23 Pria yang Seharusnya Menjadi Miliknya

Translator: Wave Literature Editor: Wave Literature

Setelah Meng Fan melemparkan kartu kecil berwarna merah itu, semua orang di sana kembali bersorak. Seratus juta lagi! Astaga! Ada apa dengan orang-orang malam ini? Apakah seratus juta sama sekali tidak bernilai bagi mereka? Atau, mereka benar-benar terlalu kaya sampai sama sekali tidak peduli dengan nominal yang begitu 'sedikit'?

Kali ini Jiang Hao tidak bisa duduk diam dan menahan diri. Ia melihat ke arah Meng Fan dan mengingatkannya, "Meng Fan, santai sedikit." Jiang Hao jelas tahu berapa banyak uang yang dimiliki keluarga Meng Fan. Seratus juta bisa dibilang sebagai nominal yang agak terlalu berat untuk Meng Fan. Namun, Meng Fan tampaknya tidak terlalu peduli dengan pengingatan Jiang Hao.

Meng Fan terlalu sombong. Ia merasa bahwa jika ia tidak bertaruh setelah mendapat kartu sebagus ini, itu berarti ia tidak bisa menghadapinya harga diri sendiri. "Aku tahu batasannya!" ujar Meng Fan menanggapi Jiang Hao. Kemudian, ia buru-buru melihat ke arah Jiang Bangyuan. Diam-diam, Meng Fan sangat mengagumi Jiang Bangyuan dalam hati. Jika malam ini aku bisa mengalahkan Qian Rui, Yuanyuan pasti akan menyukaiku, kan? Meng Fan berpikir dengan begitu naif sambil menatap kagum ke arah Jiang Bangyuan.

Sayangnya, selalu hanya akan ada satu orang di mata Jiang Bangyuan, yakni Quan Rui. Jiang Bangyuan adalah putri tertua di keluarga Jiang. Sejak kecil hingga dewasa, ia selalu tumbuh besar dengan diiringi ribuan tepuk tangan. Ia sudah tahu sejak kecil bahwa ia tumbuh bergelimang harta dan dilimpahi berkah Dewa yang tidak dapat dijelaskan dengan kata. Seorang putri yang terhormat dan bermartabat seperti Jiang Bangyuan dilahirkan untuk menikah dengan seorang raja seperti Quan Rui. Namun, pria yang seharusnya menjadi miliknya sekarang malah memeluk adiknya yang rendahan itu. Jiang Bangyuan tidak tahu lagi bagaimana ia bisa menelan amarahnya. Ia punya cara untuk menenangkan Jiang Hao, tapi malah tidak punya cara untuk menenangkan diri sendiri. Sekali wanita mulai cemburu, kecemburuan itu tidak akan dapat dihentikan dengan mudah bagaimanapun caranya.

Jiang Bangyuan akhirnya tidak bisa lagi menahan diri saat melihat Quan Rui dan Bai Ran begitu dekat. Ia pun menunjukkan tatapan yang ganas, lalu berkata di dekat telinga Jiang Hao, "Pikirkan cara untuk mengeluarkan Bai Ran.

Jiang Hao menoleh untuk melihat Jiang Bangyuan dan ekpresinya tampak sedikit kesulitan, "Kak, sepertinya sebentar lagi kita akan melihat hasil set perjudian ini… Lagi pula, mengapa kamu tidak membuka mulut tadi saat Kakak Ipar baru memeluk Bai Ran? Sekarang kesempatan sudah lewat!"

"Sekarang masih tidak terlambat," ujar Jiang Bangyuan. Ia semakin enggan, tapi Jiang Hao juga tidak berani mengatakan apa pun yang dapat menyinggung Quan Rui.

Setelah berpikir agak lama, Jiang Hao hanya bisa melambaikan tangan dan mengisyaratkan pelayan yang di belakang untuk melangkah maju. Ia membisikkan beberapa kata pada pelayan, kemudian pelayan itu perlahan-lahan mundur.

Kenakalan kecil Jiang Hao dan Jiang Bangyuan tidak memengaruhi hasil akhir set perjudian itu. Semua orang di sekitar meja judi itu masih belum tersadar dari keterkejutan mereka setelah melihat Meng Fan mengikuti langkah Quan Rui untuk bertaruh seratus juta. Quan Rui juga sepertinya tidak mengira Meng Fan akan begitu arogan dan ikut bertaruh besar.

Di satu sisi, Quan Rui diam-diam berpikir, Berapa rumah leluhur keluarga Meng yang kira-kira akan hilang karena kekalahan Meng Fan? Di sisi lain, ia juga merasa menyesal karena memperkirakan bahwa nilainya tidak akan mencapai seratus juta. Jika Qian Rui tahu sejak awal bahwa taruhan akan menembus angka satu miliar, Meng Fan tidak akan punya modal yang cukup untuk ikut bertaruh, tidak peduli kartu apapun yang Meng Fan miliki di tangannya. Mungkin ini adalah salah satu senjata ajaib Quan Rui untuk meraih kemenangan.

Punggung Bai Ran menegak di posisi yang sama sejak ia bersandar dalam pelukan Quan Rui dan tubuhnya mulai kaku. Namun, permainan judi ini mulai memasuki tahap yang intens. Bai Ran melihat dan terus melihat hingga ia tidak lagi merasa segugup sebelumnya dan tanpa sadar menggerakkan tubuhnya. Namun, ia segera teringat bahwa ia bukan duduk di atas kursi melainkan di pangkuan Quan Rui. Karenanya, Quan Rui bisa merasakan dengan jelas saat Bai Ran bergerak. Bahkan, ketika Bai Ran meletakkan tangan kanannya dan tanpa sengaja menekan suatu tempat di bawah perut Quan Rui.

avataravatar
Next chapter