1 Grace dan Benang Merahnya.

Kalian mungkin tidak percaya dengan yang namanya benang takdir--benang berwarna merah yang melingkar di jari manis tangan kananmu. Dengar-dengar, jika kalian mengikuti arah benang itu hingga akhir, maka akan dipertemukan dengan cinta sejati yang kalian pertanyakan keberadaannya selama ini.

konyol; itu yang Grace pikir setiap kali dia mendengar dongeng dari neneknya itu. Setidaknya sampai suatu hari neneknya meninggal dunia dan keesokan hari dia terbangun dalam keadaan bisa melihat benang merah itu.

Benang merah yang selalu diceritakan oleh neneknya. Benang takdir.

Setahun berlalu, dan dia masih bisa melihat benang-benang itu mengawang; ada yang telah terlihat ujungnya berakhir dimana, ada pula yang seolah putus.

"Nay, lo percaya gak kalo gue bisa ngeliat benang takdir?"

Naya menatap bingung Grace yang tiba-tiba bertanya sesaat setelah terbangun dari tidur siangnya, "Lo udah bilang ini seribu kali buat setahun terakhir, gue yang awalnya gak percaya aja lama lama jadi percaya nih sama omongan lo."

"Padahal gue serius." Grace mencibir, "Gue bisa liat tuh benang merah yang lagi ke iket di jari manis lo."

"Tapi lo gak bisa ngeliat benang di jari manis lo sendiri, payah."

Grace memakai sendal rumah berbentuk Koala--kado ulang tahunnya dari Naya dua bulan yang lalu, "Diem deh lo, eh, bukannya lo harus ngejemput abang lo di bandara?"

"iya, makanya ini nungguin lo bangun."

"kenapa gak dibangunin aja sih!?" Grace mengeluarkan hoodie dari lemari bajunya, "jam berapa dia landing?"

"Setengah jam lagi."

Grace menatap malas Naya yang masih sibuk mengoleskan kuteks ke kukunya, "lo sadar gak sih dari rumah ini ke bandara itu butuh sejam lebih?"

"ya sadar lah, terus masalahnya dimana?"

"Naya yang gue kenal hampir 15 tahun ini emang goblok, tapi gue gak tau bakal segoblok ini," Grace melempar sendalnya ke arah Naya, "Ntar bang Jean nungguin lama dong!"

"Not my problem duh."

Grace memutar bola matanya, "Siapa aja yang jemput, gue, lo sama Bang Mark ya Please be bang Mark. Kangen banget gue."

Naya melempar tatapan sinis kearah sahabat sekaligus tetangganya itu, "Lo mau sampe kapan main kucing-kucingan sama perasaan lo ke Bang Mark? kalo suka tuh bilang aja langsung ke dia, lagian dia juga suka lo kok!"

"Bohong banget, gue mah out of criteria." Grace merengut begitu mengingat tipe gadis gadis yang pernah di kencani oleh Mark--kakak pertama Naya--selama ini. Tinggi, dia yang cuma 154 cm obviously can't relate. Hitam manis, senyum yang bagus dan anggun.

Grace meringis begitu melihat pantulan dirinya di cermin, kulit yang putih pucat, gigi kecil (Naya bilang giginya kaya gigi balita!), dan dia sangat jauh dari kata anggun.

"Padahal bang Mark bilang lo lucu tuh."

"Dia bilang begitu soalnya dia nganggap gue anak SMP yang suka ngekorin lo kemana-mana," Grace menjinjitkan kakinya, "Lagian gue kenapa gak tambah tinggi sih dari SMP!? segini mulu!"

Naya berdiri dan mensejajarkan tubuhnya dengan Grace, "Anggap aja itu hadiah dari tuhan, lo jadi awet muda begini."

"Kalo bang Mark mau jadi laki gue, itu baru hadiah dari tuhan."

---

Grace meringis begitu ekor matanya menangkap sosok dengan tubuh besar tinggi yang tengah menatap tajam kearah mereka. "Nay, kayanya gue nemu deh abang lo dimana."

"Mana?" Naya bertanya sambil mengibaskan tangannya ke wajah, "Buset ini bandara bisa panas begini saking ramenya."

Grace menunjuk ke sudut bandara, "Tuh."

"Man--Ah! BANG JEAN!" Naya melambaikan tangannya lalu berlari meninggalkan Grace, "Yeay abang pulaaaang!"

Grace berlari kecil menyusul Naya, dia sebenarnya agak canggung. Dia sudah tidak saling bertegur sapa dengan Jeansya hampir 8 tahun lamanya.

"Gue udah nunggu hampir dua jam, dan lo baru datang," Jean menghapus peluh di pelipis Naya, "And why are you pick me up all alone like this!? Where's Mark?"

Naya terkekeh pelan, "Sowwy..tadi jalanan macet banget soalnya. Dan Bang Mark sibuk di kantor, jadi Aya kesini bareng Grace, gak sendiri. Masih inget kan anaknya yang mana?"

"Grace?"

"Itu loh Bang, yang suka aku ajak main pas SMP. Ah, abang udah lupa ya? wajar sih abang kan kelamaan di Aussie, makanya kalo disuruh pulang tuh pulang!"

"Nay--"

Naya memutar tubuhnya dan menarik Grace untuk mendekat, "Bocil ini loh bang, masa gak inget?"

Jean melepas kacamatanya, "I'm sorry but i can't recall my memory about you, gimana kalo kenalan lagi aja?"

Grace tersenyum kaku, "Boleh Bang."

Jean menyodorkan tangannya kearah Grace, "Jeansya Nobel Tarendra, 24 tahun dan kakak dari Vishaka Naya Tarendra."

Grace mengangguk dan menyambut uluran tangan Jean, "Anindhita Gracia, 20 tahun dan sahabatnya Naya."

Naya menarik koper Jean, "Ntar aja kenalan lagi, mama udah marah marah nih nyuruh balik."

Grace mensejajarkan langkah Naya meninggalkan Jean berjalan sendiri dibelakang mereka. Dia berbisik sepelan mungkin, "Lo gak pernah bilang kalo bang Jean makin ganteng selama di australi!"

Naya memutar bola matanya, "Lo pikir gue se-enggak punya kerjaan itu sampe harus pamer kegantengan abang gue? Lagian lo gak boleh naksir Bang jeansya."

"dih kenapa?"

"Soalnya dia udah punya pacar," Naya mendorong kening Grace, "Dan mereka udah pacaran hampir 6 tahun. Gak kaya lo yang tiap dua bulan sekali ganti gandengan."

"sembarangan! Gue korban cowo cowo brengsek ya!"

Naya menyodorkan telapak tangannya ke wajah Grace, "Talk to my hand bitch."

---

Mark mencubit gemas pipi Grace yang terus cemberut, "Kenapa heh? Anything bothering your mind?"

"Abang gak usah cubit-cubit! aku lagi badmood." Grace menepis tangan Mark yang masih berusaha mencubit pipinya.

"Kenapa lagi?"

"Gapapa."

"Duh cewe," Mark menyenderkan punggungnya ke sandaran sofa, "Mau makan es krim aja gak? biar gak badmood?"

Grace memutar arah duduknya, "Mau! eh tapi abang kan lagi ada adeknya di rumah. masa keluar?"

"ya hubungannya? Lagian dia udah segede itu masa masih mau di sambut?"

"Tapi kan Bang Jean itu lama gak pulang." Grace masih tidak habis pikir. Bagaimana bisa Mark lebih memilih untuk menemaninya duduk di ayunan daripada menyambut adiknya.

Ah, Grace lupa menyebutkan sebelumnya. Keluarganya dan keluarga Naya bertetangga sejak 15 tahun yang lalu. Dia yang selalu ditinggal sendiri oleh orang tuanya yang workaholic, entah bagaimana berakhir sangat dekat dengan keluarga Tarendra--keluarga Naya.

"Papi sama Mami pulang gak?"

Grace mengangkat bahunya, "Terakhir mami nelpon kemaren malem, bilang masih ada rapat direksi buat dua hari. Papi juga dari dua hari yang lalu gak pulang, rumah sakit lagi rame."

"Tidur dirumah abang lagi dong malam ini?"

Grace menggeleng, "Gak ah, gak enak sama Bang Jean."

"Yaudah kalo gitu abang yang nginep di rumah kamu."

"Idih!" Grace tertawa, "Ahahaha bisaan banget emang, aku berani kok tidur sendiri."

"Nggak, kamu gak berani."

"Berani!"

Mark menarik tangan Grace, "Kamu gak berani Grace, makanya kamu tidur di rumah abang aja."

"Dih sok tau!"

"Abang tau dong, kan kamu udah abang anggap adik abang sendiri."

avataravatar
Next chapter