webnovel

Teratai Gurun

Ini bukan tentang Dilan yang mengejar cintanya dengan gombalan maut yang membuat Milea langsung jatuh hati padanya, ini juga bukan tentang kisah seorang laki-laki yang berjuang untuk mencari cintanya. Ini adalah kisah tentang seorang perempuan berparas cantik yang ingin mengejar cinta pertamanya. Semua usaha telah ia lakukan demi sorang pria yang ia dambakan. Cintanya bagaikan bunga teratai yang hidup di hamparan gurun. Walaupun tempatnya tak berpihak, tapi ia tetap memaksa untuk bertumbuh. Ini lah 'Teratai Gurun' kisah romansa dipadukan dengan komedi absurd dari pemeran-pemerannya. Semoga teratai bisa bertumbuh di hamparan gurun. Begitupun dengan cinta, terkadang tumbuh di kala waktu yang tak memihak.

ARI_SETIA · Teen
Not enough ratings
11 Chs

| Teror Nomor Tidak Dikenal

Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak tiga puluh menit yang lalu. Reza baru saja akan berniat untuk pulang kerumahnya. Ya, keadaan sekarang cukup aman untuk pulang ke rumah.

Reza sangat malas harus berdesak-desakan dan mengantre di parkiran sekolah untuk mengeluarkan motornya.

Reza melangkahkan kakinya beranjak menelusuri koridor. Langkah Reza terhenti seketika. Tunggu dulu, ia melupakan sesuatu. Shit! tasnya masih di kelas. Reza kembali ke kelas untuk mengambil tas yang ia lupakan. Sungguh menyebalkan harus berbalik lagi.

Reza sudah berada di kelasnya, ia mengambil tas yang ada di kolong bangku, beberapa bungkus coklat berjatuhan tanpa dosa ketika Reza mengambil tasnya.

Reza melangkah keluar kelas. Tiba-tiba ada sosok gadis berambut panjang dan berparas cantik, tepat di hadapannya. Reza langsung kaget dan memundur beberapa langkah.

Reza menghela nafas berat, lalu mengontrol ekspresinya agar tetap tenang. Reza menatap gadis yang ada di hadapannya dengan tidak suka.

"Lo mau apa?" tanya Reza tidak ramah.

Tasya membalas dengan seulas senyuman di bibir manisnya. "Aku mau minta kontak WA temen sebangku Aku." Tak lupa meyodorkan ponsel ke arah Reza.

Mimpi buruk menjadi kenyataan. Reza menepuk-nepuk pipinya beberapa kali, ia memastikan ini hanyalah mimpi buruk. Tapi, ia tidak bisa mengelak lagi, ini benar-benar kenyataan.

Menyebalkan!

Reza tidak menjawab pertanyaan dari Tasya dan langsung berjalan melewati Tasya begitu saja.

Tasya tidak menyerah sampai di sini, ia kembali menghadang Reza yang berjalan beberapa langkah melewatinya.

Tasya kembali menyodorkan ponselnya. "Kak Reza belum ngasi nomer WA ke Aku."

"Terus?"

"Kasi dong nomer WA-nya." Mata Tasya berbinar-binar penuh harapan.

"Nggak!" tolok Reza mentah-mentah. "Minggir lo!" Reza mendorong Tasya cukup keras, membuat gadis itu terhempas ke samping.

Tasya mendengus sebal, menahan kekesalannya.

"Sial!" umpatnya.

Reza berlalu begitu saja meninggalkan Tasya.

Benar-benar butuh perjuangan untuk mendapatkan hati seorang Reza

"Aku gak bakal nyerah!"

"KAK REZA TUNGGU!!" Tasya terus membuntuti Reza.

"Kak Reza boleh kok ngasi nomor nggak lengkap ke aku. Nanti di rumah bakalan aku coba-coba berusaha buat nebak-nebak nomor yang kosong. Boleh ya Kak, Boleh ya?" ujarnya sambil mengekori Reza.

"NGGAK!"

"Kasi dong kak, kan kita bisa membangun kemistri gitu, sesama geng sebangku!"

"NGGAK AKAN!!"

Reza membayangkan, betapa gelinya jika membanung kemistri dengan cewek gila, sungguh ini akan menjadi mimpi terburuk yang akan menjadi kenyataan.

===***===

Reza melamparkan tasnya ke sembarang arah, lalu mebaringkan badannya di kasur yang terasa sangat empuk. Reza membuang nafasnya berat, lalu menatap langit-langit kamarnya. Reza memikirkan tentang hari esok yang akan menjadi mimpi buruk terbesarnya.

Reza sudah tidak bisa mengelak lagi, jika ia terus bermalas-malasan di awal semester lima ini, dapat dipastikan ia tidak memiliki masa depan nantinya. Apa lagi mendapatkan teman sebangku yang gila, pasti sangat merepotkan. Reza mulai frustasi dan mengacak-acak rambutnya.

"Sial!"

Drrtt… Drrtt…

Drrtt… Drrtt…

Drrtt… Drrtt…

Serangan notifikasi bertubi-tubi dari ponsel Reza, tampaknya ada pesan masuk dari WA-nya, Reza mengeluarkan ponsel dari saku, lalu menatap layar ponsel.

+62 87861***: P

+62 87861***: P

+62 87861***: P

+62 87861***: P

+62 87861***: P

+62 87861***: Save kontak aku kak, Tasya Engela Neolita.

+62 87861***: Akhirnya aku dapet kontak kakak juga loh!

+62 87861***: Kakak pasti penasaran dimana aku dapetin kontak kakak kan!

+62 87861***: Ayo ngaku pasti penasaran kan??

What the!

Reza menatap malas layar ponselnya, ia tidak menjawab pesan dari Tasya. Reza membuka profil dari gadis itu, lalu mengusap layar ponselnya ke atas. Di bawah profil ada tulisan 'Blokir', tanpa berfikir panjang Reza langsung memencetnya.

Reza mulai berfikir, siapa gerangan yang menyebarkan kontaknya, dan pastinya itu sudah tertebak olehnya. Nyatanya, Reza hanya memberikan kontak WA kepada orang yang yang dekat dengannya. Reza sudah mengetahui tersangkanya sekarang. Siapa lagi kalau bukan diantara ketiga temannya.

Menyebalkan!

Reza sekali lagi hanya bisa menghela nafas berat. Entah cobaan apa yang diberikan Tuhan padanya. Ketenangan hidupnya sebentar lagi akan sirna. Ketenangan lahir dan batinya juga terancam, mendapatkan teman sebangku yang benar-benar menyebalkan.

Reza mengusap wajahnya kasar. "Araghhhhhhhhss…"

===***===

Guru mata pelajaran masih belum kunjung memasuki kelasnya. Semua siswa yang berada di kelas melakukan kehebohannya masing-masing. Ada yang bergosip, ada yang selfie, ada yang mengobrol tidak jelas, ada juga yang membuat PR di kelas. Sungguh kelas yang membisingkan.

Hari ini Reza masuk ke kelasnya, sungguh kejadian langka melihat Reza yang masuk kelas. Malaikat dari seberang bumi mana yang membuat pria malas itu memasuki kelasnya?

Reza dan ketiga sahabtanya seperti biasa, selalu bersama. Reza tidak akan membayangkan hari ini ia harus memasuki kelasnya dengan suka rela, apa lagi saat bersantainya sirna kerena ocehan dari bos gelandangan, si pemelihara kecoak.

Menyebalkan!

"Rez, maafin gue ya, jangan marah dong. Kayak cewek PMS aja," ucap Adit kini duduk di samping Reza.

Reza tidak menjawab, ia masih memasang ekspresi datarnya.

"Maafin lah dedek mu ini."

"Nih kotoran kebo jangan dimaafin, buat masalah aja kerjaannya," ketus Bara mencoba memanaskan suasana.

"Diem lo, kadal!" jawab Adit jengah.

"Yaelah, maafin lah Rez, kuping gue budek dengerin bacotan nih kecoak," tambah Galang mulai geram.

"Maafin dedek Adit ini ya Rez," ucap Adit, matanya berbinar-binar penuh harapan.

Reza menghela nafas berat, lalu menatap Adit dengan datar.

"Disogok pake apa lo?" tanya Reza dengan suara beratnya.

Adit tersenyum penuh arti, akhirnya setelah berpuluh-puluh kata maaf, Reza merespons juga. "Lumayan, ballpoint satu kotak," jawab Adit dengan penuh kebanggan.

Reza mendengus sebal. Bisa-bisanya nomornya di barter dengan sekotak ballpoint.

Menyebalkan!

"Goblok!" ketus Reza tajam.

Ceklekkkk…

Terdengar suara pintu kelas yang terbuka, menampakan Pak Rino yang membawa peserta didik akselerasi yang akan pindah ke kelas ini. Sentak seluruh siswa langusng kembali ke posisi duduk mereka masing-masing. Semua mata tertuju pada mereka yang bardiri di dapan, terkecuali Reza, ia tidak peduli sama sekali.

"Mohon perhatiannya anak-anak," pintah Pak Rino dengan suara tegasnya.

"Jadi, kita kedatangan keluarga baru di kelas ini. Mohon kerja samanya untuk mengajak mereka semua," ujar Pak Rino kepada seluruh siswa di kelas.

"Ayo perkenalkan diri kalian," ujar Pak Rino kepada siswa akselesai.

Satu bersatu dari mereka langusng memperkenalkan diri dengan lengkap, mulai dari Rizky, Adel, Siti, dan yang terakhir ada Tasya. semua mata mengarah pada gadis itu, sungguh parasnya yang cantik membuat para lelaki memelelh di tempatnya.

"Perkenalkan nama saya Tasya Engela Neolita. Panggil aja Tasya. saya anak akselerasi yang akan dipindahkan di kelas ini. Saya juga duduk dengan Kak Reza lho di seberang sana," ucap Tasya langsung memperlihatkan senyuman termanisnya.

Reza mengerjap beberapa kali mendengar perkataan dari gadis itu, ia mengatur nafas agar lebih tenang, amarahnya baru saja meluap sekian oktaf.

"Kenapa harus dia duduk dengan saya pak? Gak bisa sama yang lain?" tanya Reza lebih menekankan nada suaranya memprotes.

"Kalo Reza gak mau, boleh sama saya aja duduknya pak," ucap Glen membari saran.

"Sama saya aja pak!"

"Sama saya aja!"

"Sama babang Adit aja!" ucap Adit seraya mengangkat tangannya.

"Ehhh kadal, lo kan sama gue!" ketus Bara.

"Upsss…"

Seluruh kelas menjadi ricuh, terutama para cowok-cowok yang tidak akan membuang kesempatan emas ini.

"Cukup!" berai Pak Rino.

"Kita tanya saja ke Tasya langsung," Pak Rino menoleh kearah Tasya. "Gimana Tasya? kamu mau duduk sama siapa?" tanya Pak Rino.

"Saya tetep sama Kak Reza aja Pak! Nggak mau sama yang lain!" jawab Tasya penuh penekanan.

Rahang Reza mengeras, ia tidak percaya nasibnya akan sesial ini. Mulai hari ini dan hari selanjutnya, akan menjadi hari yang paling merepotkan.

"Kalian denger sendirikan? Jadi Tasya tetap duduk dengan Reza."

"Oke, kalian berempat silahkan duduk sesuai tempat yang sudah ditentukan ya," Pak Rino mempersilahkan empat orang tadi untuk duduk. "Bapak pamit dulu, ada rapat masalah anggaran sekolah sekarang. Ohhh iya, ini pelajaran apa sekarang?" tanya Pak Rino pada seluruh siswa di kelas.

"Bahasa Indonesia pak!" sentak jawab seluruh siswa, terkeculi Reza, ia memasang wajahnya dengan datar.

"Oh… Ibu Miranya gak sekolah hari ini. Jangan pada rebut di kelas."

Ucapan pak Rino dibalas dengan anggukan oleh sebagian siswa yang ada di kelas. Keempat murid akselerasi itu pun beranjak menuju tempat yang telah ditentukan setelah mendengarkan lanjutan dari Pak Rino.

Tasya mulai berjalan mendekati meja Reza. Tasya tidak bisa menyembunyikan senyuman di bibirnya, untuk kesekian kali akhirnya ia bisa sedekat ini dengan Reza.

"Kak Reza!!" seru Tasya penuh semangat, lalu duduk di samping Reza.

Reza tidak bergeming, ia masih terdiam dengan wajah datarnya.

"Kak Reza kemarin blokir WA aku ya? Kok tega kakak main blokir-blokir gitu, awas nyesel lho blokir WA aku. Kemarin juga aku telpon, nggak kakak anggkat. Kenapa kakak gak angkat? Kakak marah ya sama aku?" tanya Tasya bertubi-tubi.

Reza meneguk salivanya, tenggorokannya tiba-tiba terasa kering, gadis yang ada di sampingnya terus saja mengoceh tanpa henti. Reza masih diam dengan wajah datarnya.

Namun Tasya tidak akan menyerah untuk mendekati Reza. Ia akan melakukan hal apapun demi manarik perahatian Reza.

"Kak Reza!" panggil Tasya.

"Apa?" sahut Reza dengan suara beratnya, Reza merogoh earphone yang ada di saku kirinya. Lebih baik mendengarkan musik dari pada harus meladeni gadis gila ini.

"Aku boleh nanya nggak?"

"Nggak."

Tasya tidak menyerah walau tidak direspon baik, ia tetap saja mengajukan pertanyaan. "Aku boleh nggak su—"

Kriiiiiinggggg…

Bel istirahat pertama sudah berbunyi, sungguh perusak suasana.

Reza terbangkit dari tempat duduknya, ia melewati Tasya dengan santainya, lalu berjalan menuju arah pintu hendak keluar dari kelas. Untung saja bel istirahat tadi menyelamatkannya dari ocehan gadis gila itu.

"Ihhh… belnya nyebelin!" lirih Tasya.

===***===

"Lo kenapa terus ngikutin gue?"

Tasya mematung ditempat, ternyata usahanya untuk mengikuti Reza bak detektif akhirnya gagal total. Tasya yang tadi mengintip melalui celah pintu rooftop, terpaksa membuka pintu itu dengan susah payah. Tasya berjalan mendekati Reza dengan canggung.

"Maaf… aku ganggu Kakak," lirih Tasya seraya mendekat ke arah Reza.

"Mendingan lo pergi!" pintah Reza pedas.

"Aku boleh nanya nggak kak?" tanya Tasya tanpa mempedulikan perintah pedas dari Reza.

"Nggak."

Tasya tidak peduli, ia tetap bertanya. "Aku nggak papa kan, suka sama Kak Reza? Kak Reza gak marah kan, aku suka sama kakak?"

What the!

Reza terdiam, pengakuan yang dilontarkan gadis itu berhasil membuat bulu kuduknya merinding seketika. Bagaimana bisa gadis itu dengan mudah mengutarakan perasaanya? Apa yang merasuki gadis gila ini? Bagaimana bisa ini terjadi? Sangat luar biasa!

"Lo waras?"

"Aku waras kak, buktinya aku suka sama cowok seganteng kakak," jawab Tasya. "Oh iya, kak Reza cinta pertama aku lho…" tambah Tasya dengan polosnya.

"Terserah!"

Berarti Aku boleh suka sama kakak dong? Makasih kak. Kak Reza baik banget deh," jawab Tasya heboh sendiri.

Reze memutar malas bola matanya, lalu kembali keekspresi datarnya.

"Aku boleh nanya lagi kak?"

Reza membuang napas berat, lalu terbangkit dari posisi rebahannya. Ia menatap Tasya dengan lekat.

"Apa?" sahut Reza tidak santai.

Kak Reza udah punya pacar belum? Kalau belum, kakak mau kan jadi pacar aku? Mau kan?

Reza dibuat melongo, kedua matanya mengerjap beberapa kali. Reza berusaha mencerna apa yang diungkapkan oleh gadis gila yang bernama Tasya ini.

"Kakak mau kan jadi pacar aku?" tanya Tasya lagi.

"Lo sakit?" tanya Reza memastikan.

"Aku sehat kok kak, denyut nadi aku normal, tensi aku normal, suhu badan aku juga normal kok kak," Tasya meraih tangan kanan Reza, lalu menempelkan punggung tangan Reza di keningnya. "Nih kalo kakak gak percaya."

Sentak, Reza langsung menepis tangan Tasya. Sungguh gadis gila ini membuatnya naik pitam.

"Kak Reza percaya kan?" tanya Tasya memastikan.

Reza tidak menjawab, ia berusaha tetap memasang wajah datarnya.

"Jadi gimana kak?"

"Apanya?"

"Kak Reza mua kan jadi pacar aku, mau ya. Kak Reza beruntung lho, karena semua cowok yang suka sama aku, udah aku tolak. Itu karena aku sukanya cuma sama kakak aja," terang Tasya dengan polosnya

"NGGAK PENTING!" sahut Reza pedas.

"Kak Reza marah ya sama aku? Maafin aku kak. Kakak jangan marah ya sama aku. Gak baik sama temen sebangku."

Reza mengela napas berat. "Lo bisa diem nggak?"

"Maaf kak. Aku gak bisa diem. Maaf ya kak, maaf," lirih Tasya mulai sedikit takut dengan tatapan lekat dari Reza.

Reza tidak mempedulikan Tasya. Ia terbangkit dari tempat duduknya, lalu berjalan dengan santainya melawati Tasya menuju pintu keluar rooftop. Rooftop yang dulunya tempat yang tenang kini sudah menajadi lautan api yang dicampur dengan orang gila.

Menyebalkan!

Reza mengulurkan tangan kanannya ke knop pintu. Tiba-tiba.

Ceklekkk…

Reza mematung ditempat, tangannya mengerat begitu kuat. Reza menelan salivanya susah payah. Kenapa tiba-tiba pak Rino ada di sini? Apakah ada rasia? Jika benar, ini adalah hari sialnya.

"Reza! Ngapain kamu di rooftop?" tanya Pak Rino tak santai, dengan suara beratnya.

Pak Rino mengedarkan pandangannya. "Lho…Tasya? ngapain kamu di sini juga? Kalian berdua pacaran di sini ahh?" tanya Pak Rino mulai geram.

"Nggak pak. Kita berdua cuma kencan aja tadi," jawab Tasya dengan tak berdosanya.

What the!

Reza melontarkan sumpah-serapah di dalam hatinya. Bagaimana bisa gadis ini menjawab dengan polosnya.

Menyebalkan!

Pak Rino menatap Reza dan Tasya dengan intens. "Jadi, kalian berdua beneran pacaran?"

"Iya Pak!"

"Nggak Pak!"

Sahut Tasya dan Reza berbarengan.

Pak Rino mendengus sebal, menyilangkan kedua tangannya di depan dada. "Saya anggap kalian berdua sudah menyalahi aturan diam di rooftop saat jam pelajaran sekaligus berpacaran. Sebagai hukumannya kalian membersihkan kolam dan areal kolam renang sepulang sekolah!" perintah Pak Rino tegas.

"Ta…"

"Saya tidak terima bantahan! Apakah kamu mau saya pindahkan ke sekolah lain Reza?"

Reza menghela napas, pasrah. Ia tidak bisa mengelak lagi dengan ancaman Pak Rino yang ingin memindahkannya ke sekolah lain. Reza tidak mau menyulitka dirinya dengan pindah sekolah lagi. "Tidak pak."

"Sekarang, kalian berdua masuk kelas dan jangan ulangi lagi!"

"Iya, Pak," jawab Reza dan Tasya bersamaan.

"Dan, ingat Reza! kamu tidak boleh membolos lagi!"

"Iya pak."

===***===

Tasya dan Reza menyusri koridor sekolah. Mereka berdua berjalan beriringan hendak memasuki kelas. Koridor tampak sepi karena sudah mau jam masuk kelas.

Reza mulai risih dengan gadis yang selalu mengikutinya. Reza menghentikan langkahnya tiba-tiba, membuat Tasya juga ikut berhenti. Reza menoleh ke arah Tasya, ia menatap Tasya dengan tidak suka.

"Jangan natap aku gitu kak. Aku jadi malu."

"Lo bisa behenti ngikutin gue nggak?!" tanya Reza tidak santai.

Nggak bisa kak. Soalnya kita kan satu kelas. Satu bangku lagi."

"Jangan ikutin gue! Sana lo jauh-jauh!"

"Nggak bisa kak. Aku udah jatuh hati sama kakak."

"Gue nggak! Puas lo?!"

"Nggak puas kak. Aku puasnya kalo kakak suka sama aku. Terus jadi pacar aku."

"Nggak akan!"

"Kok nggak sih kak?" lirih Tasya sedih.

Reza tidak menjawab, ia langsung pergi begitu saja meninggalkan Tasya. Tasya lagi-lagi dihempaskan bagaikan kapas.

Sungguh menyedihkan.

Tasya menundukan kepalanya sedih. Ia menekuk wajahnya dengan hampa. "Uuuhhh… lagi-lagi di judesin. Hati kak Reza terbuat dari apa sih? Besi baja kah? Berselaput emas kah? Tapi aku gak boleh nyerah! Nggak bakalan nyerah!"

Tasya mengangkat kepalanya. Ia mulai bersemangat lagi. "Ayo semangat Tasya! Semangat!"

(TBC)