

Sampai detik ini ingatan Bara belum pulih. Ia masih lupa dengan masa lalunya. Bara masih kontrol ke dokter Demir Alfarizi.

"Om Bara bere. Mamanya teman aku titip salam buat om," ucap Alana mengangetkan ketiganya.

Mata Dian dan Zico membola ketika Alana menjadi mak comblang.

"Anak lo Zi. Turunan siapa kayak gini banget." Bara tergelak tawa mencibir Zico.

Rere membantu Bara mempersiapkan barang-barangnya untuk pergi ke Kuala lumpur. Bara akan melakukan kerja sama bisnis dengan Tuan Irfan Khan, sekaligus menghadiri pesta pernikahan anak Tuan Irfan.

Dengan telaten Rere mengepak pakaian Bara ke dalam koper dan merapikan barang-barang kebutuhan sang kakak. Walau pun mereka hanya saudara tiri tapi Rere sudah menganggap Bara seperti kakak kandungnya sendiri. Sikap Bara yang yang sangat ngemong sebagai seorang kakak dan juga om dari Leon membuatnya terharu. Rere anak satu-satunya dari bunda Ainil dan almarhum ayahnya. Rere sangat bahagia bundanya menikah dengan Herman. Setidaknya bundanya tidak sendiri lagi dan ada teman di usia senja.

"Mom-my kenapa rapikan baju Apa? Apa mau kemana?" Tanya si polos Leon dengan suara terbata-bata. Leon memanggil Bara dengan sebutan 'Apa'.

Rere merunduk mensejajarkan tingginya dengan Leon. "Apa mau kerja ke Kuala lumpur so mommy menyiapkan baju Apa."

"Ikut mom. Aku mau ikut Apa."

"Apa kerja disana gak mungkin Leon ikut kesana. Nanti siapa yang jaga Leon jika ikut?"

"Ada mom," jawab Leon polos.

"Kamu ada-ada saja." Rere mengelus kepala Leon.

Rere bangkit lalu merapikan koper Bara. Jangan salah menafsirkan perhatian Rere pada Bara. Rere berhutang budi pada Bara karena telah mendukung dan memberinya support ketika hamil. Bara juga yang menyokongnya dan tidak mau menghujatnya ketika bunda Ainil memarahinya dan merasa malu memiliki anak yang hamil diluar nikah.

Meski tidak pernah jujur pada keluarga atau pun pada Bara siapa ayah kandung dari Leon, namun Bara tak pernah memaksanya. Bara justru lebih memahami perasaannya. Sikap Bara yang seperti itu membuat Rere terenyuh. Bara memahaminya bukan menghujatnya.

Rere diam-diam membantu Bara untuk menemukan Dila. Tak sengaja Rere mendengar percakapan Dian dan Herman tentang Dila, mantan istri Bara. Rere bahkan tahu ternyata Bara dan Dila tak bercerai. Saking keponya Rere, ia sampai stalker media sosial Dila dan menemukan foto wanita itu meski Dila sudah tak aktif lagi di medsos. Jangan ragukan kemampuan Rere dalam melakukan stalking. Ia seorang fangirl Kpop. Ia dan Tia adalah seorang pecinta Kpop sejati. Selama kuliah di Kuala Lumpur mereka sering menghabiskan waktu menonton film Korea dan mengikuti semua event artis Kpop jika bertandang ke KL.

Next chapter