1 Bertemu Sang Kekasih Hati

Esok adalah satu bulan menghilangnya Martha, pacarku. Aku bermuram durja selama satu bulan ini karena menanti kedatangan kekasih.

Aku letakan ponsel di atas kasur. Tidak ada panggilan masuk ataupun pesan teks dari Martha sejak satu bulan lalu. Ku tapakkan kedua kaki ini di atas lantai yang terasa dingin. Lalu berjalan mendekati jendela yang berada di samping ranjang. Aku membuka tirai yang berwarna abu-abu, warna kesukaanku. Saat membuka jendela, hangatnya sinar mentari pagi dapat ku rasakan. Tapi, hati ini masih saja dingin.

Nada dering pesan masuk

Aku menoleh ke arah ponsel yang ku letakkan di atas kasur. Setiap ponsel berbunyi, aku selalu berharap bahwa itu dari Martha. Benar saja, saat ku lihat layar ponselku, nama Martha kini berada lagi di jajaran atas kolom chatting ku.

Martha: Adrian, aku tunggu kamu di Kafe biasa pukul 10 pagi ini.

Aku mengembangkan bibir yang manis kala membaca isi pesan dari Martha. Meski banyak sekali pertanyaan yang membutuhkan jawaban dari Martha, aku akan mencoba meredam emosiku yang terkalahkan oleh rindu yang tak bisa ku bendung lagi padanya.

Jam dinding di kamarku menunjukkan pukul 9 pagi. Tak butuh waktu lama untuk menuju kamar mandi dengan hati yang gembira. "Akhirnya, Martha menghubungiku," bisikku dalam hati. Lima menit kemudian, aku keluar dari kamar mandi. Selanjutnya, aku membuka lemari dan mencari pakaian yang nyaman, juga membuat Martha senang ketika melihatku.

Aku mengenakan celana jeans dan kaos putih. Martha pernah mengatakan bahwa ia suka melihatku mengenakan kaos berwarna putih. Aku bergeser sedikit ke arah cermin yang besar di samping lemari. Ku lihat penampilanku di depan cermin yang memantulkan seluruh tubuhku. "Aku siap bertemu dengan Martha."

Wajah semringah yang terpancar di wajah, mengiringi perjalananku menuju Sahira Cafe yang berada di Jalan Gajah Mada, Jakarta. Jalanan pagi hari ini lumayan sepi, hanya butuh 15 menit untuk sampai pada tempat tujuan.

Cafe itu masih sepi, mungkin aku adalah pelanggan pertama yang mendatangi Kafe tersebut. Pelayan Cafe datang menghampiri meja yang aku duduk, "Mau pesan apa, Mas?" tanya pelayan wanita seraya menyodorkan buku menu padaku. Karena Martha belum datang, aku hanya memesan segelas jus alpukat saja.

Tidak lama kemudian, Martha datang. Aku melihat bahwa Ia semakin cantik dengan rambutnya yang dibiarkan terurai. Tapi, raut wajahnya berbeda. Ia tak membalas senyum yang ku pancarkan dari jauh. Matanya seakan tidak ingin melihatku.

Martha duduk di depanku. Inci demi inci ku tilik wajahnya. "Ada apa, Martha?" Tanganku mengelus pipinya yang terlihat memerah saat ku tatap. Martha hanya diam dan masih bungkam. Rasa kesal dihatiku membara. Ingin rasanya ku gebrak meja untuk meluapkan emosi karena tingkah laku Martha yang masih saja dingin terhadapku.

Martha membuka tas dan mengambil sesuatu. Ia meletakkan sebuah undangan pernikahan di atas meja dan menggesernya ke arahku. "Apa ini?" tanyaku pada Martha. Ia pun menitahku untuk membacanya.

Tertera jelas di dalam surat undangan itu nama Martha Andini. Ku baca lagi bawahnya yang terdapat nama laki-laki yaitu Felix Alexander. Tangan ini bergetar, rasanya jantungku mau copot ketika membaca isi surat undangan itu.

"Apa-apaan ini, Martha? Apa maksudmu?" sontak emosiku meluap. Aku berdiri seraya menggebrak meja yang berada di hadapanku.

"Te-tenang dulu, Adrian. Aku bisa jelaskan semuanya." Falisha mengerutkan tangannya yang memegang bajuku. Ia melirik sekitar Cafe dan melihat para pelayan menyaksikan kejadian di pagi itu.

"Apa penjelasanmu?" Aku duduk kembali dan mencoba mendengarkan penjelasan Martha yang mungkin tak akan pernah Ku terima begitu saja.

Martha pun menjelaskannya dengan rinci.

Sungguh, kejadian ini bagaikan mimpi buruk. Penjelasan Martha sangat menyayat hati. Martha pun pergi begitu saja setelah menjelaskan alasannya menikah dengan seorang laki-laki yang baru ia kenal selama satu bulan terakhir itu.

Dengan hati yang rapuh, aku pulang ke rumah dengan gemuruh riuh dalam hati. Hilang fokus dan tidak berdaya mengendarai motor saat hati gundah. Pandanganku kabur ketika air mata ini menggenangi kedua mata. Aku tidak peduli dengan orang-orang yang melihatku menangis sepanjang perjalanan.

Saat lampu merah, aku menyeka wajah dan menghapus air mata di pipi. Aku berada paling depan saat penghentian lampu merah berlangsung. Tak lama kemudian, lampu merah pun sudah berubah menjadi hijau. Saat ku tancap gas motor, tiba-tiba ada mobil yang menerobos lampu merah dan menabrak motor yang ku kendarai.

Aaaaaaa~~~

Semua orang yang berada di jalan raya pun tercengang. Mereka membantuku dan mencoba menghubungi rumah sakit. Aku pun di bawa ke rumah sakit terdekat. Yaitu, RS. Tunas Harapan.

Aku tidak sadarkan diri karena kehilangan banyak darah. Pihak rumah sakit menghubungi keluargaku lewat ponsel yang mereka temukan di saku celana jeansku. Setengah jam setelah pemeriksaan, ibu dan adikku Sarah datang.

Mereka sangat panik dan khawatir dengan keadaanku. Lalu Sarah berinisiatif untuk menghubungi Martha. Namun, nomornya telah di blokir oleh wanita yang berstatus pacar kakaknya itu.

"Ada apa dengan Martha?" tanya Sarah dalam hati. Ia pun menghubungi Raya temannya yang juga teman dari Martha. Sarah meminta izin pada sang ibunda untuk pergi menemui Raya di kantin rumah sakit.

15 menit kemudian, Raya pun datang. Ia menanyakan hal apa yang ingin Sarah tahu darinya.

"Ray, apa kamu tahu tentang Martha?"

"Memang nya ada apa sih dengan Martha?" tanya Raya.

"Ya, aku merasa ada yang Martha tutupi dari Adrian. Dia juga memblokir nomorku," ujar Sarah.

Raya pun bertanya-tanya dalam hati. Karena yang Raya tahu, Martha sudah putus dengan Adrian.  

"Sebentar, Sar. Apa kamu yakin Martha masih berpacaran dengan Adrian?" tanya Raya sembari menautkan kedua alisnya.

Raya pun menceritakan kejadian yang sesungguhnya pada Sarah. Yang ia tahu bahwa Martha tengah dekat dengan seorang laki-laki yang bernama Felix. Bahkan, seminggu lagi mereka akan melangsungkan pernikahan. Raya tahu semua ini setelah ia melihat status yang Martha pasang di sosial media. Martha mengaku bahwa ia telah putus dengan Adrian. Martha bahkan berfoto mesra dengan Felix sang pujaan hati baru.

Sarah sangat kecewa mendengar penjelasan dari Raya. Ia tidak mengangkat Martha akan tega membohongi kakaknya.

"Kasihan Adrian, selama ini dia berjuang untuk Martha. Tapi, ia tega melakukan ini pada Adrian."

"Aku harus menemui Martha," batin Sarah.

Melihat sang kakak yang tergeletak lemas di atas ranjang rumah sakit, Sarah berniat menemui Martha. Ia merasa ada kejanggalan dalam hubungan Adrian dan Martha. Sang ibunda pun merasa kehilangan sosok Martha yang selama ini sangat dekat dengan dirinya. Ia pun mempertanyakan keberadaan Martha saat ini. Sarah tidak berani menceritakan kejadian yang sesungguhnya sebelum Ia bertemu dengan Martha.

"Sabar ya Bu, Adrian pasti segera siuman." Sarah memeluk sang ibunda seraya melihat Adrian dari balik kaca rumah sakit di ruang ICU.

 

 

 

avataravatar
Next chapter