webnovel

Akur Kembali

Pukul 5 sore, Eliza sudah sampai di rumah. Saat turun dari mobil, dia melihat mobil Eric terparkir di sana.

"El…" panggil Eric dari dalam rumah.

Eliza hanya meliha sekilas, dan berjalan masuk ke dalam rumah.

"Kamu kok gak bilang kalau sudah pulang tadi pagi? Tadi aku ke hotel, katanya kamu sudah ke luar pagi-pagi sekali. Kamu gak sengaja mau menghindar dari aku kan?"

"Aku harus kerja pagi ini, jam 8 pagi aku harus sudah ada di puskesmas. Jadi wajar dong aku ke luar hotel pagi-pagi," jawa Eliza ketus.

"Kok gitu sih bicaranya?"

"Menurut kamu aku harus bicara gimana? Kamu loh sudah jauh-jauh datang ke sini, tapi masih saja ajak ribut. Gak capek?"

"Aku gak ada niat ribut El, wajar dong aku tanya kamu. Kamu juga gak ada kabar seharian ini. Aku hubungi kamu, tapi kamu gak respon sama sekali. Telepon gak diangkat, pesan gak dibalas."

Eliza duduk di sofa dan menutup wajah dengan kedua tangannya.

"El…"

"Ric, aku mau bicara. Tapi tolong jangan potong, dengarkan semua omonganku, kamu boleh bicara kalau aku nanti sudah selesai bicara. Bisa?"

"Silahkan…"

"Jujur ya, aku itu sayang, cinta, perduli sama kamu. Tapi, kalau sifat cemburu kamu lagi kambuh, aku gak suka. Rasanya seperti ditudah bersalah tapi tanpa melakukan kesalahan gitu, aku bingung kenapa kamu harus secemburu itu? Kita bukan pacaran setahun atau dua tahun lagi, tapi sudah 9 tahun loh. Harusnya kamu sudah bisa tanya hati kamu, aku bisa dipercaya atau enggak. Kalau niatku mau main-main, sudah dari dulu Ric aku ke sana kemari. Tapi aku serius, begitu juga dengan kamu. Kita juga punya mimpi-mimpi ke depannya kan? Kenapa kita gak fokus sama mimpi kita? Kenapa malah harus ribut karena masalah gak penting seperti ini?"

Eliza diam sesaat, kemudian melanjutkan kata-katanya lagi. "Kamu ke luar dengan sekertaris kamu, kamu antar pulang dia, kamu kadang seharian dengan dia, aku gak cemburu loh Ric. Karena aku percaya sama kamu, karena aku yakin sama hubungan kita. Aku minta kamu juga bisa seperti itu dengan aku, karena nantinya mungkin aku harus berhubungan dengan orang-orang besar yang kebanyakan laki-laki."

Eric mengangkat kepalanya, "Sudah? Aku bisa bicara sekarang?" tanya Eric.

Eliza mengangguk, "Silahkan."

"El, aku juga mau seperti itu. Percaya sepenuhnya sama kamu, memberikan kebebasan sama kamu. Tapi hatiku gak kuat El, aku bisa apa? Aku takut, aku benar-benar takut kehilangan kamu. Aku merasa ketika kamu mulai dekat dengan orang lain, kamu akan meninggalkan aku."

"Tapi kenyataannya enggak kan Ric, 9 tahun kita pacaran tanpa pernah putus sama sekali. Itu artinya aku gak akan meninggalkan kamu."

"Tapi El…"

"Ric tolong pahami aku. Seandainya kamu berikan kebebasan itu, bukan berarti aku jadi pergi sana-sini, bergaul dengan laki-laki gak jelas. Enggak sama sekali, kamu tetap jadi prioritasku. Bahkan mungkin tidak akan ada yang berbeda denganku. Hanya saja, ada saat-saat dimana aku harus berinteraksi dengan laki-laki lain, membicarakan perkerjaan, berbagi tentang pengalaman kerja. Mungkin dikemas dengan lebih santai, seperti makan siang atau makan malam. Itu juga pasti bukan ditempat yang pribadi, aku bisa pastikan itu. Ya seperti kamu, makan siang dengan kolega tujuannya gak jauh dengan tujuan kerjasama bisnis kan?"

"Aku paham El," ucap Eric pelan.

Eliza masih diam, masih menunggu apa yang akan dikatakan Eric.

"Aku akan berusaha memahami kamu, memberikan kebebasan. Tapi, aku minta kamu jangan pergi dari sampingku ya. Aku akan memberikan apapun yang kamu mau, walaupun hatiku terasa sakit tapi aku akan usahakan."

Eliza dan Eric saling lihat, mata mereka berkaca-kaca. Eric menggenggam tangan Eiza, "Jangan pernah tinggalkan aku ya El…" pinta Eric.

"Itu gak akan pernah terjadi Ric, kamu harus percaya sama aku."

Eric mengangguk. Dia beranjak dan memeluk tubuh Eliza, "Maafkan aku ya El, aku sayang sama kamu…"

"Aku juga sayang sama kamu Ric, gak mau ribut-ribut sama kamu lagi," balas Eliza.

Untuk kesekian kali mereka kembali berbaikan, dengan Eric yang selalu meminta maaf terlebih dahulu.

***

"Halo adikku sayang…" Dirga mengejutkan Karin.

"Iihh, apaan sih. Buat kaget saja deh," gerutu Karin.

"Duhh… gitu saja cemberut, nanti cantiknya hilang loh…" canda Dirga lagi.

"Apaan sih? Gak usah sok manis deh, pasti ada maunya kan?"

Dirga tersenyum, "Eliza apa kabar Rin?" tanya Dirga malu-malu.

Karin membelalakkan matanya, "Siapa?"

"Eliza, teman kamu yang manis itu loh."

"Astaga… kamu benaran suka sama dia?"

"Memangnya kenapa? Selagi jenis kelaminnya perempuan, bagus dong. Yang bahaya itu kalau dia laki-laki dan aku suka sama dia."

"Dia itu sudah punya pasangan Dirga…"

"Tapi kan belum nikah, sah-sah saja dong kalau kukejar."

"Tapi mereka sudah pacaran 9 tahun, kamu jangan rusak hubungan orang deh."

"Rin, yang sembilan tahun pacaran akan kalah dengan yang 9 hari tapi langsung ajak nikah."

"Dihhhh…"

"Minta nomor kontaknya dong Rin…"

"Gak, gak mau. Kamu cari saja sendiri."

"Gitu amat sih Rin, biar kamu dapat kakak ipar loh."

"Bodo amat, gak mau ikut campur."

Karin beranjak dari tempat duduknya, tapi langsung ditahan Dirga, "Mau kemana? Tunggu dulu, aku belum selesai…"

"Apa lagi sih?"

"Aku mau tanya-tanya tentang Eliza…"

"Aku gak mau kasih informasinya, aku gak setuju kamu kejar Eliza. Titik."

"Kenapa gak setuju?"

"Karena Eliza itu sudah punya pasangan."

"Rin, aku memang akan dekati Eliza. Tapi langkahku selanjutnya, itu ditentukan Eliza."

"Maksudnya?"

"Kalau Eliza menyambut kedatanganku, ya aku teruskan kejar dia. Tapi kalau dia menolak, aku akan mundur. Lagian jodoh itu kita gak tahu kan jalannya gimana, siapa tahu pasangannya Eliza sekarang hanya menjaga jodoh orang lain…"

"Iihhh jahat banget sih…"

Dirga terkekeh, "Enggaklah, bercanda Rin…"

"Tapi benar yang tadi ya? Kalau Eliza menolak kamu janji gak akan mengejar dia lagi ya. Jangan buat aku malu."

"Siap Bu Dokter, kamu tenang saja. Aku mainnya cantik kok. Jadi mana nomornya Eliza?"

"Ehmmm sepertinya lebih bagus kalau kamu minta sendiri deh."

"Caranya gimana?"

"Hemmm, besok sibuk gak?"

"Besok sore aku ke luar kota, aku susah cari waktu kalau harus ketemu Rin."

"Gini saja, istrirahat siang kamu datang ke puskesmas. Nanti aku bantu, gimana caranya kalian bisa berdua ada di ruangan. Tapi jangan kasih tahu aku yang atur ya."

"Gitu dong… itu baru namanya adikku yang cantik."

"Giliran ada maunya saja, baru dibilang cantik…" gerutu Karin.

Karin berpikir tidak ada masalah jika mengenalkan Dirga pada Eliza lebih jauh lagi, apalagi tadi pagi Eliza bercerita kalau Eliza sedag ribut dengan Eric karena masalah sepele. Itu artinya hubungan mereka masih belum terlalu stabil.