webnovel

Mati Atau Jadi Istri

"Tuan, ada gadis sekitar umur 25 tahun masuk dan mau membebaskan Zico!" Ujar Haider membuat semburan kopi hitam mendarat di lantai lusuh penuh debu.

Mafia yang bernama lengkap Naja Danendra itu lantas meletakan cangkirnya.

"Huh, saya jadi tidak nafsu untuk meminum kopi. Lalu di mana gadis itu?" Bisa ditebak, pria ini tiba-tiba tidak nafsu minum kopi karena terlanjur penasaran pada gadis yang dimaksud oleh salah-satu fruit clildnya.

"Tuan, kenapa kopinya tidak dihabiskan? Padahal saya membuatnya dengan penuh cinta," tutur Vanka selaku pelayan dengan mimik wajah memelas.

"Saya ada urusan."

Gadis berbaju pich itu mulai melepaskan tali yang melilit tubuh Zico.

"Ayo kita keluar dari sini!" Ajaknya saat keamanan tengah tertidur pulas.

"Cantik," satu kata itu membuat gadis menoleh ke arah sumber suara. Ia cukup takut saat melihat pergelangan pria itu dipenuhi urat nan kekar. "Lebih cantik dari Vanka," lanjutnya sambil mengusap rambut panjang Anna. Jarak mereka berdua kini begitu dekat sampai aroma alkohol tercium dari hembusan napas Naja.

Apakah dia pemabuk? Batin Anna.

Zico mencoba melarikan diri, namun Haider berhasil menahannya. Lantas Zico berteriak meminta dilepaskan membuat Naja menjauhkan tubuhnya dari Anna karena merasa terusik oleh Zico.

"Lepaskan anak ini!" Titah Naja.

"Tapi Tuan ... bukankah kau yang meminta saya untuk menculiknya?" Ujar Haider merasa bingung sekaligus heran.

"Turuti saja apa kata Tuan Naja," ujar Vanka.

Akhirnya Haider melepaskan anak kecil itu, senyum bahagia pun terulas dari bibir Anna.

"Tapi kamu ... harus menikah dengan ku!" Sertak Naja pada Anna. "Kalau tidak mau anak itu mati saat ini juga," lanjutnya sambil mengarahkan pistol pada Zico.

Anak itu masa depannya masih panjang, tidak mungkin aku biarkan dia mati dengan cara tragis seperti ini ‐batin Anna.

"Eum ... aku mau jadi istrimu."

Vanka yang mendengar itu lantas menitikan air mata.

"Tuan ... apakah kau tidak pernah terpikir untuk membuka hati mu untuk ku? Sampai-sampai kau rela memaksa gadis itu untuk menjadi istrimu. Padahal ada aku yang tulus mencintai mu selama bertahun-tahun."

Naja membawa Anna ke tempat persemayamannya.

"Berbaringlah ," ujar Naja menunjukan ranjangnya.

"Tapi Tuan ... aku belum menjadi istri mu! Sedangkan kau saja baru mengenalku begitu juga sebaliknya," ujar Anna mengetahui otak kotor dari pria itu.

Naja tak menghiraukan Anna dan mulai membuka kancing bajunya satu per satu. Sedangkan Anna sudah menangis histeris, kini ia hanya bisa pasrah.

"Um ... nikmat sekali sayang."

"Tuan Naja ... hentakan yang kau berikan juga sungguh nikmat."

Meskipun sempat tak rela, tapi kini Anna mulai ikut merasakan kenikmatan yang tiada tara.

Anna keluar dari kamar, Haider dan Vanka lantas melirik Anna dengan tatapan begitu tajam.

"Kau! Apa yang kau lakukan dengan Tuan Naja?!" Pekik Vanka khawatir.

"Saya yang mengajaknya untuk ke kamar saya. Dan terserah saya mau melakukan apa dengannya, " ujar Naja begitu santai.

Apakah Vanka cemburu? Tentu! Tapi mau bagaimanapun ia hanyalah sebatas pelayan yang tak berhak mengatur siapa saja yang bisa dekat dengan Naja.

Anna ingin pulang, akan tetapi Naja terus-menerus ingin bersamanya. Jika ditolak, pria itu akan marah dan melakukan suatu hal yang kasar terhadap diri Anna. Naja sangatlah egois hanya mementingkan dirinya sendiri, dan kemauannya haruslah terus dituruti.

"Tuan ... saya ingin pulang," dengan begitu hati-hati Anna berkata seperti itu.

"Sekali lagi sayang ...," pinta Naja

"Cukup Tuan!" Anna kini sudah tak sanggup lagi.

"Kamu berani membentak saya?!" Tanya Naja dengan tatapan sengit.