webnovel

Kawin Gantung Sisi

"Apa? Jadi selama ini kalian telah menjodohkan aku dengan pria jahat itu!" tegas Sisi Blue, wanita 30 tahun yang baru tau tentang kawin gantungnya dengan Alan Purple mafia jahat yang dibuat oleh kedua orang tuanya.

"Sisi, dengar dulu...." Laura Blue-Mama Sisi berusaha menjelaskan, tapi belum juga kata-katanya tertata, wanita berambut coklat itu segera memotongnya.

"Cukup!" Sisi dengan wajah yang memerah berdiri dari duduknya lalu melangkah menuju kamarnya.

"Sisi, maafkan kami. Kau tau betapa berpengaruhnya keluarga itu pada bisnis papamu, kan?"

Brakkk...

Tak mau lagi berdebat Sisi membanting pintu kamarnya dan tak sanggup lagi hidup dalam keluarga yang selalu saja dalam intimidasi Keluarga Purple.

"Aku mau pergi!!" Sisi keluar dari kamar dengan sebuah tas koper berwarna pink terang miliknya serta mantel bulu berwarna hitam yang sebenarnya sudah tak menjadi model baju saat ini sehingga membuatnya terlihat sangat tua.

"Sisi, aku mohon. Jangan lakukan ini kepada kami!" Laura berlutut di hadapan putrinya sambil terus memohon tapi tatapan mata Sisi yang tajam membuatnya segera tau jika kemarahan wanita berusia 30 tahun ini sudah tak bisa dibendung.

"Kalian yang buat perjanjian aneh ini jadi kalian yang tanggung akibatnya!"

"Sisi, hentikan!" teriak Laura sambil terus memohon pada putrinya agar tak pergi di saat penikahan yang mereka rencanakan ini tinggal menghitung minggu.

"Ma, sudah. Aku mohon! Aku tak mungkin sanggup hidup dengan pria jahat itu, kau tau kan seperti apa keluarganya!" Sisi menghapus air mata yang mengalir di pipinya lalu menatap meminta iba.

"Begini saja!" Laura bangkit dari tempatnya berlutut lalu menarik tangan putrinya masuk ke dalam kamarnya.

Melihat genggaman tangan mamanya yang bergetar penuh arti, Sisi akhirnya mau mengikuti langkah kaki sang mama.

"Ini!" ujar Laura menyodorkan beberapa lembar uang yang dia simpan di dalam dompetnya, "Bawalah uang ini, aku harap ini cukup untuk pelarianmu, pergilah jauh dari London."

Sisi terdiam sesaat menatap uang yang disodorkan kepadanya, "Mama, jadi kau mengijinkanku untuk pergi?"

"Iya, Nak!"

Sisi tersenyum sesaat lalu kembali menarik senyumnya, "Bagaimana kalau sampai mereka menyakiti kalian?"

"Tidak! Itu tak akan terjadi!" Laura lalu menarik sebuah surat dari meja riasnya, "Mereka tak mungkin menyakiti kami karena jika sampai itu terjadi surat perjanjian ini tak akan berguna lagi!"

"Perjanjian?" Sisi mengerenyitkan dahinya lalu menduga-duga perjanjian apa lagi yang keluarganya buat bersama keluarga mafia jahat itu, "Apa?"

"Kau tak usah tau, ini urusanku dengan Keluarga Purple!"

Ting... tong...

Bel pintu tiba-tiba berbunyi membuat Sisi dan Laura saling pandang, "Aku rasa itu papamu, cepatlah pergi sebelum dia sadar akan rencanamu!" tegas Laura lalu mendorong putrinya hingga ke pintu belakang rumahnya.

"Mama yakin ini tak apa?" ujar Sisi lalu memasukkan uang pemberian mamanya ke dalam tas pinggang yang terpasang cantik dibagian dalam mantelnya.

"Sudah, kau tak perlu khawatirkan aku. Sekarang pergilah!"

"Baik, Ma. Jaga dirimu, aku harap masih ada kamar kosong di hotel langgananku!" ujar Sisi lalu mempercepat langkahnya keluar dari pintu belakang rumah.

"Laura, aku pulang!" Mendengar suaminya telah masuk rumah Laura buru-buru menutup pintu belakang rumah dan kembali ke pintu depan untuk menyambut suaminya.

Sisi yang sebenarnya tak tau harus pergi kemana lalu berjalan cepat menarik kopernya menuju sebuah taksi yang berhenti dekat lampu jalan.

Hari ini London hampir malam, lampu jalan telah dinyalakan membuat suasana sekitar tempatnya berjalan nampak remang.

"Selamat malam, Pak!" sapa Sisi pada supir yang duduk di dekat kemudi taksi, "Bisakah kau mengantarku menuju Hotel Orange!"

Supir itu lalu membuka kaca jendelanya dan memandang Sisi yang terlihat terburu-buru dengan kopernya.

"Kau mau kemana?" ulangnya sambil keluar dari ruang kemudinya.

"Hotel Orange!" jawab Sisi mantap sambil membuka pintu taksi berwarna kuning itu.

Supir itu belum menjawab akan membawanya atau tidak, tapi dengan yakin wanita muda itu segera duduk di jok belakang taksi dan menatap supir taksi yang nampak tersenyum senang, "Biar aku masukkan kopermu ke bagasi, duduklah!" ujarnya ramah sambil meraih tas koper yang belum sempat dia masukkan.

Brakk...

Supir menutup pintu bagasi dan kembali ke ruang kemudinya.

"Aku akan mengantarmu, kebetulan aku belum dapat penumpang hari ini!" ujar pria paruh baya itu yang mulai nampak aneh.

Sisi mulai curiga melihat gelagat pria paruh baya itu, namun karena dia sudah duduk di dalam taksi, dia hanya bisa terdiam sambil terus mengamati dari spion tengah.

"Kita lewat jalan itu saja!" tunjuk supir pada jalan sepi yang memang mengarah ke hotel yang di tuju wanita muda ini.

"Kenapa tak lewat jalan yang ramai saja?"

"Jalan itu macet, Nona. Aku tak mau kau tiba kemalaman!" tegasnya sambil tersenyum mencurigakan.

Sisi menurut saja, meski perasaannya tak nyaman, dia terus saja mencoba menenangkan diri.

Namun sial, seperti yang dia khawatirkan taksi yang dia tumpangi akhirnya berhenti di sebuah jalan sepi yang jauh dari lalu lalang orang.

"Hey, kenapa kau berhenti di sini?!" tanya Sisi kemudian mencoba membuka pintu yang terkunci.

"Memangnya kau pikir kenapa?" tanya supir dengan senyuman miring lalu turun dari mobil, "Serahkan semua hartamu atau kau tau akibatnya!" supir itu lalu menodongkan belati besar yang membuat mata Sisi terbelalak.

"Kau! beraninya kau!" teriak Sisi yang di tarik keluar dari dalam taksi dengan kuat.

"Serahkan tasmu itu! Cepat!" tunjuk supir lalu menarik tas pinggang yang berisi uang pemberian Mama.

"Tidak mau!" teriak Sisi yang mencoba melawan namun tenaganya hanya setengah pria tinggi besar ini.

Brakk...

Tangan supir itu memukul wajah wanita cantik itu hingga lebam di bagian pipinya.

Ahhhh...

Pukulan itu membuat Sisi ketakutan dan akhirnya menuruti permintaan supir jahat itu, dengan marah disodorkannya tas berisi uang dan ponsel miliknya kemudian pria paruh baya itu bergegas pergi meninggalkannya seorang diri.

"Dasar orang jahat!" teriak Sisi sambil berusaha meraih gagang pintu taksi namun terlambat, mobil melaju kencang dan dia hanya bisa meringis menahan sakitnya pukulan keras di pipinya.

"Aku harus bagaimana sekarang!" gerutunya lalu berusaha berjalan dengan sepatu bootnya menuju keramain.

"Aku harus kemana?" desis Sisi sambil berjalan maju mundur, "Duh, uangku di sana. Bagaimana bisa aku pesan hotel tanpa uang itu!"

Karena kebingungan Sisi akhirnya melangkah kembali ke rumahnya yang jaraknya memang belum terlalu jauh.

Dengan mantap gadis muda itu terus melangakah kembali ke rumahnya, namun saat dia sudah hampir sampai matanya segera mengenali sebuah mobil yang terparkir di halaman rumahnya.

"Sial! Itu mobil Alan!" teriak Sisi, "Aku tak mungkin kembali, kalau sampai dia tau aku kabur dia bisa membunuhku!" gumam Sisi lalu memutar badannya menjauh dari rumahnya.

Dengan langkah tertatih dan rasa sakit dibagian pipinya Sisi terus berjalan, saat langkah membawanya ke sebuah lorong sempit di sekitaran pusat kota, tiba-tiba hujan turun dengan sangat deras, Sisi yang tak membawa payung akhirnya memutuskan berteduh di samping lorong sempit dan gelap itu.

"Oh, kenapa hidupku seperti ini?" sesal Sisi dalam hati, "Apa aku harus menggelandang begini!" Perlahan air matanya mulai membasahi pipinya.

Dalam batinya Sisi mulai bimbang, harus kembali untuk menikahi pria yang tak dicintainya atau harus terus menggelandang tanpa sepeserpun uang di tangannya.

Hujan malam itu turun dengan deras membuat Sisi mulai kedinginan meski mantel hitamnya cukup tebal menutupi tubuhnya, perlahan matanya mulai mengantuk dan diapun mulai terlelap.

Sebuah mobil berhenti tak jauh dari tempat Sisi meneduh, matanya segera terbuka lebar. Dari lampu mobil, mata Sisi segera dapat melihat seseorang di seret turun dari mobil hitam itu dan di jatuhkan dengan kasar.

Brak...

"Turun kau dasar manusia tak berguna!" teriak seorang pria dari dalam mobil lalu meludahi sesosok pria yang dia lempar tadi.

"Eh, kenapa dengan pria itu!" Tanpa banyak berpikir Sisi segera bangkit dari tempatnya terlelap dan mendekati tubuh pria tinggi besar yang terjerembab.

Wanit muda itu segera membalikkan badan pria itu yang sekujur tubuhnya mengelurakan bau alkohol yang sangat tajam.

"Tuan, kau tak apa, kan?" tanya Sisi perlahan sembari mencoba melihat kondisi pria itu dalam gelapnya.

"Siapa kau?" tanya pria dengan sisa tenaganya.

Saat melihat kondisi pria asing itu, seberkas cahanya membuat mata Sisi berhasil melihat baju pria itu yang ternyata bersimbah darah.

"Oh, Tuan. Kau berdarah!"