webnovel

Jendral John Willem

Di malam purnama hari itu. Tama sedang mengunjungi pasar malam bersama Nadia. Suasana pasar malam itu cukup ramai. Disana ada pedagang pakaian, aksesoris, tas, dan ada beberapa wahana permainan. Disana Kirana, Denok dan Limbur mendirikan sebuah tenda. Ternyata pekerjaan Kirana selama ini adalah menjadi seorang peramal di pasar malam.

Limbur dan Denok membuat booth pendaftaran pengunjung di depan tenda itu. mereka berdua lah yang memasarkan jasa meramal keberuntungan. Ramai sekali yang mengunjungi booth pendaftaran, karena banyak anak muda yang ingin di ramal nasibnya.

Tidak hanya anak muda. Ada juga pengunjung lanjut usia yang ikut mengantri di booth pendaftaran.

"Silahkan masuk kek", ajak Denok.

"Terima kasih nak"

Kakek itu masuk ke dalam tenda, dan menemui Kirana. Kirana duduk di sebuah kursi, ia meletakan kedua tangannya diatas meja. Diatas meja itu ada dupa dan baskom berisi air kembang. Kirana memakai baju kerajaannya yang berwarna hijau. Rambutnya terurai panjang dengan tusuk konde yang menggantung di rambutnya bagian atas.

Kemudian Kirana mempersilahkan kakek itu untuk duduk dihadapannya.

"Saya ingin tau berapa lama lagi usia saya, apakah penyakit saya bisa di sembuhkan?", tanya kakek itu.

Kirana mulai mengaduk - aduk baskom berisi air dan kembang yang ada di atas meja nya. Ia memejamkan matanya sejenak. Lalu kemudian ia membuka kembali matanya.

"Apakah anda ingin jawaban jujur?", tanya Kirana.

"Ya, jujur saja padaku. Aku yakin usiaku tidak lama lagi", jawab kakek itu.

Kemudian Kirana memberitahunya jika kakek itu akan meninggal di bulan purnama minggu depan. Tetapi Kirana memberi tahu bawa ia tidak perlu khawatir dengan cucu nya yang masih kecil. Nanti akan ada pasangan suami istri yang akan mengasuhnya dengan baik.

"Kalau begitu, saya akan rela menerima takdir ini. Sebelumnya saya takut cucu saya tidak ada yang merawatnya, karena dia yatim piatu".

"Anda tidak perlu khawatir, besok pukul 9 pagi, datanglah ke taman cempaka, anda akan menemui pasangan itu disana", kata Kirana.

"Terima kasih nona, semoga Tuhan memberkatimu"

Kakek itu berjalan keluar dari tenda. Ia berjalan dengan pelan - pelan. Kemudian Denok datang dan membantu kakek itu untuk keluar dari tenda.

"Tuhan memberkatiku? aku menunggu hari itu", kata Kirana.

Sementara Tama dan Nadia yang sudah lebih dulu keluar dari Tenda Peramal milik Kirana, masih tidak percaya bahwa bos nya ternyata tukang ramal di pasar malam.

"Ternyata jadi peramal bisa bikin kaya juga ya, wajar sih, antriannya sepanjang itu", kata Tama.

"Tapi aku tidak percaya dengan ramalan mbak - mbak tadi, masa dia bilang aku akan jatuh cinta pada pria lain, itu tidak mungkin", kata Nadia.

"Benar, Kirana memang tidak dapat dipercaya".

"Kirana?"

Nadia merasa terkejut dengan ucapan Tama. Tama sepertinya akrab dengan peramal tadi, padahal ia baru saja bertemu hari itu. Tetapi Tama dengan cepat mengalihkan pembicaraan sehingga Nadia pun melupakannya.

Saat mereka sedang berjalan diantara pedagang di pasar malam, Tama melihat seseorang yang wajahnya mirip dengan Jendral John Willem. Pria bule itu berjalan dengan 2 orang turis lainnya. Tama berkata di dalam hatinya : "Wajah itu, sepertinya aku pernah melihatnya".

Akhirnya Tama pun mengingat bahwa wajah yang ia lihat adalah wajah Jendral John Willem yang masuk ke dalam mimpinya. Kemudian Tama menarik tangan Nadia dan berjalan dengan cepat karena ia ingin mengikuti pria yang wajahnya mirip dengan Jendral John Willem.

"Tam, kita mau kemana nih, kok buru - buru banget?", Tanya Nadia.

"Sebentar, ada yang perlu aku pastikan".

Meskipun Tama sudah berjalan dengan cepat, ia tetap tidak dapat mengejar pria yang wajahnya mirip dengan Jendral John Willem. Ia telah kehilangan jejaknya.

Malam sudah semakin larut, Tama dan Nadia sepakat untuk menyudahi kencan pertama mereka. Tama pun mengantarkan Nadia pulang kerumahnya. Setelah itu ia pun pulang ke Villa Putri.

Malam itu Nadia merasa bahagia karena telah bertemu dengan Tama, tetapi ia baru saja ingat jika ia lupa untuk meminta nomor hand phone Tama, karena nomor hp Tama yang sebelumnya sudah tidak aktif.

"Duh, kok aku bisa lupa minta nomor handphone nya, yasudahlah minggu depan juga dia pasti kesini lagi", Kata Nadia.

Tama sudah sampai di Villa Putri. Ia datang lebih dulu, sementara Kirana, Denok, dan Limbur belum kembali dari pasar malam. Tetapi Tama tidak langsung menuju kamarnya untuk tidur. Ia duduk di ruang kerja Kirana untuk menunggu Kirana.

Jam menunjukkan pukul 12 malam, Kirana dan lainnya baru tiba di Villa. Mereka membawa banyak perlengkapan kemudian meletakkannya di lantai.

"Haduh, lelah sekali, punggungku pegal semua", kata Kirana.

"Kalian sudah pulang?", tanya Tama.

"Huu lihat anak muda yang lagi kasmaran ini, enak sekali dia duduk dan bersantai di kursi ku".

Tama berdiri lalu membantu membereskan barang bawaan Kirana dan lainnya. Kemudian Denok memberikan kotak hadiah kepada Kirana.

"Putri, ini hadiah dari pengunjung, dia bilang ramalan Putri akurat sekali, jadi dia memberi ini sebagai tanda terima kasih", Kata Denok.

"Wihh apaan tuh?", tanya Limbur.

"Huhh.. sini,, sini,, kalau matanya Limbur langsung melotot pasti isinya uang", kata Kirana.

Kirana pun membuka kotak hadiah itu. Ternyata isinya bukanlah uang, melainkan emas batangan. Semua berkumpul memandangi isi kotak itu.

"Pantesan kau kaya sekali, ternyata tanda terima kasih aja dapat emas batangan", kata Tama.

****

Ke esokan harinya, Devan sedang mencari tahu sesuatu di internet. Ternyata ia mencari dukun yang bisa mengusir hantu.

"Wah, dapet nih,, Mbah Gendeng, lokasi dekat mall serang, loh kok ada dukun dekat mall, bukannya dukun adanya di gua ya, tapi nggak apa - apa, coba dulu".

Devan kemudian mengirim pesan kepada dukun yang ia temukan di internet tersebut. Lalu ia membuat janji temu dengan dukun itu. Ia tidak menyadari bahwa saat itu ada Tama yang sedang berdiri dibelakangnya.

"Van.. van.. mau aja kau di tipu, mana ada dukun di samping mall", kata Tama.

"Duh kok gue merinding di siang bolong ya.. Tama,, Tamm..."

"Ape broo.."

"Duh jangan - jangan ada Tama lagi disini".

"Iya ini gue di belakang lu"

"Tammm.. kita kan sobatan, kok lu nakutin gue sih... Emaaaaaaakkkkkk". Devan berteriak lalu ia berlari ke kamarnya.

Devan langsung mengunci kamarnya dan merebahkan badannya diatas kasur. Ia menutup kepalanya dengan bantal.

"Ah payah nih si Devan, gue cuman mau pinjem laptop tau", kata Tama.

Setelah itu, Tama mulai mencari tahu tentang sejarah Jendral John Willem. Ia pun menemukan beberapa informasi. Situs web dari dunia menyebutkan bahwa mayat Jendral John Willem dibuang ke danau. Setelah itu utusan dari belanda datang mencari jasadnya, tetapi mereka tidak berhasil menemukannya.

"Oh, mungkin karena Kirana telah mengambil jasadnya"

Kemudian Tama pun mencari tahu tentang Kirana di Internet, tetapi ia tidak mendapat banyak informasi.

"Sepertinya keluarganya menutupi kisah hidupnya, sehingga tidak ada catatan sejarah mengenai dirinya".

Setelah mendapatkan beberapa informasi, Tama pergi meninggalkan kost Devan, namun ia lupa untuk menutup halaman website yang ia kunjungi sebelumnya. Devan terkejut saat ia melihat laptopnya.

"Villa Putri di banten? sepertinya aku tadi tidak mencari ini", kata Devan.

Next chapter