webnovel

38. Flashback 2

" Jangan rendahkan dirimu demi seorang pria yang tidak mau mengakui anak kandungnya sendiri! Pulang! Atau kamu akan melihat mayat mama di rumah!" kata Mustika pelan. Vina membulatkan matanya, dia tidak percaya dengan apa yang di dengarnya. Mamanya yang selama ini dikenalnya sebagai pribadi yang lembut, bisa mengancam dirinya seperti ini.

" Minta maaf pada mertuamu sekarang juga!" kata Seno dengan wajah yang sudah menggelap akibat amarah yang sudah di ubun-ubun.

" Cukup Mas! Aku rasa hubungan kita hanya sampai disini saja! Kami akan menyelesaikan sendiri apa yang patut untuk dilakukan!" kata Panji.

" Apa maksud papa?" tanya Vina.

" Kamu akan bercerai dengan suamimu!" kata Panji lagi.

" Tidak! Papa tidak bisa melakukan itu!" kata Vina dengan airmata yang mengalir deras.

" Papa bisa! Dan akan melakukannya!" kata Panji tegas.

" Max! Please! Do something!" pinta Vina. Tapi seperti tadi, Max terus bergeming dari tempatnya.

" Apa pria seperti itu yang masih kamu harapkan? Pria tidak bertanggung jawab dan brengsek?" teriak Panji marah.

" Max...."

" Kita pergi!" kata Panji lalu membawa Vina dengan sedikit kasar.

" Max! Maxxxxx!" teriak Vina meronta-ronta, tapi apa dayanya yang hanya seorang wanita dan bodyguard papanya telah menahannya dan membawanya paksa setelah papanya memberikan perintah.

" Puas kamu mempermalukan keluarga besar kita?" tanya Seno.

" Dia mengandung anakmu dan kamu tidak perduli?" tanya Seno lagi.

" Aku akan bertanggung jawab!" kata Max datar.

" Kalau begitu pergi minta maaf pada Vina dan kelurganya! Sebelum mereka mengirimkan surat cerai padamu!" kata Seno.

" Bertanggung jawab bukan berarti aku mau bersamanya lagi!" kata Max.

" Apa? Apa kamu akan menceraikan istrimu dalam keadaan hamil?" tanya Seno dengan nada tinggi. Dia tidak percaya jika dia memiliki putra seperti Max.

" Tidak ada dalam sejarah, seorang Handoko meninggalkan istri demi wanita lain!" teriak Seno, tapi Max masih bergeming.

" Pergi!" kata Seno. Max diam.

" Aku bilang pergi!" teriak Seno kesal. Bug! Bug!

" Papa!" teriak Grace. Tapi tidak ada yang berani menghentikan kemarahan Seno. Dia menghajar putranya sendiri hingga babak belur dan Max tidak melakukan perlawanan sedikitpun.

" Stop it, Pa!" kata Grace, menarik tangan suaminya. Tapi tenaganya yang lemah tidak ada artinya sama sekali melawan suaminya yang sudah kalap akibat sikap putra pertamanya.

" Tolong, hentikan! Dia anak kita!" kata Grace, dia berpindah menghadang suaminya di depan Max. Bug! Pukulan Seno melayang di pipi istrinya yang menyebabkan Grace limbung dan terjatuh pingsan.

" Sayang!" teriak Seno.

" Mama!" teriak Max bersamaan. Untung saja Max menahan tubuh mamanya hingga tidak terbentur lantai.

" Sayang! Maafkan aku! Ya Tuhan!" sesal Seno mengusap wajahnya. Lalu Max mengangkat mamanya ke dalam kamar. Seno menelpon Erik yang merupakan dokter keluarga mereka untuk datang secepatnya ke rumahnya.

" Sayang!" ucap Seno mengompres pipi istrinya dengan es batu yang dibungkus dengan waslap.

" Maafkan aku, sayang! Aku tidak sengaja!" kata Seno menyesal. Lalu Seno memberikan minyak angin di depan hidung istrinya agar siuman dari pingsannya. Perlahan-lahan Grace membuka matanya setelah menggerak-gerakkan kepalanya akibat bau yang dihirupnya.

" Sayang!" panggil Seno lembut.

" Max?" tanya Grace.

" Aku disini, ma!" jawab Max.

" Kamu tidak apa-apa?" tanya Grace khawatir melihat wajah Max yang dihajar suaminya.

" Aku baik-baik saja, Ma!" jawab max.

" Permisi!" sapa seseorang di pintu kamar Seno.

" Masuklah, Rik!" kata Seno yang melihat siapa yang datang menyapa. Erik masuk ke dalam kamar dan terkejut melihat wajah Max yang babak belur dan berdarah.

" Periksa istriku!" kata Seno. Erik melihat Grace yang pipinya membiru dan berniat untuk mendekatinya.

" Aku tidak apa-apa! Periksa saja Max!" kata Grace, Erik melihat ke arah Max dan berniat memeriksa Max.

" Tapi kamu tadi pingsan, sayang! Periksa dia, Rik!" kata Seno. Erik kembali akan memerikasa Grace.

" Max saja, Mas!" kata Grace.

" Istriku, Rik!" kata Seno.

" Stop!" kata Erik.

" Daripada kepalaku pusing melihat dan mendengar kalian, lebih baik aku memeriksa keduanya!" kata Erik tegas. Mereka berdua akhirnya terdiam mendengar perkataan Erik. Lalu Erik memeriksa pipi Grace kemudian berpindah ke wajah Max.

" Mereka sebaiknya dirontgen agar tahu ada yang retak atau tidak!" kata Erik.

" Ini resep untuk meredakan nyeri dan salep untuk luka putramu!" kata Erik.

" Putraku hanya satu!" kata Seno.

" Sayang!" kata Grace terkejut mendengar ucapan suaminya.

" Angkat kakimu dan jangan berani muncul dihadapanku sebelum kamu membawa istrimu pulang!" kata Seno keras.

" Meminta maaflah, Max! Demi mama!" mohon Grace. Max bergeming.

" Sudah! Kamu lihat sendiri bukan kebrengsekan anak itu?" kata Seno kesal. Grace menatap putranya dengan tatapan sayu, kenapa kamu jadi seperti ini, Max? Mama nggak nyangka kamu tega pada wanita! batin Grace sedih.

" Pergi! Jangan ada yang menghalangi!" kata Seno dengan wajah datar. Grace sangat mengenal suaminya, jika wajahnya sudah seperti itu, tidak ada yang boleh membantahnya.

" Aku pergi, Ma!" kata Max lalu mencium kening mamanya dan berjalan gontai keluar dari rumah orang tuanya. Grace hanya bisa meneteskan airmatanya. Sejak kepergian Max, Grace sangat sedih dan terkadang jatuh sakit. Seno tahu jika istrinya sangat merindukan anaknya, tapi harga dirinya diatas segala-galanya.

Flashback Off

" Ini hukuman buatku, ma!" kata Max lagi.

" Kenapa kamu tidak kembali pada Vina saja! Dia sangat mencintai kamu, nak!" kata Grace.

" Aku tidak mencintai dia, ma! Bahkan dari awal aku hanya terobsesi padanya!" jawab Max.

" Kenapa kamu tidak mengejarnya?" tanya Grace.

" Dia telah menikah dan akan memiliki anak dari suaminya!" kata Max merasakan sakit di dalam dadanya.

" Lalu apa kamu akan seperti ini seumur hidupmu?" tanya Grace sedih melihat keadaan putranya yang tidak mengurus dirinya.

" Aku tidak memiliki apa-apa lagi, Ma! Semua sudah habis, perusahaanku telah bangkrut dan..." Max menghentikan perkataannya.

" Kenapa kamu tidak mencoba kembali menata semuanya, sayang! Paling tidak tunjukkan pada Vina jika cintamu pada Netta tidak salah!" kata Grace. Max menatap mamanya, dia begitu terharu mendengar mamanya menyebutkan nama wanita yang sangat dicintainya.

" Seandainya saja dia anakku! Dia pasti akan tampan sepertiku!" kata Max.

" Apa dia akan melahirkan?" tanya Grace.

" Mungkin bulan depan!" kata Max.

" Mama tidak bisa lama, papamu akan mencari mama!" kata Grace.

" Iya, ma! Aku tahu!" jawab Max.

" Mulailah hidup dengan baik!" kata Grace.

" Ma, aku..."

" Lakukan demi mama! Demi dirimu! Cari wanita yang mencintaimu!" kata Grace. Max menatap mata mamanya, dia melihat kesedihan dan kerinduan yang dalam di sana.

" Iya!' jawab Max lemah. Lalu Grace pergi meninggalkan anaknya dengan airmata yang bercucuran.

Diana mondar-mandir di depan ruang operasi, dia sangat mengkhawatirkan keadaan Netta karena ketuban Netta yang telah kering. Diana mencoba menghubungi Ken berkali-kali, tapi tidak ada jawaban sama sekali. Brengsek! Kemana dia? Pasti sedang main sama jalang-jalang! batin Diana cemburu dan marah. Tidak lama kemudian seorang perawat keluar dari ruang operasi.

" Bagaimana?" tanya Diana.

" Selamat, Dokter! Anda akan memiliki keponakan yang sehat!" jawab perawat itu.

" Jenis kelaminnya?" tanya Diana penasaran.

" Jenis kelaminnya...