25 Part 25

Dewan menunggu sekitar dua puluh menit, untuk mendapatkan dua porsi nasi goreng.

"Bang, yang pedes karetnya satu, yang gak pedes karetnya dua ya," ujar Dewan pada Abang nasi goreng.

"Kenapa Mas?" tanya penjual nasi goreng itu, karena merasa ada yang salah di sini, harusnya kan yang pedas itu karetnya dua.

"Biar anti-mainstream aja." Jawab Dewan ngasal, lagian apa pentingnya sebuah alasan.

"Yaudah, tapi jangan dipakai prank orang ya Mas,"

"Abang yang ngeprank Saya, dikejar malah lari."

"Kan biasanya begitu Mas, semakin dikejar semakin jauh."

Dewan tidak masalah dengan semua percakapan ini, tapi dia merasa kenapa dini hari mereka mengobrol dengan sangat random.

"Semuanya berapa Bang?" tanya Dewan, menyudahi obrolan mereka. Baginya yang penting nasi goreng pedas karetnya satu.

"Hanya 25 ribu aja Mas," jawab penjual nasi goreng itu.

"Ini Bang, kembaliannya ambil saja." Dewan memeberikan uang 50 ribu, anggap saja, Abang ini sudha menyelematkan dia dan Zalfa dari kelaparan.

"Terima kasih ya Allah. Semoga Masnya cepat dapat jodoh ya, dipanjangkan umur dan

dipermudah segala urusan serta dilimoahkan rezeki."

Dewan terharu, padahal dia memberikan rezekinya hanya sedikit saja, tapi penjual nasi goreng itu mendoakannya dengan sangat tulus, Dewan akhirnya kembali ke rumah sakit, dia berharap semoga nasi goreng ini tidak keburu dingin, karena dia pulang ke rumah sakitnya tidak lari, melainkan berjalan biasa, sejujurnya dia sangat lelah, bodohnya dia. Tidak membawa mobil saja tadi, kakinya sudah sangat pegal dan sakit. Demi mengejar tukang nasi goreng, Dewan seperti sudah olahraga selama satu jam di treadmill saja.

"Figo kedinginan gak? Kalau dingin bisa ambil selimut yang Zalfa pakai aja nih, Zalfa gerah soalnya."

Zalfa tidak benar-benar membiarkan Figo tidur dengan nyenyak, buktinya ini adalah perkataan ketiga dari wanita itu, setelah memintanya untuk tidur di sofa bed. Figo terjebak, Zalfa malah mengerjainya.

Mulai dari minta ambilin minum, sampai berbasa-basi selimut segala, padahal Figo sudah tertidur hampir nyenyak malah, tapi harus kebangun lagi jika begini.

Figo ingin marah, tapi melihat Zalfa sedang terbaring, dia akhirnya mengalah, Figo bangun dari tidurnya lalu mendekat ke arah Zalfa, dan duduk di sebelah ranjang Zalfa. Bukan di kursi single, tapi persis di ranjang Zalfa di sebelah kanan.

"Figo gak bisa tidur ya? Pasti gak nyaman di sini."

"Seharusnya memang hafal, Lo tidak akan pernah membiarkan Gue hidup tenang," jawab Figo, lelaki itu mengubah lagi panggilannya. Mungkin karena sedang kesal, tapi Figo tidak mengatakannya dengan nada seperti orang yangs sedang marah, melainkan sesantai mungkin.

"Maaf, Figo. Zalfa gak suka sendirian. Di sini terlalu seram."

"Butuh apa lagi sekarang?" Tanya Figo dengan suara lelahnya, dia benar-benar butuh istirahat, sepertinya setelah Zalfa keluar, dia yang akan masuk jika begini caranya, apalagi siang nanti dia harus bekerja.

Sebenarnya, Zalfa memang sengaja meminta Figo menemaninya, tapi dia tidak ingin Figo tidur.

"Kamu sudah terbiasa sendirian. Kenapa sekarang begitu ketakutan?"

"Karena Figo yang mengajarkan Zalfa, bahwa hidup itu harus bisa bilang kata tolong, harus bisa bersosialisasi, karena sampai kapanpun kita tidak bisa hidup sendiri."

"Kamu butuh maaf Aku yang gimana sih? Supaya berhenti mengingatkan masa lalu antara kamu dan aku yang tidak pernah jadi kita?"

"Zalfa juga gak tau, rasanya sulit sekali, meyakinkan diri sendiri bahwa sesungguhnya Figo sudah tidak lagi untuk Zalfa. Figo tau, siapa yang pertama kali buat Zalfa berani angkat dagu."

Figo dan kesalahan di masa lalunya, dia memberikan wanita pemalu dmyang tidak pernah diterima oleh masyarakat ini, menjadi sombong.

"Tapi, sekarang sudah beda Zalfa. Kita sudah selesai. Kamu harus tau itu."

"Kata Figo, kita tidak pernah jadi kita, lalu apa arti selesai? Figo, Zalfa kan gak pernah minta Figo putusin Ervina kan? Layaknya Figo tinggalin Zalfa untuk Ervina."

"Terus, maksud Kamu angkat telepon itu, dan buat hubungan Kami menjadi retak itu apa?"

"Percaya sama Zalfa, itu hanya niat baik kita, Aku, Dewan dan Bang Delvis gak tega bangunin Figo yang kelelahan, jadi karena mereka berdua bilang akan tanggung jawab kalau Figo nanti marah, akhirnya Zalfa angkat deh."

"Padahal Kamu tau, Ervina sangat amat membenci Kamu?"

"Ervina jahat, tapi Figo selalu marahin Zalfa. Karena Ervina lebih cantik ya? Ervina juga pintar, lulusan terbaik di kampus dan segala hal tentang Ervina memang jauh lebih unggul daripada Zalfa, terus kenapa Figo ada di sini? Figo pengen Zalfa minta maaf sama Ervina? Ok. Kalau perlu Zalfa berlutut di hadapan Ervina, supaya Figo puas."

"Gak gitu maksudnya."

"Terus apa?

"Sudahlah."

Figo serba salah, dia kembali lagi ke sofa bed. Rasanya dia ingin pergi jauh saja. Agar tidak terus menerus terjebak dalam lingkaran ini. Rasa cintanya pada Ervina yang tidak bisa terbagi sejak dulu, membuat Figo terus mempertahankan perempuan itu, sekalipun Zalfa dengan suka rela menawarkan hatinya dengan tulus.

"Kok ada beban hidup di sini?" tanya Dewan ketika masuk ke dalam kamar, dan melihat Figo sedang tertidur.

"Lama banget sih Lo," ucap Zalfa. Perempuan itu sudah merubah nada bicaranya seperti Zalfa yang biasa dikenal di kantor. Berbeda dengan saat berbicara pada Figo. Wanita itu akan lemah lembut, padahal aslinya Zalfa tidak begitu, itu adalah permintaan Figo waktu dulu, sampai saat ini dia masih mempertahankannya.

Dewan menceritakan dari awal bagaimana bisa selama itu, Zalfa tertawa ngakak, sampai membuatnya sakit perut dan menitikan air mata. Karena, Dewan menceritakannya dengan hiperbola.

"Ya lagian, kenapa gak beli di kantin aja sih, seneng banget ngerepotin diri sendiri."

"Yang bilang, enak makan nasi goreng abang gerobak siapa ya?" Tanya Dewan dengan kesal. Dia berpura-pura tidak ingat, tapi menyindir Zalfa.

"Paling baik emang. Zalfa yang karetnya dua ya," ujar Zalfa begitu melihat ada dua kotak nasi.

"Hmm." Sudah di duga, Zalfa akan meminta yang karetnya dua, Dewan sangat hafal. Makanya, dia antisipasi lebih dulu.

"Suapin?" tanya Dewan, karena melihat Zalfa belum juga memakannya.

"Figo lapar gak ya," ujar Zalfa pelan, tapi Dewan masih bisa mendengarnya.

"Sampai Lo kasih nasi goreng hasil perjuangan gue lari-lari kejar Abang penjual nasi goreng ini. Gue gak akan mau temenan sama Lo lagi." Tegas Dewan. Dia bukan pelit, tapi perjuangannya akan sia-sia jika Figo yang memakannya. Atau melihat Figo makan nasi goreng itu berdua dengan Zalfa. Membayangkannya saja, membuat Dewan mual.

"Baiklah," ujar Zalfa, kemudian perempuan itu duduk. Dan mulai memakan nasi gorengnya yang sudah dibukakan tutupnya oleh Dewan.

Zalfa menatap horor laki-laki yang sedang duduk sembari memakan nasi goreng itu, dia merasa sangat dibohongi.

"Kok gak pedes?"

"Emang gak pedes, orang dikaretin dua juga karena pengait kotaknya rusak. Haha."

avataravatar
Next chapter