webnovel

TACENDA

Rara dan Adi sudah tinggal bersama selama tiga tahun. Mereka orang asing yang menjadi keluarga. Adi merasa hutang budi dengan keluarga Rara. Sejak ketiga kakak Rara pindah tempat tinggal, mereka benar-benar tinggal berdua. Apa saja yang akan terjadi?

Nrahayoe · Urban
Not enough ratings
3 Chs

Keributan Baru

Angin pagi di jemuran lantai dua terasa hangat. Rara berjemur dan mengeringkan rambutnya. Rara membalas pesan media sosial dari temannya. Tiba-tiba matanya terbelalak. Ia bergegas masuk ke dalam. Rara mencoba membangunkan Adi yang tidur di depan tivi. Tapi gagal. Bel pintu terus berbunyi. Rara pergi menuruni tangga menuju ke pintu gerbang. Dua orang teman rara sudah ada dibaliknya.

"sorry aku tadi gak denger bel pintu, yuk masuk"

"jadi kita nanti kan mau ngerjain bagian pembahasan, kita butuh tempat yang privat, jangan ada orang mondar mandir," kata Luci salah satu mahasiswi yang rajin dan pintar di kelas rara.

"semalem kamu bilang di rumahmu gak ada orang kan?" kata devi salah satu teman rara yang terobsesi dengan mahasiswa tampan di kampus.

"aaa.. iya, kakakku ada acara keluarga besar, bisnis," kata rara sambil mengarahan teman-temannya ke lantai dua. Ia ingat adi masih tidur di depan tivi. Rara bergegas mendahului teman-temannya.

"Di! Bangun! Ada temenku! Di!"

"aku baru pulang tadi subuh ra, pesen makan aja,"

"Di! He! Ada temenku! Bangun dong! Pindah kamar!" rara memaksa, adi mengarahkan tangannya ke kepala rara dan mengcak rambut rara dengan mata yang terpejam.

"ra, kamu keramas ya? Keringin dulu, nanti masuk angin," adi masih belum membuka matanya.

"ishhh....dasar," Rara yang kesal lalu bangkit dan mengajak temannya masuk kamarnya. Smentara itu devi dan luci hanya mematung dengan mata terbelalak dan mulut terbuka. Rara yang menyadari kecurigaan teman-temannya berusaha menjelaskan.

"ah.. ini Adi, dia... Adi, yah Cuma Adi," rara mempersilahkan teman-temannya masuk kamarnya.

"dia siapa ra?" tanya luci

"Adi," jawab rara singkat

"iya ra, apa hubungan kalian? Kalian pacaran?" tanya devi yang membuat rara harus menjelaskan lebih banyak.

"bukan bukan... jadi dia Adi, adi adalah adi. Hubungan denganku? Kami tinggal serumah, Cuma itu,"

"kamu kumpul kebo?" tandas devi

"enggaklah! Jadi begini, aku jelasin panjang gak papa kan? Apa gak mengurangi waktu kerja kelompok kita?" rara berharap tidak perlu bercerita pada teman-temannya

"nggak papa, kita bisa nginap, lagian batas pengumpulannya masih dua minggu lagi," jawab luci

Rara pun mulai bercerita bagaimana awal mula adi tinggal di rumahnya. Setelah kisah yang cukup panjang itu mereka mulai mengerjakan tujua utama merea. Rara mencari kutipan di buku referensi, devi mencari informasi di internet dan jurnal online, sementara luci mengetik pekerjaan mereka.

....

Adi bangun dari tidurnya, ia merasa badannya berat. Adi turun dan mandi. adi yang hanya memakai celana pendek dan handuk di kepalanya keluar dari kamar mandi. ia memasak air dan mengambil cangkir. Mata adi tertuju pada rice cooker yang terbuka, tak ada nasi.

"ya ampun ni anak," adi menghela napas.

"ra! Masak nasi dong!" adi tak mendengar jawaban apapun. Adi yang kesal segera mematikan kompor dan naik ke lantai dua. Adi membuka pintu kamar rara.

"ra! kenapa gak masak nasi?" adi melihat kedua teman rara menatapnya dengan heran dan sedikit bengong. Adi merasa canggung dan malu, terlebih lagi rara tak menoleh padanya. Devi yang menyadari kecanggungan situasi ini mencabut earphone dari telinga rara tanpa mengalihkan pandangannya dari adi.

"kenapa?" rara menoleh pada teman-temannya lalu mengalihkan pandangannya kepada adi.

"he! Di! Jangan mesum dong! Kan ada temenku ngapain kamu gak pake baju?" rara melempar bantal pada adi yang langsung menutup pintu. Adi merasa malu pada teman-teman rara, tapi ia membiarkan semuanya berlalu.

"pesen makan ya! Aku masak nasi," teriak adi dari luar kamar rara dengan sedikit kesal.

Rara mencabut earphone dari ponselnya dan beranjak keluar kamar. Ia menyusul adi.

"sorry di... tadi tu temenku dateng pagi banget pas aku habis mandi," rara berdiri di depan adi yang sedang memegang cangkir kopinya. Rara mengatakan maaf sambil mendongak dan mengedipkan matanya. Adi meletakkan cangkir kopinya di meja, lalu menyandarkan kedua tangannya di meja. Rara ada di hadapannya. Rara masih tersenyum dan mengedipkan matanya. Adi semakin mendekatkan wajahnya pada rara. Sedangakan rara menarik tubuhnya ke belakang  untuk tetap menjaga jarak aman.

"ah... aku lapar, pesen ayam geprek!" kata Adi yang menjauhkan dirinya dari rara.

"Oke," kata rara singkat yang juga merasa sedikit canggung. Rara duduk di salah satu kursi meja makan, sedangkan adi kembali memasak air untuk kopinya.

"kamu... tadi subuh kenapa nangis?" Adi berusaha bertanya pada Rara.

"subuh? Oh... nonton drama, iya, nonton drama kok," Rara menjawab sekenanya

"Aku tau kamu bohong, kalau gak mau ngasih tahu ya gak papa Ra, kalau ada masalah kamu bisa cerita ke aku, Ra?" Adi menatap Rara yang hanya tertunduk.

"iya iya Di," jawab Rara singkat.

Selang satu jam makanan yang mereka pesan sampai. Kedua teman Rara turun dan menuju meja makan. Adi mengambil nasi an lauk lalu pergi ke ruang tengah.

"Adi mau makan dimana? Disini aja Di, sambil ngobrol," kata Devi. Adi hanya memandng ke arah Rara.

"sini aja," kata Rara. Adi menurut dan duduk di samping Rara. Mereka makan dalam diam hingga Devi membuka pembicaraan.

"jadi kalian sudah tinggal berdua selama sepuuh tahun?" mendengar ucapan Devi Adi pun tersedak lalu meminum air. Rara refleks menepuk pundak Adi.

"dulu perasaan kamu pas pertama kali diadopsi orang tua Rara gimana Di?" Luci menimpali pertanyaan Devi. Adi semakin heran dan curiga pada Rara.

"Ooh... Orang tua? Karena pas itu aku sudah sepuluh tahun awalnya sedikit canggung, tapi karena cinta dalam keluarga ini menghangatkan dinginnya hatiku dan menyembuhkan semua luka. Ternyata keluarga tak hanya tentang adanya orang tua dan anak, saudara pun keluarga. Begitulah, Rara sudah seperti adikku sendiri," Adi merangkul Rara yang sedang menikmati makanannya.

"Wah... so sweet," kata Devi yang kagum dengan hubungan Rara dan Adi. Teman teman Rara pulang sebelum petang. ini pertama kalinya Rara membawa temannya ke rumah. Adi merasa heran dan senang. Begitu saja.

Usai mandi Adi bersiap untuk pergi ke mini market, sedangkan Rara masih di dalam kamar mandi. sepanjang perjalanan Adi memikirkan alasan Rara berbohong pada teman-temannya. Mungkin Rara malu atau merasa canggung, batin Adi. Terdengar dering ponsel Adi dari saku, Rangga meneleponnya.

"kenapa mas?...oh.. masih mandi aku di luar nih, iya, hati-hati, oke," kata Adi pada Rangga di telepon. Selang beberapa  menit ponsel Adi berdering kembali. Panggilan dari Rara.

"kenapa?...Di depan gang, mau ke mini market, ...pembalut? Merek, warna, ukuran?... iya, " Adi menutup ponselnya lalu menyeberang menuju mini market.

Di rumah Rara sedang mencuci baju di mesin cuci dekat jemuran lantai dua. Biasanya Adi yang selalu mencuci pakaian Rara selain pakaian dalam. Keberadaan Adi membuat Rara bersyukur, karena sejak Adi tinggal di rumahnya, Rara tidak pernah merasa kesepian. Adi sudah seperti teman, sahabat, dan saudara bagi Rara.

Saat menjemur pakaiannya, Rara menjinjit untuk meraih tali jemuran. Terdengar suara pintu gerbang tertutup. Adi pulang membawa dua kresek besar belanjaan. Ia menaruhnya di meja makan, memasukkan susu, kola, dan beberapa botol minuman ke dalam kulkas. Beberapa bungkus mi instan ditaruhnya di laci. Adi menuju lantai dua dengan membawa pesanan Rara, pembalut. Adi melihat kamar Rara kosong. Ia mendengar suara baju basah dikikibas-kibaskan dari arah jemuran.

Adi melihat Rara di Jemuran, matanya tertuju pada perut Rara yang sedikit terlihat. Rara mengenakan kaos putih dan celana hitam super pendek yang sangat dibenci Adi. Adi langsung membalikkan badannya dan duduk di sofa depan kamar Rara. Ia menyalakan tivi.

Mendengar suara tivi menyala, Rara memanggil-manggil Adi, tapi tak ada jawaban. Rara pergi ke dalam untuk memastikan ada Adi di sana.

"woy, kalo dipanggil tu jawab," Rara menegur adi yang tak mengalihkan pandangannya dari tivi yang mnayangkan iklan. Rara berjalan ke arah Adi dan berdiri tepat di depannya. Adi membelalakkan matanya, menelan ludah, jantungnya berdegup gugup.

"Raaaaa!!!!" adi berteriak kemudian menutup wajahnya dengan bantal.

"kamu kenapa Di?"

"ngapain sih pake baju begituan?" Rara heran dan langsung menyingkirkan bantal dari wajah Adi. Mata adi tertuju pada Rara yang sedang membungkuk di depannya. Adi melihat samar-samar dada Rara, ia menelan ludah. Menyadari kegugupan Adi, Rara pun tersadar dan duduk di sofa di sebelah Adi.

"biasa aja dong, kalo malem biasanya aku juga pake baju ini, kan gak panas di," kata Rara.

"Aku yang kepanasan Ra, aku kan udah bilang jangan pake baju itu pas aku di rumah Ra!" Adi meluapkan kekesalannya pada Rara tanpa mengalihkan pandangannya dari tivi yang menyala.

"iya, tapi kenapa Di?" Rara bertanya dengan polos. Adi menoleh ke arah Rara, Ia menatap dalam-dalam mata Rara. Adi semakin mendekatkan wajahnnya  pada wajah Rara yang hanya membelalakkan matanya tanpa menghindar. Mereka bisa merasakan hembusan napas satu sama lain. Rara merasa geli di sekitar hidung dan bibirnya, begitupun Adi.

"kamu lupa kalau aku cowok?" kata Adi menggoda.

"Te... terus kenapa? Ini kan tertutup Di!" Kata Rara sembari mendorong tubuh Adi.

"tapi terawang Ra!"

"apanya? Kan aku masih pake daleman,"

"tapi kelihatan!"

"apanya? Dalemannya? Biarin dong lagian dalemanku gak vulgar kok,"

"perutmu tu kelihatan!" Rara melihat ke arah perutnya.

"iya... gak papa lah di, perutku bagus kok, gak buncit, mending aku aripada kamu tadi? Gak pake baju, Cuma pake bokser, pas ada temen-temenku lagi, mau pamer kalau perut kamu kotak-kotak? Iya?" Adi hanya melirik pada Rara yang bangkit dan masuk ke kamarnya.