webnovel

Teman Makan Teman

Celline menyukai Daniel. Tapi dia harus merelakan lelaki itu untuk temannya sendiri.

Rita_sw10 · Teen
Not enough ratings
282 Chs

Bagas is Back

Di sepanjang perjalanan Celline hanya diam. Dia tak mengatakan sepatah katapun pada Morvin kecuali jika lelaki itu bertanya padanya.

"Bukannya cowok tadi yang suka sering sama kamu ya Cell, pas di sekolah dulu?" tanya Morvin dibalas senyum kecut oleh Celline.

"Iya kak," jawab Celline lemah. Sebenarnya ia tak ingin membahas hal tersebut dengan Morvin.

Sudah beberapa hari ini ia bersusah payah untuk menghindar dari bayangan Daniel. Namun nampaknya usahanya selama beberapa hari itu sia-sia. Dengan munculnya Daniel di depannya membuat perasaan yang ia tata kembali hancur lagi.

"Kamu gak apa-apa?" tanya Morvin, memandang wajah Celline dari samping. Ia merasa jika gadis itu mendadak berubah karena kejadian tadi.

Celline mengangguk. Dia tersenyum semampunya pada Morvin.

"Kamu tunggu di sini sebentar." Morvin meminta Celline untuk menunggunya di taman yang tak jauh dari petshop-nya.

Kemudian lelaki itu berlari dan mengambil motornya. Entah apa yang akan ia lakukan namun hal itu membuat Celline benar-benar merekahkan senyumnya.

"Yuk naik!" ajak Morvin ia menunjuk jok belakang motornya dengan matanya.

Tanpa bicara Celline langsung naik ke atas motornya. Dia tak ingin menyia-nyiakan niat baik dari Morvin.

Morvin memberikannya sebuah jaket untuk dikenakan oleh Celline karena matahari sudah mulai terbenam dan hawa dingin mulai merambat.

"Aku mau ngajak kamu ke jembatan berbintang," ucap Morvin bangga. Sepertinya dia sudah pernah ke sana dengan seseorang yang spesial.

Namun Celline malah teringat lagi dengan Daniel. Bagaimana lelaki itu pernah menjanjikannya untuk mengajaknya ke jembatan berbintang.

Katanya di sana bagus kalau malam. Bisa melihat bintang jika cuaca sedang bagus. Karena terletak di atas bukit maka bawahnya akan terlihat lampu-lampu rumah penduduk yang akan mirip seperti bintang yang berwarna-warni.

Celline meneteskan air matanya. Namun dia tersenyum. Meskipun tak bisa ke sana bersama dengan Daniel namun dia dapat pergi ke bukit berbintang bersama Morvin.

"Cell," panggil Morvin lembut. Suaranya hampir menyatu dengan angin malam itu.

"Iya Kak?!" jawab Celline, ia mendekatkan wajahnya lebih ke depan, lebih tepatnya atas pundak Morvin.

"Aku mau ngomong sesuatu sama kamu, tapi aku gak tahu gimana ekspresi kamu nanti."

Celline diam dan mendengarkan ucapan dari Morvin baik-baik.

"Ngomong aja Kak." Celline mengeratkan tangannya pada pinggang Morvin ketika motor itu ditambah kecepatannya oleh pemiliknya.

"Nanti aja deh. Kalau udah sampe." Morvin tersenyum dan motor itu melaju dengan mulus melewati jalan yang menanjak menuju bukit.

**

Celline dan Morvin sudah duduk di hamparan rumput hijau di sekitar bukit. Ada beberapa orang juga di sana. Kebanyakan dari mereka adalah pasangan kekasih, kecuali Celline dan Morvin.

Celline memandang kagum bukit yang menampakkan bintang malam itu dengan jelas. Mood-nya kembali membaik saat menatap bintang yang berkelip seakan menggodanya.

Ia melupakan sejenak kuliahnya. Gadis itu ingin melepaskan penatnya di sana. Di sampingnya, ia melihat Morvin sama sepertinya. Menatap kagum pada bintang-bintang.

Celline kemudian teringat pada Morvin yang ingin mengatakan sesuatu hal padanya.

"Tadi mau ngomong apa Kak?" tanya Celline, Morvin sontak menoleh ke arah gadis itu.

Morvin tersenyum.

Celline menautkan kedua alisnya. Dia penasaran dengan Morvin. Ia ingin tahu bagaimana selama ini cinta pertamanya itu menjalani hidup.

"Aku duda Cell," lirih Morvin pelan. Ia membuang wajahnya begitu mengatakan hal itu pada Celline.

Nampak sekali jika ekspresi wajah Morvin mendadak menjadi serius. Ia tersenyum kelu. Ada hal yang tidak diketahui oleh Celline.

Celline hanya diam. Mendengarkan lelaki itu menceritakan kisah pahitnya dengan mantan istrinya yang meninggalkannya demi pria lain.

***

Celline mendengarkan cerita Morvin dengan perhatian. Dia tidak menyangka ternyata kakak kelasnya itu sudah pernah mengalami kehidupan pernikahan. Lebih terkejutnya lagi ternyata statusnya sudah berganti menjadi duda.

Ini benar-benar di luar pemikirannya. Morvin masih muda dan terlihat fokus dengan karir. Siapa yang akan menduga kalau ternyata dia sudah mengalami masalah pelik tentang suami istri.

"Tapi ini udah lama, aku juga udah lupa." Morvin terkekeh mengakhiri obrolannya. Sepertinya dia terlalu berlebihan jika harus menceritakan semuanya lebih jauh.

"Pasti nggak mudah Kak," ucap Celline pelan.

"Em. Gimana? Kamu udah tenang? Aku liat kamu sedikit tertekan tadi," ucap Morvin dengan senyum yang mengembang.

"Ini udah lebih baik. Makasih ya, Kak. Em, tapi aku pengin pulang," ucap Celline yang dibalas dengan tatapan heran dari Morvin.

"Kamu nggak suka tempat ini? Atau nggak suka jalan sama aku?" tanya pria itu.

Celline buru-buru menggelengkan kepala dan tersenyum canggung. "Bukan begitu, Kak. Aku nggak nyaman soalnya abis keringetan."

Morvin terkekeh dengan jawaban Celline. Iya memang benar, mungkin dia kurang tepat mengajak Celline ke sini sekarang. Jika ada waktu lagi mungkin dia akan mengajaknya ke lain tempat.

"Ya udah, ayo pulang."

***

Dalam waktu kurang lebih setengah jam, akhirnya Celline sampai di depan tempat kostnya. Perasaannya sekarang telah menjadi lebih baik berkat Morvin yang menghiburnya. Dia harus berterima kasih kepadanya.

"Mau mampir dulu nggak, Kak?" tanya Celline dengan ramah.

"Mungkin lain kali, Cell. Nggak enak udah malem juga," ucap Morvin menolak tawaran Celline. Mungkin jika ini masih siang dia akan mengobrol dengan gadis itu sedikit lebih lama.

Celline mengangguk mengerti. Dia tersenyum manis pada pria itu. "Ya udah. Ngomong-ngomong makasih ya, Kak."

Dia melihat Morvin yang terkekeh sambil menggelengkan kepala. Sebenarnya pria itu cukup menyenangkan dan sepertinya juga bukan tipe pria yang kurang ajar.

"Kalau gitu aku pulang dulu ya," ucap Morvin sambil mengacak rambut Celline.

Saat itu Celline mendadak ingat dengan orang lain. Biasanya Daniel yang akan memperlakukannya seperti ini, tapi sekarang ... tidak ada lagi hal seperti itu. Ya, dia harus ingat bahwa hubungannya dengan Daniel sudah tidak sama lagi.

Celline tersadar dan segera membuang pikirannya. "Em, hati-hati di jalan."

Dia melambai dan menyaksikan kepergian Morvin. Setelah bayangan itu benar-benar menghilang dia berbalik pergi untuk masuk. Akan tetapi dia langsung dikagetkan dengan sosok lain yang muncul di hadapannya.

"Ngapain kamu ke sini?" tanya Celline dengan wajah yang tidak senang. Orang yang paling dia benci kembali muncul, pasti tidak ada hal menyenangkan yang akan terjadi.

"Bodoh! Masih ngarepin Daniel?" Bagas berjalan mendekatinya dengan seringaian yang menggantung di bibir.

"Bukan urusanmu."

"Itu urusanku karena ...." Kata-katanya terhenti tanpa dilanjutkan.

Hal itu membuat Celline mengerutkan kening tidak senang. Namun melihat Bagas yang semakin dekat dengannya membuat dia merasa tidak nyaman. Dia langsung melangkah mundur untuk menjauh darinya.

"Apa lagi yang kamu mau?"

Bagas terkekeh. Dia menarik tangan Celline dengan kasar dan membawanya ke sudut gelap.

"Lepasin!" Celline berontak mencoba untuk melepaskan diri dari cengkeraman Bagas. Namun pria itu tidak melepaskannya, sebaliknya mendorong tubuhnya dengan kasar ke dinding tembok.

Dia meringis kesakitan. Jika ada cahaya yang lebih terang mungkin dia bisa melihat tangannya yang memerah. Baru kali ini dia diperlakukan dengan kasar, hatinya menjadi sedikit takut.

"Cell, kamu mau kita ngulang lagi? Kita bisa jadi sepasang kekasih lagi kayak dulu," ucap Bagas tepat di telinganya.

Celline mendorong Bagas untuk menjauh. Tetap saja tenaganya masih kurang. Dagunya dicengkeram dengan kuat oleh pria itu.

"Kamu nggak mau?" Bagas tertawa dengan sinis. Gadis di depannya ini terlalu sulit untuk didapatkan. Sepertinya akan menyenangkan jika dia bisa menjatuhkannya.

Seringaian terbentuk di bibirnya, lalu dengan kasar dia menarik Celline mendekat. Mengecup bibir merah yang sudah lama tidak dia rasakan.

Celline membelalakkan matanya. Dia memberontak, memukul Bagas berkali-kali agar segera melepaskannya.

"Kamu akan menjadi milikku, Celline."