webnovel

syarat jatuh cinta

Ivana11 · Teen
Not enough ratings
10 Chs

namanya Rangga Dewantara.

Berhubung hari ini ia tidak terlambat, jadi cewek itu melangkah pelan-pelan. Kepalanya tertunduk, dan tiba-tiba saja ia merasa kelasnya berjarak ribuan kilometer dari gerbang sekolah.

"Eits, gimana nih, yang kemarin habis makan sama calon mertua?" Suara riang itu sontak membuat Iris mendongakkan kepala. Tanpa sadar, cewek itu langsung mengembuskan napas lega.

"Apaan, sih, Kat! Jangan ngeledek kayak gitu, dong!" selin mencubit pelan perut Katya, membuat sahabatnya itu tertawa geli.

Dengan santai, Katya melingkarkan lengannya di bahu selin. Sesekali cewek itu mengibaskan tangannya pada teman seangkatan yang ia kenal.

Katya memang tidak sepopuler Faricha ataupun Tasya . Namun Katya juga tidak seperti selin. Cewek itu termasuk cewek yang mudah bergaul, berwawasan luas, dan sangat easy going.

Singkatnya bagi selin, Katya adalah sosok teman yang sangat menyenangka Membuat ia kembali bertanya-tanya, kenapa sih hidupnya dipene orang-orang yang luar biasa, sementara ia serba rata-rata?

"Eh, tapi serius lagi, Kak Rangga tuh gemes banget, ya? Gue masih inget, tuh, awal kalian kenalan," ujar Katya ketika mereka sudah sampai depan lift, membuat warna merah muda menyebar di pipi selin.

Siapa memangnya yang akan lupa dengan kejadian tersebut? selin pun sadar, kalau ia juga mulai jatuh hati pada Rangga karena sikap sederhana cowok itu.

Hari itu, hari ketiga ospek. Meskipun bukan anak OSIS, Rangga dengan "rajin" membantu para panitia untuk mengerjai siswa baru.

Tingkah yang semena-mena dan jawaban yang selalu ngeles, membuat panitia akhirnya menyerah untuk mengenyahkan Rangga.

Jika Bu Retno beserta jajarannya saja tak pernah diperhatikan, apalagi mereka?

Mulai dari menyuruh anak baru terlambat bernyanyi lagu balonku dengan huruf 'O', sampai menyuruh memungut sampah pakai tusuk gigi, ia lakukan. Bakat jailnya tersalurkan selama masa ospek.

Sampai siang harinya, selin melakukan kesalahan fatal. Buku yang seharusnya ia bawa tertinggal di dalam tas Ares. Jadilah, selin kena bulian senior.

Cewek itu disuruh berlari mengelilingi running track sebanyak tiga putaran. Bukan main malunya. Šiang-siang bolong, disaksikan ratusan mata siswa, cewek itu berlari mengunakan atribut ospek seperti papan nama dan topi bola.

Akan tetapi, siapa yang menyangka, bahwa selin tak menanggung malu sendirian.

Seorang cowok jangkung tiba-tiba menyamai langkahnya. Cowok itu sudah mengenakan seragam resmi tadika mesra, bukan seragam SMP seperti dirinya.

Cowok itu tidak hanya berlari bersama selin, ia bahkan mengenakan atribut papan nama dan topi seperti selin. Ditilik dari nama yang tertera pada papan, atribut itu pasti dipinjam dari anak bernama Dirgam Barie.

"Larinya lihat ke depan,nanti kalau kesandung, terus lo gue tangkep, kita jadi kayak sinetron India," ujar cowok itu setengah tertawa.

"Eh? lya? Dir.. gam?" selin sengaja mengeja namanya yang langsung membuat Rangga menggeleng.

"Rangga. Panggil gue Rangga."

Rangga tersenyum selebar cuping telinganya, memamerkan dua cekungan yang bersarang di pipinya.

"oiya, muka lo merah, dan ketawa lo manis. You look so cute." selin menundukkan kepala, menyembunyikan semburat merah muda di pipinya.

Ada seauatu yang meledak di dada selin hanya dengan melihat cara cowok ini menatapnya. Jenis tatapan penuh penghargaan selama ini tak pernah selin dapat kecuali dari keluarganya.

Diam-diam selin menyimpan baik-baik nama cowok itu dalam memorinya

Namanya Rangga.

Namanya Rangga Dewantara.

Suara dentingan lift menarik selin dari memori masa lalu. la tersenyum dan langkahnya semakin riang menuju kelas.

"Duh, susah ya, orang kalau udah jatuh cinta, bawaannya senyam- senyum sendiri teruuus." Katya menyikut perut selin membuat cewek pipi cewek itu kembali menggembung lucu.

"iih, Katya jangan resek, deh!" selin merengut, tapi senyum lebar tak lepas dari bibirnya. Ia pikir hari itu akan menyenangkan, tapi ternyata tidak. Saat Iris tiba di kelas, senyumnya surut sampai tak bersisa.

"Apaan, nih?!" Katya memelotot mendapati meja mereka yang berantakan. Tumpukan plastik snack kosong berserakan di atas meja.

"Siapa lagi yang naro ginian di sini?!" Suara Katya menggelengar, menatap teman-teman sekelas mereka dengan pandangan siap memangsa.

Meskipun tak ada tulisan atau coretan, tapi Iris tahu sampah-sampah itu ditujukan untuknya. Ia sudah sering mengalami hal semacam ini.

Teman-teman sekelas mereka hanya saling melempar pandangan, lalu mengedikkan bahu mereka tak acuh.

"Cit, lo tahu nggak siapa yang buang-buang sampah di sini?" Katya beralih pada cewek pendiam yang duduk di belakang mereka.

"Eh? Nggak tahu, soalnya waktu aku datang udah begitu tadi," Citra mencicit ketakutan sementara selin memberi kode agar Katya berhenti mengomel.

"Udahlah Kat, kan bisa dirapiin," ujarnya sambil mulai mengemas sampah-sampah itu dalam satu kantong.

"Lo tuh terlalu sabar, lin. Kak Rangga pasti ngamuk kalau tahu lo masih diginiin." Katya berbicara sebal, tapi ia tidak ikut membantu selin merapikan meja mereka.

"lihat aja ya, seklai lagi ada kejadian kayak gini, aku aduin ke kak rangga, biar kelas ini diacak-acak sekalian."

"Katya!" selin berseru, lewat tatapan mata jelas selin menentang niat sahabatnya.

Saat itu, ia masih kelas X.

Sama seperti sekarang, ketika selin sampai ke kelas, sampah berserakan di atas meja. Namun, hari itu jauh lebih sadis, tak hanya sampah, bahkan air bekas pel dan tulisan-tulisan umpatan yang ditujukan padanya bertebaran di atas meja.

Sialnya, hari itu Rangga mengantar sampai ke kelas dan melihat semua itu.

Nama Tasya jelas tertera sebagai pengirimnya. Untuk kali pertama, Rangga yang menyenangkan berubah menjadi sosok yang menakutkan.

Cowok itu mengamuk di kelas Tasya. Rangga tidak memukul Tasya, tapi meja dan kursi-kursi yang dibanting ai hadapannya membuat cewek cantik itu menangis gemetar.

Guru-guru maupun temannya yang berusaha melerai tak lantas menghentikan amukan cowok itu. Rangga baru berhenti ketika la mendengar selin yang ikut meneriakkan nama lengkapnya dengan suara bergetar.

Peringatan keras itu cukup untuk membuat Tasya mundur menjauh. Serangannya terhadap selin dilakukan secara sembunyi-sembunyi sejak hari itu.

Rangga diskors tiga hari akibat kelakuannya dan tetap menolak untuk meminta maaf pada Tasya. Baginya ia tak perlu meminta maaf atas sesuatu yang memang harus ia lakukan.

Akan tetapi, peringatan itu juga yang membawa selin sampai pada titik ini. Titik di mana para cewek menatapnya dengan tatapan meremehkan.

Kejadian itu terekam di setiap kepala siswa tadika mesra yang menyaksikannya. Mereka terluka karena selin si cewek biasa-biasa saja bisa membuat Rangga menunjukkan sisi lain dari dirinya.

Selin menghela napasnya pelan, lantas melebarkan senyum. Ia meyakinkan Katya bahwa ia baik-baik saja.

"Gue nggak apa-apa, kok, Kat."

"Bener?" tanya Katya

"Iya, gue baik-baik aja."

"Iya, gue harus baik-baik aja."

Bel pulang sekolah pun berbunyi, selin pun pulang ke rumahnya diantarkan oleh rangga.

"lo ga kenapa-kenapa kan lin?" tanya rangga

"gapapa kok." Jawab selin yang sudah tidak semangat lagi.

"oiya nanti malem kita ketemuan di rooftop nine cafe ya, buat ngerayain malem taun baru bersma."

"oke." Jawab selin yang bersemangat kembali karena malem taun baru ini ia ditemani oleh rangga.