webnovel

Bagian Terdalam dari Seorang Hana

"Hana udah selesai sarapan ma" ujarku sambil membawa piring kotor beserta gelas kotor yang digunakan tadi.

"Hana kapan ngampus?" tanya mama kepadaku. Aku sendiri bingung untuk menjawabnya, kuliahku siang nanti sekitar jam satu an namun Dion menyuruhku untuk dating kerumahnya pagi ini. Aku diam sejenak sambil mengira-ngira jawaban apa yang akan aku utarakan ke mama.

"Kayaknya bentar lagi mau berangkat ma, ada buku teman yang harus Yala kembalikan. Jadi sekarang Hana berangkat sekalian ngampus ma". Hana bawa mobil ya ma hari ini, males bolak balik bawa motor. Ya ya ma" ujarku merayu mama. Ya, aku kadang menggunakan mobil nganggur di rumah untuk pergi ke kampus atau terkadang jalan-jalan bersama teman-teman. Papa jarang memakai kendaraan roda empat tersebut karena papa malas kena macet katanya. Lebih gesit memang menggunakan motor daripada mobil, tapi ya gitu apalagi kalau hujan atau lagi panas banget dan mobil nganngur, yaudah aku pake aja sih daripada lumutan kan. Mama mengangguk dan membiarkanku untuk menggunakan mobil kecil yang cocok untuk anak kuliahan sepertiku. Mobil city car berwarna putih, yang hanya memiliki dua seat tempat duduk terkadang menemaniku untuk sekadar jalan-jalan romantis dengan Dion atau hang out bersama beberapa teman-temanku.

Usai berganti baju, menyiapkan buku, dan beberapa tugas kuliah yang harus aku bawa ke kampus dan aku masukkan di tas selempang berwarna coklat tua. Aku pun bersiap untuk pergi. Seperti biasa, celana jeans ketat dan kemeja yang tak begitu ketat ku gunakan, rambut indahku, ku ikat biasa dan tak lupa mengenakan sneakers berwarna putih. Tak lupa mengirim pesan kepada Dion yang tak henti-henti mengirimiku pesan untuk segera ke rumahnya yang kebetulan sedang kosong. Menyebalkan sekali, giliran ada maunya saja dari tadi nggak berhenti-henti mengirimiku pesan. Giliran aku yang membutuhkan dia, tau-tau hilang bak di telan bumi. Mau kesal tapi sayang, mau jengkel tapi ia pintar merayu. Sehingga lagi dan lagi aku pun memaafkan semua kesalahannya. Tak bisa aku berlama-lama marahan dengan dirinya sehingga ketika Dion sudah mulai merayu, aku pun luluh kembali.

"Aku mau otw nih, mau di bawain apa?" tanyaku padanya. Aku pun sudah salim ke mama kemudian mengucapkan salam selanjutnya membuka pagar. Memanaskan mobil sebentar dan kemudian mengeluarkan mobil yang sudah beberapa hari tak di gunakan karena terkadang aku dan papa memang menggunakan motor masing-masing. Ya alasannya karena biar lebih cepat sampai tujuan lagipula lebih hemat bensin. Mama juga lebih sering beraktifitas menggunakan motor sehingga terkadang mobil ini jadi terabaikan, hanya digunakan ketika jalan-jalan keluarga atau ketika lagi musim hujan biar tidak kehujanan.

"Nggak usah di bawain apa-apa beib. Cepetan kesini ya, aku kangen" balas Dion. Di akhir pesan ada emoticon mengerling dan tanda hati. Sudah ku duga, pasti ia sedang ingin sehingga menyuruhku untuk segera datang.

Segera ku akhiri acara berkirim pesan kami, ku injak pedal gas dan kemudian turun sebentar untuk menutup pintu pagar rumah karena mama telah menutup pintu depan. Pati mama sedang sibuk di dapur lagi, mama benar-benar IRT sejati yang selalu memanjakanku dan papa dengan membuat makanan-makanan enak yang selalu memuaskan indera perasa kami sekeluarga.

Aku mengendarai mobil dengan hati-hati, sebenarnya bila lama tak menggunakan mobil. Aku merasa canggung, padahal sejak SMA kelas tiga aku sudah bisa mengendarainya, tepatnya setelah benar-benar berusia tujuh belas tahun dan sudah memiliki SIM barulah papa mengizinkanku untuk mengendarai mobil dan motor di jalanan utama. Papa dan mama benar-benar mengajarkan keteraturan pada diriku sehingga terbawa sampai saat ini. Aku selalu menjadi anak yang berprestasi dari tingkat SD sampai SMA. Hingga di bangku perkuliahan pun aku mendapatkan beasiswa sehingga uang jajan yang diberikan mama dan papa bisa aku tabung sedikit demi sedikit. Aku pun terbiasa hidup hemat, hemat ya bukan pelit. Aku masih bisa shopping dan hang out bersama teman-temanku. Weekend pun aku bisa jalan-jalan ke kota tetangga dan menghabiskan waktu Bersama teman-teman kuliahku. Mama dan papa mengizinkanku pergi kemana pun asal jelas pergi dengan siapa dan harus jelas juga tujuannya mau pergi kemana. Aku harusnya memanfaatkan dengan baik kebebasan yang orang tuaku berikan namun ada kalanya semua kebebasan yang ada justru membuatku lalai.

Rumahku dan rumah Dion tak seberapa jauh, hanya memerlukan waktu sekitar dua puluh menitan sampai kalau tidak macet. Rumah Dion terletak di perumahan yang tetangganya hidup masing-masing dan tak begitu kenal dengan tetangga satu sama lain. Beberapa kali aku mengunjungi Dion, dan memang suasana di lingkungan rumahnya sepi karena terletak di perumahan Dosen dan Guru, ya papa dan mama Dion adalah seorang abdi negara. Mereka menempati rumah keluarga di sini, kebetulan mereka ditempatkan di kota ini sehingga tak memungkinkan untuk pulang pergi ke kampung halaman di Bogor sana. Jadilah mereka tinggal di Jakarta, namun terkadang ketika libur panjang Dion beserta keluarga biasanya ke Bogor untuk berkumpul dengan sanak saudara yang ada di sana. Itulah yang kadang membuatku dan Dion bisa berduaan di rumah ketika kebetulan rumah dalam keadaan kosong. Aku tak bisa mengatakan kepada mama dan papa kelakuanku di luaran sana, karena semua terjadi juga tanpa bisa ku cegah, sesuatu yang terjadi begitu saja sehingga membuatku seakan tak bisa lepas dari sosok Dion. Dion adalah lelaki yang begitu paham luar dalamku, mungkin lebih tepatnya di dalam diriku. Dia tahu bahkan sangat detail dan serba tahu apalagi bagian terdalam dari seorang Hana.

Tak memakan waktu lama, aku telah sampai di rumah Dion. Ku lihat ia membukakan pagar karena memang aku bilang kalau aku ke sana menggunakan mobil. Tampaknya ia belum mandi, astaga anak ini. Suka malas-malasannya itu yang kadang bikin aku jengkel sepanjang hari. Padahal aku sudah berusaha mengingatkan dirinya untuk sedikit lebih teratur namun hanya masuk telinga kiri keluar telinga kanan. Percuma. Mau bawel kayak gimana juga ya tetap saja Dion mah suka gitu, kesal aku tu melihat kelakuannya. Namun lagi-lagi Ketika rasa cinta hadir begitu dalam, hal-hal menjengkelkan seperti apapun sehingga menjadi bumbu-bumbu dalam suatu hubungan.

Sepi, sama seperti beberapa bulan lalu ketika aku baru saja berkunjung ke rumah Dion. Lingkungan rumahnya benar-benar sepi, tak begitu tampak interaksi antar tetangga. Di rumahnya juga memang sering sepi, semua anggota keluarga beraktifitas apalagi kalau kebetulan orang tuanya sedang ada tugas luar dan adik nya juga sibuk di kampus. Alhasil rumahnya sering kosong dan saat itulah, kami berduaan. Ya, jiwa anak muda kami begitu terasa ketika sedang berdua saja seperti ini. Terkadang aku memasak makanan untuknya, Dion suka melalaikan waktu makannya juga. Jadi ya, aku turun tangan untuk membuat masakan sederhana untuknya.

"Yuk" ujarnya sambil memeluk pinggangku dari belakang. Jelaslah aku tahu apa yang diinginkan oleh Dion. Aku berkelit, aku tak ingin cepat-cepat menuruti apa maunya. Bukankah kemarin, aku sudah menuruti keinginannya yang satu itu.

"Kamu mandi dulu gih, udah jam segini belum mandi juga. Sekalian aku bikinin sarapan ya. Dah sana mandi dulu" ku lepaskan diri dari pelukannya dan langsung menuju ke dapur. Mengecek sarapan apa yang bisa ku buat dengan bahan-bahan yang tersedia. Ku buka kulkas dan mendapati beberapa lembar roti tawar, ada keju, dan juga selada. Baiklah ku bikin sandwich saja, simpel dan cepat jadinya. Ku dengar bunyi air di kamar mandi, ternyata mandi juga akhirnya. Entah dia kuliah atau tidak hari ini, anak itu memang terlihat selalu santai. Padahal kakak tingkat seumuran dia harusnya sudah mulai sibuk mempersiapkan Kuliah Kerja Nyata namun Dion terlihat santai-santai saja. Kalau bukan kaerena cinta, sudah ku tinggalin laki-laki model begini. Menyebalkan sekali.