28 Part 28

Setelah Dewan keluar, Zalfa memainkan handphonenya, dia merasa sedikit bosan. Karena Figo belum juga bangun tidur. Lara pikir, Figo tidak akan selama itu tidurnya, padahal sudah satu jam, tapi Figo masih tetap pulas di sana. Sepertinya, lelaki itu benar-benar kelelahan.

Sejak tadi, Handphone Figo berbunyi, sepertinya ada yang menelponnya. Dia pikir, mungkin orang itu adalah Ervina. Karena Jika Delvis yang menghubunginya, sudah pasti Delvis akan menghubungi Zalfa.

"Awww!" Teriak Zalfa iseng, entah ide itu muncul dari mana, tapi tiba-tiba saja Zalfa terpikirkan hal itu. Dia hanya sedang mengetes akankah Figo akan bangun atau tidak.

Tak lama, wajah serius itu beruba menjadi sebuah senyum. Figo bangun ternyata. Lelaki itu menatap tajam ke arah Zalfa. Sementara yang ditatapnya hanya bisa tersenyum senang. Dia tidak merasa bersalah sudah membuat orang olahraga jantung, karena panik. Dipikir Zalfa kenapa-kenapa ternyata hanya prank.

"Kenapa gak jadi pemain sinetron aja sekalian, hobi banget akting."

Figo menggerutu, kemudian duduk dari tidurnya. Dia memijit kepanya yang tiba-tiba pening, mungkin karena dipaksa untuk bangun, padahal belum siap dan belum waktunya juga. Badannya pun lemas sekarang,

"Kalau mau tidur, padahal di rumah aja, ngapain ke sini segala." Sindir Zalfa, bukannya Figo datang ke sini, untuk menemaninya. Tapi, kenapa tidur terus. Kan Zalfa malas sendirian, seperti terbalik, jika begini sih namanya Zalfa yang menemani Figo.

"AC di kamar rusak." Alasan Figo memang benar adanya, tapi kenyataannya tidak hanya itu yang membuatnya harus tinggal di sini, selama Zalfa masih ada di rumah sakit ini.

"Benerinlah!" Zalfa ngegas. Dia tau, itu pasti hanya akal-akalan Figo. Gengsi banget bilang khawatir.

"Iya nanti, bawel deh. Bukannya istrirahat, semalam kan bergadang."

"Kok Figo tau, Zalfa bergadang. Emang Figo gak tidur? Berarti Figo denger dong, apa yang Zalfa bicarain semalam?"

"Suara Lo kenceng banget, kayak toa. Sampai buat orang lagi tidur pules juga kebangun."

Figo malas ditanya-tanya dia langsung berdiri dan pergi ke kamar mandi.

"Figoo!" Terima Zalfa tidak terima, dia belum selesai bicara, harusnya Figo tidak meninggalkannya yang masih penasaran, dari mana sampai mana Figo mendengarkan dirinya bicara dengan Dewan, hal apa saja yang lelaki itu dengar, pipi Zalfa menjadi merah sekarang, dia malu sekaligus salah tingkah.

Figo sih cuek saja, dia tetap melanjutkan acara bersih-bersih badannya. Karena badannya terasa sangat gerah, padahal di ruangan ber-AC. Figo juga tidak takut masuk angin, dia tetap mandi. Karena, dia merasa sudah tidur cukup.

Dewan baru sampai di kantor, dia tadi mampir ke tempat penjual bubur ayam dulu, untuk sarapan. Kemudian, baru pergi ke kantor. Di sana sudah ada Delvis yang menunggunya sembari menatao layar laptop dengan sangat serius.

"Pagi Bang, udah sarapan Bang?" tanya Dewan basa-basi, menyapa Delvis. Agar lelaki itu tau bahwa dirinya sudah datang.

"Kalau gak bawain, gak usah tanya-tanya."

"Hehe, akhir bulan masih lama gak sih? Nanti ditraktir kopi yah."

"Dewan, revisi!" Tanpa basa-basi lagi, Delvis meminta Dewan untuk segera merevisi perkerjannya kemarin.

Dewan langsung lemas, padahal dia berharap hari ini tidak ada revisian lagi, mungkin karen dia mengerjakannya dengan tidak tenang, jadinya dia kena revisi. Padahal, harusnya semua sudah sesuai, entah ini karena dia yang salah. Atau Delvis yang terlalu teliti.

"Dikumpulkan pukul berapa Bang?" tanya Dewan. Dia was-was.

"Sejam dari sekarang."

"Bang..." Dewan aka membuat pengajuan penawaran, sebanyak itu harus direvisi selama satu jam, dirinya tidak akan sanggup.

"Kerjakan, atau Saya laporkan."

"Siap 86, jangankan sejam, setengah jam juga bisa. Kalau perlu ngedip doang, selesai."

Dewan akhirnya membuka laptopnya dan mulai mengerjakannya.

Zalfa menunggu Figo keluar dari kamar mandi, sekitar setengah jam lelaki itu baru keluar dari sana.

"Mandi sembari olahraga apa sembari sarapan? Kok lama banget?" tanya Zalfa. Perempuan itu sangat mati kutu sendirian. Tidak ada yang bisa dia ajak bicara.

"Sambil nyelam terus minum air, puas?"

Figo mendekat ke arah Zalfa, dan duduk di sebelah perempuan yang sedang terbaring itu.

"Figo..."

"Jangan mulai ya Zalfa, ini masih pagi, dan Gue masih lemes banget. Belum juga sarapan, jangan ngajakin olahraga."

"Apaan sih. Orang cuma mau bilang, Figo sekarang kurusan ya, kenapa? Lagi pusing ya?"

"Enggak. Biasa aja."

"Bohong. Orang Figo sendiri yang bilang, kalau orang kurusan itu karena lagi banyak beban."

"Ya kan enggak semua, ini kurusan karena jarang makan aja."

"Ervina apa kabar?" tanya Zalfa keluar dari topik pembicaraan.

"Baik." jawab Figo cepat. Dia tidak mau membuat Zalfa curiga, dan mencium bau-bau ketidakharmonisan antara dirinya dan Ervina.

"Figo beneran cinta banget sama Ervina ya, boleh gak sih. Kalau Figo jatuh cintanya jangan sama Ervina. Siapa aja deh, Zalfa ikhlas. Asal jangan dia," ucap Zalfa sungguh-sungguh tidak ingin Figo terluka karena pilihannya.

"Enggak bisa. Gue dan Ervina udah sejauh ini bertahan, dan sebentar lagi kami akan menikah. Seharusnya, Lo bisa cepet move on, dan segera cari pengganti Gue. Percaya deh, banyak lelaki yang ingin menjadikan Lo pasangan hidupnya."

"Tapi Zalfa cuma mau Figo."

"Dan Gue cuma mau Ervina."

"Figo harus dirukiyah, biar cepet sadar, kalau Zalfa itu yang terbaik."

"Orang baik gak akan menyebut orang lain Jahat."

"Kalau Figo nanti udah sadar, semoga Zalfa udah sama yang lain. Biar Figo nangis-nangis pengen balikan sama Zalfa. Pokonya gak mau," ucap Zalfa dengan menggebu-gebu.

"Lo kapan keluar dari rumah sakit?"

"Kenapa? Mau ajakin Zalfa dinner?"

"Bukan. Tapi mau pindahin Lo ke rumah sakit jiwa."

"Figo!" Teriaknya kesal. Dia memukul pelan tangan Figo yang ada di pinggir tempat tidurnya. Bukan karena tidak tega, tapi Karen dia takut selang infusnya kenapa-kenapa, nanti malah darahnya yang kesedot.

"Hati-hati, itu infusnya udah mau abis ya, bentar. Laporin ke suster dulu."

Figo bangun, dan segera mencari suster.

"Buat apa repot-repot cari suster, kan udah ada alat panggilnya. Dasar Figo."

Tak lama, lelaki itu kembali, bersama seorang suster yang membawa infusan baru.

"Sust kira-kira saya sudah boleh pulang hari ini?" tanya Zalfa pada suster yang sedang menggantikannya infus.

"Kita tunggu saran dari dokter ya, nanti dokter akan datang di jam sore"

"Baik Sust, terima kasih."

"Sama-sama, saya tinggal dulu ya," ucap suster tersebut, lalu keluar dari ruangan itu.

Figo kembali duduk.

"Dari tadi, kayaknya Ervina ngehubungin Kamu terus deh, coba dicek. Takutnya penting."

"Hmm. Kamu mau makan sesuatu gak?" tanya Figo. Tidak menanggapi ucapan Zalfa tentang Ervina. Dia malas membahas wanita itu dulu.

"Apa yang enak ya?"

"Seblak."

"Nah, itu tau. Boleh deh, Aku pengen beli seblak."

"Enggak."

"Terus ngapain nanya?"

"Ya supaya gak sepi aja."

Zalfa menatap Figo tidak percaya, kenapa lelaki itu sangat receh sekali.

"Kamu inget gak?"

"Enggak."

"Ish. Jawab apa gitu, bukan enggak."

"Hmm."

"Apa gitu Figo."

"Apa?"

"Kamu paling gak bisa makan pedes ya kan?"

"Suka kok."

"Itu karena Aku suka."

Figo diam, dia ingat kejadian itu.

Haii semuanya... Kedepannya beberapa part adalah flashback lagi ya.. jadi yang masih bingung biar paham, kenapa Zalfa bisa secinta itu sama Figo. Dan kalian bisa mastiin Dewan atau Figo yang harusnya bersanding sama Zalfa. Atau justru malah Delvis?

avataravatar
Next chapter