73 "Shishou..?!" (1)

Wander memutar tombak di tangannya untuk menahan serangan yang akan datang.

Tapi Kritikus begitu cepat! Pena besinya seakan telah berubah menjadi seribu, menciptakan ilusi serangan massal, untungnya, Wander pernah melihat teknik yang mirip begitu sebelumnya.

Tiga suara logam beradu, dan tiga serangan pena yang sebenarnya bisa ditangkis keras!

Kritikus berseru kaget, tapi sebenarnya itupun bagian dari tipuan khasnya: karena mulutnya menyemburkan cuka murni penuh berisi Khici ke wajah Wander.

Wander menyambar ke kanan dengan kecepatan menakjubkan, lolos dari semburan maut itu, tapi ia tidak bisa meloloskan diri dari serangan kipas besar dan kendi tembaga itu.

Ia menangkis sampai tombaknya patah dua, tapi bahunya terkena ujung kipas. Ia mundur teratur sejenak.

Baik Jenius dan Kritikus akhirnya mendarat. Mereka merendeng. "Aiyo! Itu kemampuan aneh betul!"

"Che! Ia hanya beruntung. Orang-orang muda jaman sekarang… Tidak menghargai cuka bagus…."

Wander berkeringat dingin. Kemampuan dan tenaga mereka jauh di atas Arnoss dan kawan-kawan! Lebih menakutkan lagi, kerja sama mereka begitu apik. Ia seperti melawan satu badan bertangan empat ketimbang dua orang.

Si Jenius mendadak membelakangi Wander dengan santai. Wander langsung melompat mundur, ketika sebuah ayunan kipas menghantam tempat ia tadi berdiri! Di udara ia sudah ditemani Kritikus yang melepaskan tujuh tusukan pena besi dalam satu kedipan.

Wander menangkis tujuh tusukan dengan patahan tombaknya. Sekarang tombaknya sudah tinggal serpihan. Ia melemparkannya ke arah Kritikus.

Ia mendadak melihat kendi tembaga itu melesat ke arahnya! Ia memukul jatuh kendi itu, tapi betapa kagetnya ia saat melihat Kritikus dengan mustahilnya melompat lagi dan berubah arah di udara! Sepertinya ia bisa melangkah di udara!

Rusuk Wander bagai keseterum saat ujung tumpul pena Kritikus menghantamnya!

Dengan marah Wander menggenggam pena itu kuat-kuat! Mengalirkan listrik!

"Argh!" Wajah Kritikus sontak pucat, tapi sebuah serangan kipas yang tertutup hampir menghancurkan kepala Wander! Segera ia melepaskan pena itu dan menghindar! Sesaat matanya melihat sebuah kendi yang melayang di udara.

Wander mendarat dengan ekspresi wajah kesakitan. Diikuti mendaratnya dua buah kendi dan si Kritikus.

"Aiyo! Ia pakai trik kita juga buat lari…"

"Orang bijak bilang… Kalau mereka terlalu cerdik, mereka akan dicabik tipuan mereka sendiri."

"Sungguh rima yang sempurna, Kakak. Cerdik dan cabik."

Wander masih memegangi rusuknya. Tidak ada yang patah tapi rasanya begitu sakit. Ia juga sadar bahwa tadi ada dua kendi, yang satu dilempar ke arahnya, yang satu untuk menjadi pijakan kaki Kritikus di udara! Tipuan itu hampir membunuhnya. Wander menyadari bahwa semakin lama ia bertarung, ia akan makin kewalahan.

Tapi ia juga tidak hilang akal. Ia membuka kedua telapak tangannya dan ia sorongkan ke depan ke arah titik di mana hawa tenaga kedua saudara kembar itu anehnya saling menyatu bagai terowongan kecil, "T-tunggu sebentar!"

"Ada apa? Mau menyerah?"

"Kalian mengerubutiku dua lawan satu begini! Tidak adil!"

"Apanya yang adil dan tidak adil? Kami bersaudara tidak pernah peduli dengan omongan orang!"

"Betul! Jika dunia ini adil, kita tidak akan berlaga. Malah, kita akan melihat bunga dan minum teh sama-sama. Ah, betapa indahnya!"

"Penipu! Kau juga ikut merusak taman ini!"

"Ay! Siapa bilang kita suka bunga-bungamu? Kami suka bunga dalam lukisan!"

"Cukup ngobrolnya! Mampuskan ia!" Toto berkata.

"Maaf, Bung. Tugas memanggil, tangan bertindak," Si Jenius tersenyum sinis. Kritikus menggumamkan sesuatu soal bakat yang sia-sia dan mati muda ketika mereka berdua maju bersamaan lagi.

Wander mengatupkan telapak tangannya dan menariknya seperti ia menghela jala ikan. Tepat saat itu juga, si kembar mendadak merasakan sesuatu mendadak ada yang salah!

Mereka baru akan menjepit Wander dari kiri dan kanan, tapi betapa anehnya, pengaturan waktu serangan, kontak batin antar mereka terputus sejenak.

Sinkronisasi mereka bergeser, sedikit sekali, tapi fatal…

Jenius mengerang ketika Wander menendang kendi tembaga di tanah untuk menangkis serangan pena Kritikus.

Kritikus tak kalah kaget saat ia heran kenapa serangan kipas adiknya agak terlambat sedikit!

Wander menerjang ke depan dengan kedua tangan berdesir penuh arus listrik! Ia malah memakai serangan kipas sebagai batu loncatan untuk bersalto ke depan.

Kedua musuhnya masih menerjang ke depan, dengan wajah kaget dan tidak percaya saat pena dan kipas mereka saling tersangkut!

Wander di tengah udara melepaskan Pukulan Unggas Petir.

Dua pilar listrik menyambar ke arah kedua ahli bela diri itu dengan kecepatan menakjubkan! Hebatnya, kedua pesilat itu masih bisa menghindar dari sambaran telak.

Mereka berdua terlempar ke samping seperti daun yang tertiup angin kencang.

Wander mendarat dan segera menyambar ke Jenius! Orang tua berbadan subur itu mendarat agak gontai, terutama setelah kehilangan kipasnya. Ketika melihat Wander menerjang, ia mendadak menimpukkan kendi lainnya.

Kendi itu melesat hanya selisih serambut dari telinga Wander!

Pemuda itu mendadak berbalik menghajar kendi itu, menambah laju Kendi itu ke belakangnya, tepat ke Kritikus yang sedang membokongnya.

Si Jenius hanya bisa menjerit, "Tidaaaaaak!"

Tapi terlambat sudah! Kendi itu melesat bagaikan komet dan mengenai dada Kritikus dengan telak. Pesilat cebol itu sampai muntah darah dan mental ke belakang. Dengan marah si Jenius menerjang ke depan, kekuatannya bagaikan berlipat ganda oleh amarah.

Tinjunya menghantam punggung Wander yang terbuka lebar, tapi rasanya seperti meninju pilar berlumuran minyak. Tinjunya tergelincir mendadak oleh puntiran tubuh Wander yang bagaikan gasing, dan mendadak si Jenius melihat selarik cahaya biru telah menghantam pundaknya.

Si Jenius terlempar ke belakang dengan dahsyat, sampai menabrak tumpukan tanah dan petak bunga, baru berhenti setelah terseret dua puluh meter jauhnya.

Mata Wander dipenuhi nafsu bertarung saat ia mengejarnya, tapi mendadak Kritikus sudah menghalangi jalannya, berdiri di depan tubuh saudaranya yang pingsan.

"Berhenti! Kami… mengaku kalah!"

Wander mengerem dan akhirnya bisa menghentikan dirinya. Darahnya terasa berdesir sampai ke ubun-ubunnya. Darah menetes dari robekan di telinganya dan tinjunya. Ia gemetar hebat antara napsu merusak dan berdamai.

"Jika salah satu dari kami kalah… Kami sudah kalah. Biarkan kami pergi…" Kritikus berbicara dengan senyum pedih. Darah mengucur dari mulutnya.

Wander mengangguk, masih terengah.

"Tapi ketahuilah bahwa kemampuan iblismu… Cuih!... takkan mengalahkan kami lagi lain kali!" Kritikus menyumpah.

Kesempurnaan kerja sama mereka berasal hubungan batin yang unik antara saudara kembar. Tapi keistimewaan itu bisa dikacaukan oleh Wander dengan jurus pelumpuhnya tepat di titik penyatuan aura Khici mereka. Kemampuan unik mereka malah menjadi bumerang bagi mereka!

Sambil membawa saudaranya yang pingsan dan bertubuh jauh lebih besar itu, si Kritikus segera berkelebat dan hilang. Begitu ajaib.

Wander melihat ke sekeliling dan baru menyadari bahwa taman itu sudah sepi dan senyap. Ia terlalu terpaku pada pertarungan sampai lupa memperhatikan sekitarnya! Mendadak ia melihat asap dan api berkobar dahsyat dari dalam wisma!

Wander bagai hilang akal. Ia berlari ke arah rumah gurunya. Ia melihat kerumunan prajurit di sekitar Rumah Besar itu, meluncurkan panah berapi dan obor-obor membara! Ia melabrak mereka bagaikan angin puyuh! Di antara kekacauan ia melihat Toto berlari masuk ke dalam Rumah Besar!

Ia mengejar bagaikan kesurupan, tapi ia mendadak terjegal sesuatu dan ia terpelanting ke depan bagaikan roda lepas! Ia membentur sampai tembus pintu masuk Wisma!

Bintang-bintang, api, cahaya terang, membutakan penglihatannya sesaat akibat tumbukan begitu keras. Ia memaksa dirinya bangkit, berusaha menaksir apa yang terjadi. Api menyala membakar setiap tirai, dan Ruang Utama porak poranda. Bahkan sampai ke tangga sudah dijebol dan rengkah, barang-barang jarahan dan potongan kayu berserakan di lantai.

Tapi tidak seorangpun di sana… Bahkan tidak ada Toto!

Mendadak lampu kristal jatuh!

Wander berguling agak sedikit terlambat, dan momen bagaikan membeku ketika suara pecahan kaca dan kristal bertabrakan dengan lantai. Aneka serpihan tajam terbang dan menggurat serta menyusup tembus kulit Wander!

Kenapa? Reaksinya begitu lambat…

Berdarah-darah, Wander bangkit dan akhirnya ia melihat sosok Toto muncul di depan pintu masuk. Wander sadar bahwa ia sudah keburu dipancing ke dalam…

Toto melihat Wander dengan penuh kepongahan, wajahnya tampak malah mengasihaninya, "Aku lihat kamu bahkan bisa mengalahkan Si Kembar. Aku salut padamu."

"K-kau?!" Wander berteriak.

"Namaku Toto. Ingat nama itu, Wander?"

Emosi Wander menyala mengerikan mendengar nama itu!

Ia menerjang ke depan tapi ia terhenti seketika sesaat kemudian… Ia hanya bisa berdiri di sana, tercengang.

Wajahnya berubah pucat dan pasi. Ia merasa nyawanya bagaikan terbang saat ia melihatnya…

*

Toto berbicara pada sosok yang telah berdiri di sampingnya. Sosok itu dengan tenang membuka kerudungnya.

Di bawah sinar surya nan keemasan yang menyusup masuk ke dalam Wisma itu… di antara kerlip dan bara api yang mulai dengan rakus menggeragoti bangunan itu, Wander melihat wajah yang sangat akrab dengan dirinya itu mengangguk perlahan.

Sinar di mata Shishou-nya kini menatapnya, menakarnya sedingin gunung es.

Suara Toto bergema dalam gendang telinga Wander begitu jelas sampai ia mengira bahwa ia tertembus pisau tepat di jantungnya, mencabik jiwanya tanpa ampun.

"Jie Bi Shinjin, bunuh Wander!"

avataravatar
Next chapter