webnovel

Terjebak di Dunia Albheit

Albheit Online, dunia yang penuh imajinasi dan menarik perhatian massal. Setiap orang yang bermain game ini tidak akan lepas dari bermain game ini. Fitur-fitur yang futuristik memanjakan para pemainnya. Game ini juga punya banyak rahasia yang selalu diperbaharui. Sampai pada akhirnya pada tahun ke tujuh game ini akhirnya memberhentikan berjalannya server game ini. Seorang laki-laki yang dirinya adalah seorang pemain profesional dan memiliki 6 karakter laki-laki dengan job class berbeda, terburu-buru untuk memainkan game ini sebelum ditutup. Dia terlambat mengikuti semua orang yang sudah mencoba semua fitur yang sebelumnya dibatasi karena dia harus menghadapi ujian. Karena merasa ada satu job class yang belum pernah di coba, akhirnya dia memainkan job class terakhir dengan membuat karakter baru. Awalnya dia ingin membuat karakter laki-laki lagi, tetapi merasa ingin mencoba fitur baru ini, akhirnya dia membuat karakter perempuan. Walau akhirnya dia menyadari tidak bisa menggantinya. Tetapi karena dia tidak ingin membuang waktu dengan membuat karakter baru lagi, akhirnya dia tetap memakai karakter baru itu. Namun, di saat server sudah hampir tertutup dan semua orang sudah keluar dari game ini, dia masih saja bermain sampai lupa waktu karena dia ingin menikmati waktu terakhirnya. Akhirnya begitu server sudah ditutup, dan sistem logout sudah tidak bisa digunakan, dia baru tersadar. Dia terjebak dalam game itu! Namun dia tidak putus asa, melainkan dia berjuang sebagai pemain terakhir di game itu. Dengan semua informasi yang dia miliki selama 6 tahun bermain game ini, dia mencoba menjalani hidup di dalam game ini dengan sebaik mungkin.

GuirusiaShin · Fantasy
Not enough ratings
50 Chs

Envy Backstory

By: OreinKalekin

Pada suatu pagi yang cerah, di suatu tempat yaitu di halaman mansion, ada dua orang yang sedang berduel, yang satu orang memegang pedang kayu rambutnya warna hitam laki laki, dan yang lain rambutnya hijau.

"Levi, sampai kapan pun kau tidak akan pernah menang melawan ku," kata laki laki berambut hitam.

"...."

Aku hanya terdiam mendengarkan ocehan orang tersebut. Perkenalkan nama ku adalah Levi. Aku adalah seorang anak yang tidak diinginkan dikeluargaku. Karena aku tidak sepintar kakak-kakakku jadi orang tuaku pilih kasih.

Tanpa perjuangan yang berarti. Dia menebas tanganku, sehingga pedang kayu di tanganku lepas.

"Heh, seperti biasa aku yang menang pecundang."

Akhirnya pun aku kalah dalam duel. Yang berduel denganku tadi adalah kakakku yang ke tiga.

"Wow, seperti biasa adik ketiga yang selalu menang."

"Iya, berbeda sekali dengan adik bungsu kita yang lemah itu," kata saudaraku yang lain.

Ayahku menghampiriku dan menatapku dengan tatapan kecewa.

"Menyedihkan sekali kau Levi kau kalah bahkan sebelum kau sempat membalas. Aku ragu bahwa kau anakku."

Ayahku pun pergi meninggalkan ku beserta saudaraku. Aku pun pergi ke kamar lalu membaringkan diriku ke kasur. Aku selalu berpikir seandainya aku genius dan berbakat seperti kakak-kakakku. Aku iri dengan mereka yang mendapat perhatian lebih dari ayahku.

Sebenarnya ada satu orang yang peduli denganku. Ibukulah dulu yang menyayangiku, tetapi dia sudah tiada. Dia meninggal 3 tahun yang lalu, sejak saat itulah ayah selalu pilih kasih dengan saudaraku yang lain.

Aku iri dengan mereka sehingga itu membuatku selalu berlatih untuk menjadi lebih kuat. Aku berlatih sihir, dan pedang sampai malam. Namun ayahku tetap saja tidak memperhatikanku. Itulah kenapa aku selalu, selalu, selalu, dan selalu iri dengan mereka yang sudah berbakat dari lahir. Kenapa aku yang paling bekerja keras di antara semuanya, tetapi aku selalu jadi yang tertinggal.?

"Hahhh, aku sudah lelah dengan semua ini. Lebih baik aku tidur dulu. Besok kembali latihan."

Pada keesokan paginya aku bangun dari tidurku. Aku mengganti pakaianku lalu pergi ke ruang makan. Saat tiba di ruang makan aku melihat kakak-kakakku dan ayahku sedang makan bersama. Aku anaknya sendiri bahkan tidak di tunggu oleh ayah. Walau kesal, aku akhirnya tetap duduk di kursiku.

Aku melihat mereka selesai makan dan saling berbincang juga tertawa bersama. Lagi-lagi aku iri dengan mereka. Aku pun pergi keluar mencari udara segar. Ketika aku di luar, aku melihat ada orang yang menuju kemari mengenakan jubah hitam aku pun memutuskan kembali masuk ke dalam rumah, karena aku mendapat firasat buruk.

Waktu aku menunggu dengan bersembunyi di dalam, mereka masuk ke dalam rumahku lalu mereka menuju suatu ruangan. Ruangan yang mereka tuju adalah ruangan ayah. Aku pun memutuskan mengintip dan mendengar apa yang mereka bicarakan dengan ayah.

"Aku mohon tuan jangan ambil ketiga putraku. Putraku bukanlah seorang penyihir."

"Heh pak tua, jika kau tidak menyerahkan penyihir di daerahmu, maka akan kami hancurkan kota ini."

"AYAH!!"

Aku pun masuk ke dalam ruangan dan menghampiri ayahku yang sedang bersujud. Aku pun berusaha untuk membela ayah.

"Siapa kalian dan mau apa kalian dengan ayahku?" aku berbicara dengan lantang.

"Tidak! Tuan jangan bunuh aku kau ambil saja dia. Dia adalah penyihir yang kalian cari cari," kata ayahku.

Aku pun terkejut mendengar kata ayahku bahwa dia rela menjualku setelah aku membelanya.

"Ayah!" aku berteriak ke ayahku tapi dia tidak menjawab.

"Hoo bagus pak tua akhirnya kau dapat mengerti situasinya."

Aku pun di ikat dengan rantai sihir.

Aku pun berteriak, "AYAH! KENAPA KAU BAHKAN MENJUAL ANAKMU SENDIRI KARENA KEEGOISANMU!?"

"DIAM! MULAI SAAT INI KAU BUKAN ANAKKU! Tuan silahkan bawa dia pergi."

"AYAH! KENAPA KENAPA KENAPA BAHKAN SAMPAI SAAT INI AYAH TIDAK PEDULI DENGANKU BAHKAN SAMPAI MENJUALKU! KENAPA KENA-."

Aku pun di buat pingsan oleh orang berjubah hitam itu dan dibawa mereka. Waktu aku sadar. Aku berada di suatu ruangan yang gelap. Aku diikat di kursi, lalu ada orang yang datang menyiksaku, mengancamku dan banyak siksaan yang kujalani disana.

Karena siksaan yang berat itu, aku sampai kehilangan emosiku. Di pikiranku hanya satu sekarang, yaitu 'IRI'. Seandainya aku berbakat atau menjadi salah satu dari saudaraku, dan hidupku tertukar, mungkin aku tidak akan mendapat penderitaan seperti ini.

Aku pun dibebaskan dan ditawarkan untuk menjadi salah satu dari mereka. Jika aku menuruti permintaan mereka aku bisa bebas dari sini. Ahh.. kebebasan aku iri dengan orang di luar sana yang bebas melakukan apapun yang mereka mau. Semakin lama aku hanya semakin iri dengan orang-orang itu. Aku ingin d iatas segalanya supaya aku tidak merasa iri lagi.

Pada saat aku termenung ada seseorang yang memberiku peralatan.

Lalu dia berkata, "Siapa namamu?" kata orang itu.

"Levi," kataku.

"Sekarang namamu bukan Levi. Nama barumu sekarang adalah Leviathan, ingat itu."

"Baik.���