1 Pelarian Diri

Di Bumi Pasundan, tepatnya di Bandung, orang-orang selalu berlalu lalang di sepanjang jalan, dan para turis yang datang tidak pernah ada habisnya.

Para pedagang di kedua sisi jalan terus berteriak menawarkan barang dagangannya.

Dibandingkan dengan Bandung yang selalu ramai, di pinggiran kota tampak lebih sepi dan tenang.

Pada bulan April, pohon cemara berwarna hijau berjajar disepanjang jalanan itu, dihiasi dengan rimbunnya daun serta burung-burung yang bersandar di rantingnya dan bunga yang indah di mana-mana.

Di depan sebuah rumah dengan tulisan "Suryadharma" di kotak posnya, terlihat beberapa burung bersandar di dahan dan berkicau dengan merdu. [

Tap tap tap. . .

Tiba-tiba, terdengar suara derap kaki kuda dari kejauhan.

Debu dan pasir di tanah terangkat oleh sepatu kuda yang sedang berlari kencang.

Sekelompok kerumunan orang datang dari kejauhan.

Suara kaki-kaki kuda itu semakin dekat dan mendekati kediaman "Suryadharma".

Di posisi terdepan ada gerbong yang dihias dengan indah, dikemudikan oleh dua orang saudara kembar perempuan yang cantik dengan rok merah mudanya.

Sekelompok penjaga yang menunggang kuda mengikuti di kedua sisi gerbong.

"Hu ~"

Kedua perempuan itu mengayunkan cambuk mereka dan melompat dari gerbong.

Salah satu dari mereka mengulurkan tangannya dan membuka tirai gerbong tersebut, dia menundukkan kepalanya sedikit, dan dengan penuh hormat berkata, "Tuan, kita sudah sampai."

"Ya."

Suara rendah pria yang malas terdengar dari dalam gerbong.

Itu adalah jawaban yang sederhana, tetapi ada sebuah maksud yang tak bisa dijelaskan di dalamnya.

Orang-orang hanya mendengarkan bisa suara ini, mereka penasaran dan ingin segera melihat siapa orang-orang yang berada di dalam gerbong.

Pria yang berada di dalam gerbong itu mulai mengulurkan tangannya dan meletakkannya dengan lembut di punggung tangan salah satu wanita kembar itu.

Di bawah sinar matahari yang cerah, tangan pria itu berkilau seputih batu giok.

Jari-jari rampingnya bersinar dengan cerah di bawah sinar matahari.

Detik berikutnya, seorang pria berkulit putih dengan badan yang ramping keluar.

Dalam sekejap, apa yang ada di sekitarnya sepertinya tidak sebanding jika dibandingkan dengan penampilan orang yang berada di dalam gerbong.

Bahkan semua keindahan itu terlihat tidak ada sepuluh persennya dari keindahan penampilan pria itu.

Pria itu berambut perak panjang, dia terlihat sangat santai.

Rambutnya yang panjang tergerai dengan indah di belakang punggungnya,

Alisnya juga sangat indah, dan kuitnya seputih salju.

Mata perak yang besar itu menampilkan kejernihan dan pesona diwaktu bersamaan, sudut matanya sedikit menurun, gayanya sangat seksi, dan dia akan selalu bisa menggoda setiap saat.

Dia memiliki hidung yang mancung dan bibir merah yang cukup tebal dengan senyuman yang mempesona.

Dia seperti sepotong batu berlian terindah di dunia yang dibentuk menyerupai seorang manusia.

Bahkan saat dia hanya diam berdiri, dia selalu akan bisa membuat orang lain terpesona. Dialah seorang Raden Mas Bagus Haryodiningrat.

Kedua perempuan kembar itu dengan hati-hati membantunya keluar dari gerbong, dan salah satu dari mereka berjalan ke depan rumah Suryadharma dan mengetuk pintu itu dua kali.

Setelah menunggu hampir satu menit, pintu merah itu masih tertutup juga.

Pria itu mengerutkan kening, mata tajam menawannya menyipit, "Buka pintunya!"

"Brakk!", pintu itu pun terbuka.

"Raden, lihat tempat ini, saya khawatir putri sudah tidak ada di sini lagi."

Dia berdiri di luar pintu dan melihat ke dalam, halaman itu penuh dengan burung dan bunga yang belum mekar, kecuali burung-burung yang bersandar di cabang-cabang pohon, tidak ada seorangpun yang terlihat, semuanya sepi. Aneh.

Pria itu tidak mengatakan apa-apa, matanya yang melengkung, menjadi agak dingin, dan dia berjalan memasuki halaman rumah itu.

Bunga melati di halaman terlihat sangat centil dan harum.

Hembusan angin bertiup dengan pelan, dan dia menarik napas dalam-dalam, hanya untuk merasakan bahwa masih ada aroma yang familiar di antara angin itu.

Ini adalah aroma wanita sialan itu, dia tidak akan pernah bisa melupakannya seumur hidupnya.

Dia berani melarikan diri dari pengawasannya lagi dan lagi, tanpa meninggalkan petunjuk sama sekali.

Kali ini, yang paling parah, dia menghilang di hari pernikahannya, itu membuatnya kehilangan harga dirinya di depan semua orang.

Sedikit kemarahan muncul di matanya ketika dia memikirkan ini.

Wanita sialan, lebih baik dia tidak bisa ditemukan, jika tidak, pria itu tidak akan pernah bersikap lembut padanya.

"Kemarilah, cari orang ini, dan jangan ada yang terlepas!" Pria itu memberi perintah, dan semua pengawal yang berada di halaman segera berpencar ke segala arah.

"Yudha, segera pimpin sekelompok pasukan ke gerbang kota untuk menjaganya. Mulai sekarang, kamu harus menutup gerbang kota untuk orang ini, dan tidak ada yang akan diizinkan untuk keluar!"

"Baik, Raden."

Halaman kecil yang tenang tiba-tiba menjadi ramai.

Setelah beberapa saat. . .

"Raden, seluruh pasukanku telah mencari kemana-mana, dan tidak ada jejak dari tuan putri yang ditemukan."

"Raden, para pasukan juga telah mencari kemana-mana, tetapi tuan putri tidak bisa ditemukan."

"Raden ... para pasukan menemukan ini di sebuah ruangan. "

Seorang prajurit berlutut di tanah, dia memegang surat di tangannya, dan menyodorkan surat itu ke arah pria itu.

Pria itu terdiam sesaat, dan mengambil surat tersebut.

Suamiku yang tercinta:

Pertama-tama, aku punya dua kabar dari selirku. Kamu mau dengar kabar baik atau kabar buruk lebih dulu?

Kabar baiknya adalah selirku sangat senang ketika tahu bahwa kamu sedang tidak sehat akhir-akhir ini.

Kabar buruknya adalah pada saat kamu membaca surat ini, selir itu dan bayimu telah meninggalkan Keraton Haryodiningrat, jadi suamiku, kamu tidak perlu menyuruh orang untuk mencari mereka agar tidak membuang waktu, emosi, dan energi.

Pernah ada satu kesempatan untuk melarikan diri bagi wanita itu, dan dia menyia-nyiakannya. Kesempatan itupun berlalu, dan dia menyesalinya. Sekarang, Tuhan memberi wanita itu satu kesempatan kembali, kali ini, dia memilih untuk pergi tanpa ragu-ragu. Jika kamu bertanya kapan dia akan kembali, maka wanita itu berharap tidak akan pernah bertemu kamu lagi dalam hidup ini.

Karena anakmu menolak untuk bertanggung jawab, maka dia harus pergi meninggalkan keratonmu dengan membawa bayinya, dan mencari kebahagiaan bagi dirinya serta bayinya.

Di sini, selirku berharap kamu dan istri Raden Ayu Suci Haryodiningrat saling mencintai dan menjadi tua bersama.

"Yang Mulia, apa yang ditulikan tuan putri?"

Tanya saudara kembar itu dengan berhati-hati, mereka melihat wajah pria itu berubah menjadi suram dengan cepat.

Pria itu berbalik dan berjalan keluar, "Perintahku adalah kirim 200.000 pasukan untuk menyerang Keraton Suryadharma."

Kedua wanita kembar itu melebarkan mata mereka dan berkata dengan heran, "Menyerang Keraton Suryadharma? Raden, keratin kita dan mereka selalu berteman dengan baik, kenapa kamu mau ... "

Saudara kembar itu terputus sebelum mereka selesai berbicara.

Pria itu telah berjalan keluar pintu, dia mengangkat kepalanya sedikit, sudut matanya sedikit terangkat, bibirnya digigitnya dengan ringan, dan dia mencibir, "Karena Dimas Suryadharma berani menyembunyikan wanitaku, aku akan memberikannya hukuman."

Pada saat yang sama. Di lantai dua Restoran Teratai yang paling terkenal di Kota Bogor, Kartika, seorang wanita berumur hampir delapan belas tahun dan seorang anak laki-laki yang sudah hampir berusia lima tahun sedang duduk di dekat jendela.

Wanita itu mengenakan rok panjang berwarna biru muda, dengan pola bunga teratai putih yang dijahit di ujung roknya yang lebar, dan baju putih dengan lengannya yang panjang.

Rambut hitam legam itu hanya diikat dengan seutas pita biru muda, dan beberapa helai rambut yang indah jatuh berserakan di pundaknya dan di dahinya, membuat kulit putihnya yang bisa tergores hanya karena sentuhan jari itupun semakin terlihat putih seperti salju.

Wajah yang tidak tertutup bedak, tapi terlihat segar dan halus seperti bunga anggrek di lembah, seperti peri yang tinggal dihutan.

Bayi yang duduk di samping wanita itu bahkan terlihat lebih menarik.

Bayi itu mengenakan setelan berwarna merah menyala, dan kulit putihnya seperti telur yang baru dikupas.

Wajah bulat merah jambu itu seperti bakpao, lembut dan empuk.

avataravatar
Next chapter