1 Pertemuan

Bab 01

Seorang anak kecil terlihat sedang menjalankan sebuah ritual yang harus dia selesaikan meskipun hujan turun begitu lebat. Dia sedang mengungkapkan kesedihannya atas kepergian ayahnya yang juga seorang Raja. Dia adalah putra mahkota yang sedang melakukan ritual terakhir setelah pemakaman sang ayah.

Orang di sekitarnya menatap iba saat seorang anak berusia 10 tahun sudah harus melakukan hal yang seharusnya orang dewasa lakukan. Namun, itu sudah menjadi tanggung jawabnya saat gelar putra mahkota melekat pada dirinya.

Bukan hanya orang yang melihatnya iba, beberapa orang menatapnya marah, mengutuk bahkan menginginkan anak kecil itu juga ikut mati bersama sang ayah. Mereka berpikir, bagaimana putra seorang selir dipilih menjadi putra mahkota. Alasannya karena putra sang Ratu masih begitu lemah untuk menyandang gelar putra mahkota. Itu yang membuat pertentangan dalam kerajaan, saat putra mahkota terpilih karena dia menjadi putra terbesar dari beberapa putra yang Raja miliki.

"Kau itu tidak pantas menjadi Raja, kau hanya putra seorang selir kerajaan. Ingin sekali aku membunuhmu, kau menjadi penghalang putraku." Kata-kata itu yang selalu putra mahkota ingat, Ratu mengatakan hal itu sebelum ibu suri menyuruhnya keluar istana setelah mengetahui bahwa dia merencanakan untuk membunuh Putra Mahkota, setelah ibu suri memberinya gelar itu.

Putra Mahkota tidak bisa memilih, apa yang sudah ibu suri katakan, itu menjadi suatu keharusan untuknya menjadi seorang Raja. Di usianya itu, gelarnya berubah dari putra mahkota menjadi Raja. Dan sejak saat itu harinya menjadi berubah, dia  bahkan merasa kalau dia dituntut untuk melakukan tugasnya meski dia tidak mau.

Dia dididik menjadi sempurna. Setiap yang diajarkan itu membuatnya menjadi pribadi yang dingin, kaku, tertutup dan menjadi dewasa sebelum waktunya.

Masa kecilnya habis dengan belajar dan belajar, sampai dia tumbuh menjadi pria yang matang dan tentu berwibawa. Seorang Raja yang sangat di idolakan masyarakatnya karena ketampanan dan juga kepintaran yang dia miliki.

***

Dia, Arjuna Kertawijaya. Raja ke 10, keturunan Raja Pandu Kertawijaya dengan selir Pritha Dewi dari kerajaan Kertawijaya. Kerajaan terbesar dan terkuat kepemimpinannya. Meskipun setelah Raja Pandu Dewanata sudah tutup usia.

Di usianya ke 28 tahun, Arjuna Kertawijaya sudah banyak melakukan tugas kerajaan. Di kenal menjadi seorang Raja yang sangat tampan, tidak jarang dia mendapatkan bunga bahkan hadiah lain, banyak yang cinta dengan Raja Arjuna. Namun, tidak semua orang menyukainya, beberapa orang ingin menjatuhkannya, bahkan ada yang akan membunuhnya. Selain menjadi seorang Raja, dia menjadi pemimpin tertinggi di pasukan militer kerajaan. Dia melatih dirinya dengan sangat keras sampai dia terkenal dengan keahlian nya memainkan pedang bahkan senjata lainnya.

Dia memiliki hobi yang extrim, dia suka menyalurkan hobinya saat dia ada waktu, seperti Rock Climbing, dia berani melakukannya tanpa pengaman yang lengkap. Dia suka hal yang begitu menguji adrenalin. Namun, semua itu tidak ada apa-apa nya ketika ibu suri, nenek kesayangannya itu menagih dirinya agar segera menikah. Dia bukan Raja yang mau menuruti adat, apalagi masalah perjodohan. Dia menolaknya mentah-mentah saat ada yang menjodohkan dirinya. Tidak sekali dia menolak putri darah biru yang sengaja ingin menjalin hubungan erat dengan kerajaan Kertawijaya.

"Apa Yang Mulia ingin melihatku meninggal terlebih dulu setelahnya Yang Mulia bisa menikah? Kasihani nenek tua ini, saya hanya ingin melihat Yang Mulia menikah dan mendapatkan cicit dari anda," ujar Ibu Suri.

"Bukankah Pangeran Agung Kertawijaya sudah memberikan Anda seorang cicit, dan itu sama saja."

"Kenapa Yang Mulia selalu keras kepala, Nenek ingin Anda menemui seorang gadis nanti malam."

"Ibu Suri-"

"Tidak ada penolakan lagi, setidaknya lakukan apa yang saya inginkan. Anggap ini permintaan wanita tua yang akan menemui ajalnya."

"Nenek-"

"Ya, Saya nenek Anda, jadi turuti apa yang nenek anda inginkan."

Arjuna menghela nafas, dia selalu tidak ingin mendengar Ibu Suri yang membahas tentang perjodohan. Arjuna tidak ingin memiliki komitmen dengan seorang wanita dan memiliki keluarga. Arjuna berpikir kalau saja dia menikah, musuh yang selama ini mengincarnya akan dengan mudah membuatnya lumpuh. Dan semua yang sudah Arjuna relakan selama ini sia-sia.

Masalah Tahta yang seharusnya bukan miliknya saja seperti menjadi kutukan untuknya, bagaimana dia harus menjalani beban lain saat dirinya mempersunting wanita yang akan menjadi teman hidupnya.

***

Arjuna melangkah ke sebuah tempat yang Neneknya maksud untuk menemui seseorang. Dia tidak bisa menolak permintaannya kali ini. Hanya dengan seorang ajudan yang selalu bersamanya, Arjuna pergi menemui wanita pilihan Neneknya itu. Dia sengaja menyamar, karena dia ingin tahu bagaimana karakter wanita pilihan Neneknya itu.

Saat berjalan masuk, Arjuna melihat seseorang di tampar oleh seseorang di depannya. Dia bahkan memaki perempuan yang ada di depannya tanpa sungkan.

"Kau berani sekali denganku, pelayan sepertimu itu tidak berguna." Orang itu terus mencaci maki pelayan yang sudah terduduk menghadap pada wanita yang mencacinya.

"Maafkan pelayanan kami nyonya. Saya mohon maafkan dia."

"Kau tahu siapa diriku?" Dengan sombongnya wanita itu menunjukkan kualitasnya, "Kalian begitu menghina ku, panggil manajer kalian kemari."

Arjuna masih menatap dari jauh apa yang wanita itu lakukan, "Maaf Yang Mulia, apa sebaiknya kita ke tempat lain saja?" tanya ajudan Arjuna. Tanpa menjawab Arjuna masih menatap wanita itu.

"Kau--" Wanita itu sudah mengangkat tangan, saat seorang wanita lain memegang tangan wanita yang akan menampar perempuan yang memohon ampun atas kesalahan yang dilakukan.

"Hentikan, apa Anda tidak mau dengan yang Anda lakukan saat ini?" ujar wanita itu.

"Lancang sekali kau memegang tanganku!" Wanita itu menarik tangannya dengan kasar.

"Sebaiknya kita selesaikan ini di ruangan manajer." jawab wanita itu.

"Tidak! Aku ingin pelayan ini meminta maaf padaku sekarang!" gertak wanita angkuh itu. Dia bahkan mendorong wanita yang menangkis tangannya itu.

Arjuna yang sejak tadi menatap wanita itu kemudian berjalan menghampiri mereka. Dia tidak memperdulikan larangan ajudannya untuk tidak ikut campur.

"Aku pikir ini restoran mewah, tapi aku salah. Di sini seperti ajang pukul." Arjuna membuka kaca mata yang di kena kan nya membuat beberapa orang di sana tertunduk hormat dengan kedatangannya.

"Maaf Yang Mulia atas ketidaknyamanan nya, hamba mohon maaf, ini tanggung jawab hamba."

"Apa kesalahnya sampai Anda mempermalukannya di depan umum?"

"Dia mengotori baju yang hamba kenakan, ini baju mahal. Dia tidak akan mampu membelinya." Wanita angkuh itu masih saja tidak terima karena noda kopi yang tidak sengaja terkena di gaunnya.

"Berdirilah, bukankah kau sudah meminta maaf. Itu sudah cukup!" Arjuna menyuruh pelayan itu untuk berdiri. Namun, dia enggan untuk berdiri karena merasa takut. Ini bagai hidup dan matinya.

"Aku tidak akan mengulangi ucapanku!" tegas Arjuna.

Dengan bantuan wanita yang sepertinya dia manajer di restoran itu, pelayan itu berdiri seperti perintah Arjuna.

"Aku tidak akan takut, meskipun Anda seorang Raja. Dia yang bersalah, dia berhak mendapatkan itu." Dia sungguh arogan.

"Kalau aku yang melakukan hal seperti yang dia lakukan, seperti ini, bagaimana?" Arjuna mengambil cangkir yang ada di sampingnya dan menuangkan ke gaun milik wanita angkuh itu. Membuat yang ada di sana terkejut dengan yang Arjuna lakukan.

"Apa maksud Anda? Anda--"

"Haruskah aku meminta maaf seperti yang pelayan itu lakukan sekarang?" Arjuna membuat wanita angkuh itu terdiam. Bagaimana bisa wanita angkuh itu menyuruh Raja negeri ini tunduk dan meminta maaf padanya.

"Aku ingatkan kepadamu, setinggi apa status sosialmu tidak lebih tinggi dari harga diri setiap orang. Anda tidak berhak melecehkan pelayan itu." Arjuna menunjukkan sisi positif nya sebagai seorang Raja, dia mengayomi orang yang tertindas tidak memandang kasta.

"Pergi sekarang atau Anda mau ajudan ku menyeret Anda keluar dari sini!" tegas Arjuna. Dia terlihat sangat kharismatik, apa yang keluar dari mulutnya seperti keharusan, dan memang seperti itu adanya. Sebab, dia seorang Raja.

Wanita angkuh itu pergi begitu saja dengan perasaan kesal. Dia dipermalukan oleh Arjuna di depan umum. Namun, itu kesalahannya. Bagaimana dia bisa memperlakukan pelayan itu dengan kasar hanya karena noda kopi yang terciprat di gaunnya.

"Terima kasih, Yang Mulia," ujar pelayan itu.

"Mana manajer mu?"

"Hamba manajer disini, mohon maaf atas ketidaknyamanan Anda." Wanita yang tadi menolong pelayan itu adalah manajer restoran itu. Dia menunduk hormat pada Arjuna.

"Aku menghargai usahamu, aku pikir manajer akan memarahi bawahannya. Namun, aku salah. Kau membelanya."

"Bukan berarti pelanggan VIP lantas hamba harus menyudutkan pelayan saya untuk kesalahan yang tidak seberapa, Yang Mulia."

"Ya, benar juga. Aku salut dengan sikapmu itu." Arjuna melihat, manajer itu berani dan tegas. Dia melakukan apa yang seharusnya dilakukan bukan malah menyudutkan seseorang yang sudah berlutut meminta maaf karena kesalahan yang tidak seberapa.

***

Setelahnya Arjuna kembali ke tempat dimana dia ada janji dengan kenalan yang Neneknya maksud. Dari tempatnya duduk, dia menatap wanita tapi, manajer yang sudah ditemuinya.

"Yang Mulia."

"Bisa kau cari tahu siapa nama wanita itu?" 

"Manajer wanita tadi?" tanya ajudan Arjuna.

"Ya, siapa nama wanita itu?"

"Ada apa? Apa Anda menyukainya?" tanya sang ajudan.

Arjuna menatap ajudannya kesal, dia mulai berbicara konyol, "Saya hanya bertanya, Yang Mulia," jawabnya.

"Selamat malam, Baginda Raja." Seorang wanita berjalan ke arah Arjuna. Sepertinya dia wanita yang Ibu Suri maksudkan.

"Maaf hamba membuat Anda menunggu lama."

Arjuna tertegun dengan sosok yang di depannya, dia tidak berkata apa-apa saat wanita di depannya tersenyum manis pada Arjuna yang menatapnya terkejut dengan wanita yang dilihatnya itu.

"Kamu disini?" ujar Arjuna.

"Apa kabar? Senang bertemu denganmu, Yang Mulia."

To Be Continue..

avataravatar
Next chapter