webnovel

Terjerat Cinta Anak Pungut

~Anak Pungut~ Sakit sekali rasanya saat mendengar dua kata itu terlontar dengan jelas, sakit sekali rasanya saat aku tahu jika aku adalah anak pungut. Anaya, semasa hidupnya ia selalu bahagia bersama dengan kedua orang tuanya, meski ada saudara yang begitu membencinya tapi Anaya tetap bahagia. Anaya semakin merasa bahagia karena memiliki Haikal sebagai kekasihnya, Haikal lelaki baik dan penuh kasih sayang, itulah yang membuat Anaya merasa sangat beruntung. Tapi semua hancur saat Anaya mengetahui jika dirinya hanya anak pungut, Anaya hanya bayi yang ditemukan di dalam kantong keresek di semak rerumputan. Haikal jadi menjauhinya dan lebih memilih Sasya saudara Anaya yang jelas asal usulnya, Anaya kehilangan separuh semangat hidupnya karena Haikal yang meninggalkannya. Hingga suatu hari, kenyataan yang sama pun didapatkan Haikal, Haikal bukan anak kandung dari kedua orang tuanya dalam kata lain, Haikal juga hanya anak pungut saja. Saat itu, Haikal merasakan apa yang dirasakan Anaya sebelumnya, merasa diasingkan dan tidak berharga. Kenyataan itu Haikal ketahui saat Anaya telah menemukan semangat baru untuk harinya, lelaki baru yang menjadi pasangannya, dan yang bisa membahagiakannya. Haikal tidak terima dengan itu, pertemuan mereka malam itu telah membuat Haikal merasa menyesal telah meninggalkan Anaya hanya karena Anaya anak pungut. Apakah Haikal akan kembali pada Anaya, atau mungkin Haikal akan tetap bersama Sasya?. Apakah Sasya akan tetap menerima Haikal, saat tahu jika Haikal tak ada beda dengan Anaya?. . . Yuk baca, semoga suka, maaf kalau cerita kurang menarik soalnya masih belajar. Dan tolong tinggalkan pesan untuk semangat author ya. Terimakasih, salam ~mentari93_~

mentari93_ · Urban
Not enough ratings
9 Chs

Bab9. Bisa-bisanya

"Anaya, Haikal."

Keduanya menoleh, Anaya melepaskan pelukan Haikal dan berpaling mengusap air matanya.

Rosi menghampiri keduanya, dan menatapnya dengan sedikit bingung.

"Haikal, kamu belum ke Kantor?" tanya Rosi.

"Belum, Tante."

"Kamu kemana saja, baru temui Anaya sekarang?"

Haikal diam, tidak tahu harus berkata apa untuk menjawab Rosi.

"Gak apa-apalah, Mah." ucap Anaya.

Rosi menoleh dan mengusap punggung Anaya.

"Kamu kenapa, sakit lagi?" tanya Rosi.

"Enggak, Mamah kenapa disini, bukannya mau ke rumah teman?"

"Iya, ada yang tertinggal di kamar, makanya Mamah balik lagi."

Anaya mengangguk dengan sedikit senyuman, Anaya melirik Haikal di sana, lelaki itu masih diam saja.

"Oh iya, Haikal belum jawab, kenapa baru temui Anaya?" ulang Rosi.

"Emmm ...."

"Gak usah juga, Mah."

"Gak usah apa?"

"Haikal, gak perlu temui aku lagi, kita bukan siapa-siapa sekarang."

"Makasud kamu apa?"

Anaya diam dengan kembali melirik Haikal, kenapa tidak katakan langsung olehnya, kenapa hanya diam saja.

"Apa maksudnya?" ulang Rosi.

"Haikal, sudah putuskan hubungan sama aku."

Rosi mengernyit, bagaimana bisa seperti itu, bukankah mereka berniat untuk serius.

"Anaya mau istirahat, boleh Anaya ke kamar?"

"Ya boleh dong, Sayang."

"Anaya duluan ya, Mah."

Rosi mengangguk dan membiarkan Anaya pergi, Haikal juga tak berani untuk menahan Anaya lagi, sekarang Haikal harus siap dengan segudang pertanyaan Rosi.

"Apa maksud ucapan, Anaya?"

Haikal menoleh tanpa menjawab, apa kedatangannya kali ini adalah kesalahan.

"Apa maksud ucapan, Anaya?"

"Seperti yang terdengar tadi."

"Kamu putuskan, Anaya?"

Haikal mengangguk dan menunduk, Rosi menggeleng tak percaya.

"Apa masalahnya, kesalahan apa yang Anaya lakukan?"

"Tidak ada, Anaya tidak melakukan kesalahan apa pun."

"Lalu kenapa kamu tinggalkan, Anaya?"

"Aku gak mau menerima penolakan orang tua aku atas, Anaya."

"Penolakan apa, orang tua kamu kan sudah setuju dengan, Anaya."

"Tapi itu, karena mereka tidak tahu kalau Anaya anak pungut."

Rosi menyipitkan matanya, bisa sekali Haikal berkata seperti itu, jadi mereka mempermasalahkan status Anaya sekarang.

"Anaya akan tetap disini, dan akan tetap jadi anak kami, tidak akan ada yang berubah."

"Tapi sekarang, aku sudah tahu semuanya, kita tahu semuanya."

Rosi menggeleng, bagus sekali sekarang semuanya terbuka, Haikal telah menunjukan siapa dirinya dan keluarganya dengan sangat jelas.

"Tante, aku ...."

"Terimakasih."

Haikal diam, kenapa jadi berterimakasih seperti itu.

"Tidak masalah, Anaya mungkin sakit hati, tapi Tante yakin, Anaya mampu menanggapi dengan dewasa."

Haikal masih diam, kalimat Rosi cukup membuatnya bingung harus berkata apa.

"Anaya, memang bukan anak kandung kami, tapi dia sejak bayi ada disini, di rumah ini bersama kami, kamu yang mengurus dan membesarkannya, tidak ada alasan untuk siapa pun dan bahkan kamu sekali pun, untuk mengecewakan Anaya hanya karena statusnya yang bukan anak kandung."

"Tante, aku ...."

"Tidak perlu bicara, tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, kamu sudah menemui Anaya, sudah memperjelas semuanya, kalian sudah putus dan kamu sudah aman juga keluarga kamu aman, jadi silahkan pulang."

"Tante."

"Gak masalah, Anaya bukan wanita lemah, dia tidak akan jatuh hanya karena ditinggalkan kamu."

Haikal menelan ludahnya sedikit susah, menghela nafasnya, berusaha tetap tenang disaat penyesalan mulai mengancamnya.

"Silahkan pulang."

"Tante, aku minta maaf."

"Kenapa minta maaf, yang kamu buat sakit hati itu, Anaya."

"Tapi, Anaya tidak mau dengar aku."

"Ya sudah, berarti memang tidak perlu ada yang dibicarakan lagi."

Haikal mengangguk pelan, itu benar dan sebaiknya Haikal pergi saja sekarang.

"Permisi, Tante."

"Silahkan, terimakasih."

Haikal tak menjawab, dan berlalu meninggalkan Rosi di sana, setelah beberapa saat terdiam, Rosi berjalan memasuki kamar Anaya.

Wanita itu tampak terdiam di samping jendela kamarnya, Rosi tersenyum dan menghampirinya.

"Nay," panggil Rosi seraya mengusap kepala Anaya.

"Jangan lemah, kamu harus kuat."

Anaya menoleh dan memeluk Rosi begitu saja, Anaya tidak akan bisa kuat jika harus berjauhan dengan Rosi.

Haikal bukan masalah besar meski Anaya memang sangat menyayanginya, kehilangan Haikal bukan beban utama baginya.

Tapi jika harus meninggalkan Rosi dan Firman, Anaya rasanya tidak sanggup.

"Kamu harus merasa beruntung, dengan Haikal meninggalkan kamu, kamu jadi tahu, sejauh mana ketulusannya sama kamu."

Anaya tak menjawab, biarkan saja Rosi dengan fikirannya tentang Haikal, meski bukan itu yang jadi beban fikiran Anaya sekarang.

"Kamu masih punya, Mamah sama Papah, kamu tidak sendiri."

Anaya memejamkan matanya, air matanya kembali menetes begitu saja, kenapa Anaya harus kehilangan semuanya bersamaan.

Anaya tidak pernah membayangkan itu semua, Anaya ingin tetap bersama mereka, bahagia bersama mereka tanpa harus ada perpisahan.

"Mamah sayang kamu, jangan pernah merasa asing disini, kami keluarga kamu, Nay."

Anaya merapatkan bibirnya, menahan isakannya saat air matanya semakin deras membasahi pipinya.

Meski begitu, Rosi tetap tahu jika Anaya menangis, getaran tubuh Anaya cukup menjelaskan semuanya.

Rosi memang tidak mampu mengerti sepenuhnya tentang apa yang dirasakan Anaya sekarang, tapi apa pun itu, Rosi ingin agar Anaya tetap tenang ada bersamanya.

"Mah, Anaya mau pergi saja dari sini."

Rosi melepaskan pelukannya dan menatap anak gadisnya itu.

"Bicara apa kamu ini?"

"Aku gak mau tinggal disini lagi, aku malu."

"Malu sama siapa, gak ada yang akan mempermalukan kamu, jangan takut."

"Tapi, aku tetap mau keluar."

"Mau kemana, kamu jangan buat Mamah khawatir."

"Kemana saja, aku mau cari kehidupan aku sendiri, aku mau cari orang tua aku."

"Kemana, Anaya?"

Anaya berpaling, apa yang bisa jadi jawabannya, Anaya tidak tahu dimana orang tuanya berada sekarang.

"Jangan melakukan hal bodoh, kamu tetap disini sama kami, kamu tidak boleh pergi kemana-mana."

"Tapi aku gak mau, aku mau pergi, aku mau cari kehidupan aku."

"Kehidupan apa, kehidupan kamu itu disini bersama kami."

Anaya menoleh dan menggeleng, tangannya terangkat menggenggam kedua tangan Rosi.

"Jangan macam-macam, Nay."

"Tapi aku harus pergi, aku harua cari keluarga aku, Mah."

"Tidak perlu pergi, kalau kamu mau cari keluarga kamu, silahkan saja, tapi kamu jangan pergi dari sini."

"Gak bisa seperti itu, sekarang sudah waktunya untuk, Sasya, mendapatkan ketenangannya."

"Apa maksud kamu?"

"Sasya tidak pernah suka ada aku di rumah ini, dan sekarang, aku sudah tahu kalau aku bukan anggota rumah ini, aku tidak seharusnya ada disini."

"Diam kamu, Anaya."

"Mah, Mamah harus mengerti."

"Mengerti apa, apa yang kamu katakan saat ini tidak bisa dimengerti, pemikiran macam apa itu?"

"Mamah, harus fokus perhatikan, Sasya, dengan aku tidak ada di rumah ini, Sasya pasti akan bisa lebih menghormati, Mamah sama Papah."

Rosi diam, tapi meski begitu, tidak ada alasan untuk Rosi setuju.