87 Aku Tidak Perduli

Wajah Brian yang lebam akibat pukulan Daffa, kembali berdarah karena pukulan keras dari Arkan.

" Dimana dia?" tanya Brian tanpa menghiraukan Arkan. Tapi dengan penuh amarah, Arkan kembali memukul Brian dan Brian hanya diam saja tanpa membalas. Harun yang melihat hanya diam saja, dia sangat marah karena Brian telah mengabaikan Fatma hingga Fatma mengalami semua ini.

" Hentikan, bang!" ucap Daffa yang datang sambil membawa makanan. Tapi Arkan terus memukul wajah Brian. Daffa kemudian menarik tubuh kakaknya dari Brian, tapi Arkan berusaha meronta meminta untuk dilepaskan.

" Lepaskan! Biar gue bunuh si brengsek ini!" kata Arkan marah.

" Jangan berkelahi disini! Ini Rumah Sakit!" kata satpam yang datang menghampiri mereka. Salah satu dari mereka menghampiri Brian dan membawanya ke ruang IGD karena darah yang mengucur di sudut bibir, dihidung dan pelipisnya.

" Sebaiknya anda membersihkan tangan anda!" kata Satpam itu pada Arkan. Lalu masuk ke ruang IGD.

" Bang! Apa abang ingin membunuh suami adik abang sendiri?" tanya Daffa kecewa.

" Dia bukan lagi suami Fatma sejak dia membuat Fatma seperti ini!" kata Arkan.

" Abang tidak bisa memutuskan hal ini sepihak! Masih ada Kak Fatma yang lebih berhak!" jawab Daffa.

" Abang akan memastikan Fatma melepas pria brengsek itu!" kata Arkan penuh emosi. Daffa tidak ingin memperkeruh suasana, dia hafal sekali kelakuan abangnya jika diteruskan. Untuk itu dia hanya diam saja dan mengambil bungkusan makanan yang dibelinya tadi di kursi.

" Ini, kak! Makanlah!" suruh Daffa sambil menyodorkan bungkusan itu pada Arkan yang duduk di kursi tunggu. Lalu Daffa menghampiri Harun yang duduk terdiam dengan hati dan pikiran yang berkecamuk di dalam dirinya.

" Ini, Ustadz!" kata Daffa menyodorkan bungkusan satu lagi. Harun menerima bungkusan tersebut.

" Terima kasih!" jawab Harun yang duduk agak jauh dari Arkan.

" Seharusnya Ustadz memisahkan mereka!" kata Daffa pelan. Harun menatap Daffa dengan tajam, seakan marah karena secara tidak langsung menurutnya Daffa telah membela Brian.

" Saya membenci pria yang suka menyakiti wanita!" jawab Harun datar.

" Tapi kita belum tahu bagaimana cerita sesungguhnya!" kata Daffa.

" Apa kamu masih akan membela dia terus?" tanya Harun dengan wajah marah.

" Bukan seperti itu, Ustadz! Tapi bukankah agama kita mengajarkan jika sesama muslim kita tidak boleh saling menyakiti!" jawab Daffa.

" Apakah seorang muslim yang menyakiti istri sendiri tidak boleh kita sakiti?" kata Harun tegas.

" Kakakmu datang ke sekolah dan bertemu dengan Ustadzah Santi dalam keadaan berlinang airmata! Saat ditanya ada apa dia hanya diam saja! Dia hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya!" tutur Harun penuh penekanan. Daffa menundukkan kepalanya, dia bingung harus bagaimana.

" Lalu dia pingsan dan mengalami pendarahan! Apa itu belum cukup untukmu? Jika saya adalah suaminya, saya akan menjaganya dan membuat dia nyaman saat kehamilannya!" kata Harun.

" Tapi..."

" Apa kamu masih akan membela dia?" teriak Arkan.

" Kecilkan suara Abang!" jawab Daffa yang tidak ingin mereka diusir dari sini.

" Apa yang telah dia lakukan untukmu hingga kamu menjadi adik yang seperti ini?" tanya Arkan.

" Apa maksud abang?" tanya Daffa balik.

" Apa kamu telah terpesona oleh adiknya, sehingga kamu membela kakaknya?" tuduh Arkan marah.

" Terserah apa kata abang! Daffa hanya ingin semua baik-baik saja!" jawab Daffa menahan amarahnya.

" Sebaiknya abang telpon Abi dan Ummi, biar mereka yang bicara dengan Fatma!" kata Arkan lalu mengeluarkan ponselnya.

" Apa abang sudah gila? Apa nanti yang akan terjadi kalo mereka tahu? Apa abang mau membuat Ummi sakit?" tanya Daffa marah.

" Tapi Fatma akan menurut pada mereka!" kata Arkan.

" Daffa tidak yakin mereka akan menyetujui sebuah perceraian!" kata Daffa lagi.

" Tapi Fatma harus melakukan itu!" sahut Arkan.

" Tidak!" tiba-tiba Brian telah berdiri tak jauh dari mereka. Semua yang ada disana menatap ke arahnya.

" Aku gak perduli dengan pemikiran kalian semua! Aku nggak akan pernah menceraikan istriku sampai kapanpun!" kata Brian tegas.

" Jika dia yang meminta?" tanya Arkan marah.

" Iya! Bagaimana jika dia yang meminta?" sahut Harun. Brian terdiam, dia tidak pernah memikirkan ataupun terlintas dalam benaknya jika Fatma yang meminta cerai darinya.

" Aku akan membujuknya!" jawab Brian penuh ketegasan.

" Gue nggak akan membiarkan itu!" sahut Arkan.

" Selama dia masih istri gue! Gue nggak akan ngijinkan seorangpun mendekati dia! Kalo perlu gue akan meminta surat dari kepolisian!" kata Brian mengancam.

" Lo ngancam gue?" tanya Arkan bertambah marah.

" Terserah apa istilah lo!" jawab Brian.

" Gue akan buat orang tua gue memisahkan lo sama adik gue!" kata Arkan mengancam. Brian tersentak, segitu bencinyakah kakak iparnya pada dirinya? Tapi siapa yang tidak akan marah jika melihat adiknya mengalami hal seperti yang dialami Fatma seperti sekarang ini. Jika dia ada diposisi Arkan, dia pasti akan menghabisi pria itu.

" Aku tidak perduli! Lo boleh melakukan apa saja! Tapi selama statusnya masih istri gue, lebih baik kalian pergi dari sini!" kata Brian tegas.

" Lo...!"

" Atau mau gue panggilkan satpam?" ancam Brian marah.

" Kak! Tolong, jangan seperti ini! Kita sama-sama keluarga disini!" sela Daffa,

" Tapi dia bukan siapa-siapa!" sahut Brian menunjuk Harun.

" Dia dewa penolongnya Fatma! Jika dia tidak segera membawanya kesini, entah apa yang akan terjadi!" sahut Arkan.

" Apa lo nyentuh istri gue?" tanya Brian dengan wajah menggelap.

" Kalo iya kenapa?" tantang Harun.

" Dasar breng...!"

" Kak! Tolong tenanglah! Ini rumah sakit! Kakak nggak maukan diusir dari sini!" tahan Daffa pada Brian yang akan mendekati Harun.

" Ustadz! Sebaiknya ustadz pulang dulu, jangan membuat keadaan semakin menjadi keruh!" pinta Daffa.

" Baik! Kabari gue jika ada apa-apa, Ar!" kata Harun kesal.

" Ok, bro!" jawab Arkan lalu mereka berpelukan.

" Assalamu'alaikum Wr. Wb!" salam Harun.

" Wa'alaikumsalam!" jawab mereka semua.

" Duduklah, kak!" kata Daffa menenangkan Brian.

" Kakakmu akan dipindahkan ke kamar perawatan!" kata Brian.

" Apa kakak bertemu dia?" tanya Daffa.

" Tidak! Tadi aku bertanya pada salah satu perawat didalam!" jawab Brian. Setelah beberapa saat, keluarlah Fatma yang terbaring diatas brankar dengan infus ditangan kirinya dan mata terpejam.

" Sayang!" sapa Brian mendekati istrinya.

" Lepaskan tanganmu dari adik gue!" kata Arkan.

" Dia istri gue! Gue bebas melakukan apapun padanya!" sahut Brian.

" Tolong jangan berisik! Lebih baik kalian pergi jika membuat keributan disini!" ucap seorang dokter. Lalu mereka berdua seketika terdiam dan berjalan mengikuti brankar yang membawa Fatma. Mereka memasuki kamar VVIP yang memang sengaja Brian pesan untuk istrinya.

" Biar aku yang memindahkan dia!" kata Brian tidak suka saat 2 orang perawat pria akan memindahkan Fatma ke brankar yang telah tersedia disana. Dengan bergegas Brian mendekati Fatma dan mengangkatnya dengan cepat lalu membaringkan istrinya dengan perlahan seakan takut menyakitinya.

" Kami permisi!" kata perawat-perawat itu.

" Silahkan!" jawab Daffa.

" Lebih baik kalian pulang!" kata Brian tanpa melihat kedua kakak beradik itu.

" Lo...!"

" Kak! Ayo! Nanti kita bisa datang lagi!" kata Daffa.

" Tapi abang nggak percaya sama dia!" jawab Arkan.

" Sudahlah! Kak Fatma akan baik-baik saja!" kata Daffa. Brian menatap sedih Fatma, airmatanya menetes disudut pipinya.

" Dasar anak tidak tahu diri!" sebuah suara dibarengi dengan pukulan, Bukkk! bersarang di wajah Brian.

avataravatar
Next chapter