1 Mulai Dari Awal

Kata orang cerita pada zaman SMA itu sangat berkesan, dan begitu juga menurut Eliza. Eliza seorang pelajar SMA yang berotak cerdas dan terkenal di sekolahnya. Dia terkenal bukan karena penampilannya ataupun karena kekayaan orangtuanya. Tapi murni karena prestasi. Parasnya biasa saja, badannya juga tidak terlalu istimewa, dia juga berasal dari keluarga sederhana. Kedua orangtuanya hanya bekerja sebagai pegawai negri. Namun, tiap ada perlombaan pasti Eliza yang mewakili sekolah. Bisa dikatakan Eliza itu adalah andalan sekolahnya.

Masalah pergaulan, dia tidak terlalu ramah. Temannya tidak telalu banyak, Eliza cendrung pemilih. Bahkan tidak sedikit yang mengatakan kalau dia sombong. Eliza tidak memperdulikan itu, karena menurutnya berteman dengan orang yang beda pemikiran hanya akan membuang-buang waktunya saja.

Mengenai hubungan asmara, Eliza lebih selektif lagi. Penampilannya memang biasa saja, tapi pribadinya seolah memiliki magnet untuk menarik perhatian dari lawan jenisnya. Banyak yang mendekatinya, banyak pula yang ditolaknya. Dan penolakan itu tidak berlaku pada Eric. Eric seorang murid pendiam, tidak terlalu pintar secara akademis namun cukup popular karena kekayaan orangtuaanya. Eric sudah membawa mobil sendiri ke sekolah ketika teman-temannya yang lain masih menggunakan sepeda motor atau bahkan naik angkutan umum.

Tidak sedikit yang mengatakan Eliza itu matrealistis, terutama para lelaki yang sudah ditolaknya. Hubungan Eliza dengan Eric yang tersebar di sekolah, sontak menjadi bahan pembicaraan diantara para murid.

"Serius Eric jadian sama Eliza?"

"Iya. Paling karena Eric dari keluarga kaya kan?"

"Bisa jadi, padahal Eliza biasa saja. Kenapa coba Eric mengejar perempuan seperti itu?"

"Mungkin biar tugas-tugas si Eric dikerjain sama Eliza."

"Maksudmu dimanfaatkan?"

"Iya."

Begitulah gossip yang beredar di sekolah. Namun Eric dan Eliza tidak menghiraukan. Karena mereka memang murni menjalin hubungan dengan melibatkan perasaan. Eric sering datang ke rumah Eliza, dan kedatangannya cukup menarik perhatian orangtua Eliza.

"El, yang datang tadi sore itu siapa sih?" tanya Fadila, Ibu Eliza.

"Ehmmm namanya Eric Bu," jawab Eliza berhati-hati.

"Ibu perhatikan dia sering main ke rumah, dia pacar kamu?"

"Teman kok Bu ...."

Fadila duduk di samping Eliza, menatap putrinya dengan senyum hangat membuat Eliza malu.

"Ibu tidak masalah kalau kamu dekat dengan dia. Asalkan kamu tidak lalai dengan kewajiban kamu sebagai pelajar."

"Iya Bu," jawab Eliza malu-malu.

"Dia anak orang kaya ya El?"

"Kok Ibu tanya gitu?"

"Ya Ibu lihat dari penampilannya, terus dia juga bawa mobil sendiri kan?"

"Tapi dia baik Bu, dia gak seperti anak-anak nakal gitu. Dia juga orangnya sopan, dia gak pernah pamer kekayaannya sama Eliza," jawab Eliza.

Eliza seolah tidak ingin pujaan hatinya mendapat penilaian buruk dari Ibunya, sehingga dia memberikan pembelaan. Jelas saja hal ini membuat Ibunya merasa geli.

"El, Ibu gak bilang kalau Eric itu nakal, sombong atau suka pamer. Ibu hanya tanya saja, dia anak orang kaya kan?"

Eliza tersipu, wajahnya merona.

"Tapi Ibu ingatkan, bergaul sewajarnya ya Nak. Jangan aneh-aneh dan jangan kelewat batas. Kita hanya keluarga sederhana, jangan sampai kita nanti direndahkan oleh orang lain karena hanya salah bergaul. Paham kan maksud Ibu?"

"Paham Bu, Eliza tahu diri kok Bu."

***

Menjelang kelulusan, Eliza mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikannya di Jogjakarta dengan mendapat jalur prestasi. Tidak tanggung-tanggung, Eliza berhak memilih jurusan yang dia minati antara Fakultas Kedokteran dan Fakultas Psikology. Setelah berdiskusi dengan kedua orangtuanya, Eliza memilih Fakultas Kedokteran.

Masuk ke Fakultas Kedokteran jelas memakan biaya yang tidak sedikit, orangtua Eliza juga paham akan hal itu. Namun, kedua orangtua Eliza yang bekerja sebagai PNS sadar betul ini merupakan kesempatan emas untuk masa depan putrinya. Segala persiapanpun dilakukan untuk putri semata wayang mereka.

Eric yang tahu kalau Eliza akan melanjutkan pendidikannya di Jogjakarta meminta pada orangtuanya agar memberikan izin padanya agar kuliah di Jogjakarta juga. Eric tidak ingin terpisah jauh dari Eliza. Karena keluarga Eric juga ada yang tinggal di Jogjakarta, dengan mudah Eric mendapat izin untuk kuliah di sana.

***

Empat tahun kemudian .…

Hubungan Eliza dan Eric berjalan dengan lancar, mereka saling mengisi. Terutama Eric yang benar-benar memperlakukan Eliza sebagai ratu. Jika ada masalah, pasti Eric yang terus mengalah. Dia selalu menomorsatukan Eliza dalam hidupnya. Apapun yang Eliza inginkan pasti dituruti.

Eric sudah bekerja di perusahaan milik keluarganya, sementara Eliza masih menjadi co-ass di salah satu rumah sakit di Jogjakarta. Seperti kebanyakaan co-ass, Eliza sangat sibuk dan lelah. Pergi pagi pulang malam, bahkan sering tidur di rumah sakit.

Hari ini kebetulan Eliza bisa pulang lebih awal dari biasanya. Eric menjemput dan mengajaknya sekedar makan malam.

"El, kamu capek ya?" tanya Eric yang sedari tadi memperhatikan Eliza.

"Kenapa? Kusam ya?" tanya Eliza balik.

"Enggak, aku lihat kamu makin hari makin kurus."

"Jelek ya?"

"Kok gitu sih, enggak dong El. Gak ada hubungannya dengan penampilan kamu di mataku. Kamu mau gimanapun juga tetap paling cantik kok buat aku."

"Gombal."

"Dibilangin susah sih kamu .…"

Eliza hanya mengerucutkan mulutnya, kemudian menyeruput minuman yang ada di depannya.

"Ric, aku jelek ya?" tanya Eliza lagi.

"Apa sih El? Pertanyaan gak penting deh."

"Serius … kamu malu gak ajak aku jalan? Kamu kan rapih, segar, sehat, bugar, cakep diidolakan banyak perempuan. Sementara aku kusam, kurus, jelek lagi .…"

"Husss … bicara apa sih. Aku gak suka kalau kamu mulai bicara seperti ini. Aku gak pernah permasalahkan penampilan kamu El, kamu jangan insecure gitu dong," tegas Eric.

"Tapi kan tetap saja, tiap jalan sama kamu aku jadi gak .…"

"Sudah! Jangan dibahas lagi, aku gak mau kita bicara masalah ini lagi. Masih banyak topik yang lebih menarik dibanding ini untuk dibicarakan."

"Iya deh iya .…"

"Terus gimana? Di rumah sakit lancar-lancar saja kan? Gak ada yang jadi beban di luar pelatihannya kan?"

"Lancar, sudah sadar diri kok kalau sekarang masih jadi pesuruh. Malah diperlakukan baik jadi terasa aneh saja."

"Kan gak semua dokter juga suka suruh-suruh kan, pasti ada yang baik. Kenapa harus merasa aneh?"

"Ehmmm iya sih. Eh tahu gak, di rumah sakit itu ada dokter yang baik, perhatian banget."

"Laki-laki?"

"Iya."

"Masih lajang?"

"Iya."

Eric diam, jelas dia sedang cemburu. Eric memang paling tidak bisa tahu kalau ada laki-laki yang sedang mendekati Eliza. Dia pasti takut, seolah-olah Eliza akan meninggalkan dia.

"Dia suka sama kamu ya?" tanya Eric dengan ketus.

"Apa?"

"Dokter itu suka sama kamu kan?"

"Astaga Ric, gak usah mulai deh. Dokter itu pada dasarnya memang baik, dia gak baik sama aku saja kok, sama yang lain juga dia baik. Dia tahu betul kalau jadi co-ass itu capek, jadi dia gak mau suruh-suruh kami terus."

"Oh." jawab Eric singkat.

"Gak usah berpikir aneh-aneh deh .…"

"Ya aku tahu El, gak sedikit yang dekati kamu. Mulai dari teman kampus kamu sampai teman co-ass kamu pasti ada kan? Kamu juga tahu aku, aku takut kehilangan kamu."

"Sudah deh Ric, aku itu capek seharian. Aku ketemu sama kamu, aku mau refresh otakku. Aku gak mau bahas yang berat-berat seperti ini, oke?"

Eric mengangguk.

***

Seiring waktu berjalan, Eliza sudah beradabtasi dengan lingkungan rumah sakit. Sekarang rumah sakit sudah menjadi rumah kedua untuknya. Hubungan Eliza dengan Rio, dokter lajang yang tugas di rumah sakit itu juga semakin dekat. Jika ada waktu, Rio sering mengajak Eliza berbicara, makan siang dan diantar pulang. Jelas sekali, Rio menaruh hati pada Eliza. Berbeda dengan Eliza, dia sama sekali tidak ada perasaan dengan Rio, tapi dia sadar Rio dapat membantu segala urusannya di rumah sakit dan ujian sertifikasi nanti.

Eliza memanfaatkan perasaan Rio, dia berpura-pura membalas segala perhatian Rio. Tentunya kedekatan mereka ini tidak diketahui Eric. Eliza menyimpannya rapat-rapat.

avataravatar
Next chapter